Kronologi Konflik Rusia-Ukraina: Dari Protes Maidan Sampai Perang tak Seimbang
- Konflik Rusia-Ukraina memiliki sejarah panjang.
- Konflik kedua negara paling moderan dimulai di Lapangan Maidan.
- Ukraina berkeras ingin gabung NATO dan Uni Eropa, Rusia tidak ingin terancam dan kehilangan peluang ekonomi.
JERNIH-– Rusia dan Ukraina terlibat konflik laten bertahun-tahun. Sebagian mengatkan konflik dimulai sejak Perang Dunia I. Lainnya mengatakan konflik berlangsung sejak Chaterine The Great mencaplok Ukraina melalui perang dengan Kekaisaran Ottoman, 250 tahun lalu.
Kedua pendapat itu benar. Yang membedakan adalah periode waktu. Periode sejak Perang Dunia I adalah ketika Ukraina kali pertama mendeklarasikan kemerdekaan pada 1918. Lima tahun kemudian Bolshevik Rusia mencaplok Ukraina, dan menjadikannya republik dalam negara Uni Soviet.
Konflk saat ini berakar dari gerakan Protes Maidan 2013, yang berujung pada — dalam bahasa orang Ukraina — adalah pemecaan Victor Yanukovich, presiden Ukraina pro-Rusia. Dalam bahasa orang Rusia, Yanukovich digulingkan.
Pendapat lain mengatakan konflik laten Rusia-Ukraina muncul setelah Uni SovieT bubar. Nasionalis Ukraina membangkitkan kembali pemisahan penutur Bahasa Ukraina dan Rusia. Bahasa Ukraina menjadi bahasa nasional, sedangkan orang Rusia di Ukraina menolak menggunakan Ukrainian — atau Bahasa Ukraina.
Berikut adalah konflik Rusia-Ukraina, atau Ukraina-Rusia, yang dimulai dari Protes Maidan 2013
2013: Protes Maidan dan Perpecahan dengan Rusia
21 November 2013: Setelah upaya panjang pemulihan hubungan Ukraina-Uni Eripa di bawah Presiden Viktor Yushenko (2005-2010) yang dimulai dengan Revolusi Oranye 2004, Viktor Yanukovich — penerus Yushenko, memutuskan Ukraina berpaling dari Uni Eropa (UE).
Yanukovich meninggalkan perjanjian asosiasi yang diusulkan UE. France24 menulis keputusan Yanukovich dipicu keengganan Uni Eropa memberi pinjaman 20 miliar euro kepada Ukraina. Saat itu Ukraina terbagi antara proyek integrasi ekonomi Eropa, dan proposal Rusia untuk serikat pabean. Demontrasi pecah di jalan-jalan Kiev.
1 Desember 2013. Di Kiev, protes terjadi di Lapangan Kemerdekaan atau ‘Maidan’. Berikutnya, gerakan protes ini disebut Gerakan Maidan. Kelompok pro-Eropa, yang di dalamnya terdapat mantan PM Yulia Tymoshenko (saat itu dalam tahanan), Vitaly Klitshcko — walikota Kiev saat ini — dan nasionalis sayap kanan Svoboda, berada di barisan oposisi. Pengunjuk rasa membangun barikade di Lapangan Maidan dan menguasai balai kota.
Putin melihat gerakan oposisi lebih mirip pogrom daripada revolusi. Pogrom adalah kerusuhan dengan kekerasan dengan tujuan membantai, atau mengusir kelompok etnis atau agama. Ia melihat gerakan itu tidak ada hubungan dengan relasi Ukraina dan Uni Eropa.
17 Desember 2013. Seolah tidak mendengar teriakan demonstran, Yanukovich tetap pada kebijakannya berkiblat ke Moskwa. Putin merespon dengan mengumumkan pencabutan bea cukai antara kedua negara, penurunan harga gas, dan pinjaman 15 miliar dolar AS.
2014: Yanukovich terguling. Donbass, Lunansk, plus Krimea berada di jantung krisis.
Februari 2014. Bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan menjadi mematikan. Ukraina memasuki bulan kekerasan paling berdarah. Hampir 90 orang tewas di Kiev antara 18 sampai 21 Februari.
Pejabat dari negara-negara Barat tiba di Kiev untuk merundingkan pemilihan presiden lebih awal.
22 Februari 2014: Parlemen Ukraina menggulingkan Yanukovich. Khawatir keselamatan dirinya, Yanukovich meninggalkan Kiev. Putin mengecam penggulingan itu, dan mengatakan Rusia berhak menggunakan semua opsi, termasuk kekuatan militer sebagai upaya terakhir. Ukraina tidak peduli dan membentuk pemerintahan sementara.
Maret 2014: Aktivis pro dan anti-Rusia bentrok di Simferopol, ibu kota Krimea — sebuah republik otonom di Ukraina yang sebagian besar penduduknya menggunakan Bahasa Rusia, dengan pangkalan AL di Sevastopol dan bandar Kacha dan Simferopol sebagai wilyah strategis Moskwa.
16 Maret 2014: Dalam referendum yang digelar AS dan Uni Eroa, pemilih di Krimea mendukung penyatuan wilayahnya dengan Ukarina. Putin menyebut itu referendum ilegal, dan menolak menerima hasilnya. Sebagai balasan, Putin menandatangani RUU pencaplokan Krimea dan menguasai pangkalan militer Ukraina.
7 April 2014: Perang di Donbass, di timur Ukraina, dimulai. Separatis pro-Rusia mendeklarasikan Republik Rakyat Donetsk. Moskwa mendukung dan mempersenjatai pemberontak, dan banyak warga Rusia datang ke Donetsk untuk berperang. Namun Federasi Rusia tdak secara resmi terlibat dalam konflik itu.
Kiev meluncurkan operasi anti-teroris dan mengerahkan pasukannya ke Donetsk. Mereka juga mengerahkan milisi yang sring dikaitkan dengan sayap kanan, atau bahkan ultra kanan, seperti Pravy Sektor.
11 Mei 2014: Dua referendum kemerdekaan diadakan di Donetsk dan Luhansk, wilayah timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. Penduduk dua wilayah itu mengatakan ya untuk pisah dari Ukraina. Negara-negara Barat dan Ukraina tidak mengakui hasil referendum itu. Rusia sebaliknya, mengakui hasil referendum.
25 Mei 2014: Ukraina memilih Petro Poroshenko sebagai presiden, yang memperoleh 56 persen suara pada pemilihan umum. Barat dan Moskwa mengakui hasil pemilu itu.
Poroshenko mengumumkan sedang mengerjakan rencana perdamaian dan mendekritkan gencaran senjata sepihak pada 20 Juni. Namun, pengumuman itu berdampak kecil di zona pertempuran.
5 Juni 2014: Presiden Prancis Francois Hollande, Kanselir Jerman Angela Merkel, Putin, dan Poroshenko bertemu di Normandia, Prancis, di sela-sela peringatan tahun ke-70 pendaratan sekutu. Ini pertemuan pertama Putin dan Poroshenko sejak konflik di timur Ukraina dimulai, dan itu memulai pembicaraan empat arah format Normandia, sesekali Paris, Berlain, Moskwa, dan Kiev.
27 Juni 2014: Uni Eropa menandatangani Pejanjian Asosiasi dengan Ukraina, yang mencakup Area Perdagangan Bebas yang Mendalam dan Komprehensif (DCFTA). Dimitry Peskov, juru bicara Kremlin, mengatakan Rusia akan mengambil langkah-langkah untuk melindungi ekonominya jika kemitraan baru itu berdampak negatif.
3 September 2014: Kedua kubu menandatangani gencatan senjata di Minsk, ibu kota Belarusia. Kesepakatan ini dikenal sebagai Protokol Minsk, atau Minsk 1. Pertempuran di timur Ukraina berkurang tapi terus berlanjut. Minsk 1 gagaL,
2 November 2014: Republik Donetsk dan Luhansk mengatakan pemilihan presiden. Alexander Zakhartchenko terpilih sebagai presiden Donetsk. Igor Plotniski menang di Luhansk. Ukraina menyebutnya sebagai pelanggaran Protokol Minsk. Rusia mengatakan pemilu itu menghormati Protokol Minsk.
23 Desember 2014: Parlemen Ukraina memilih untuk bergabung dengan NATO. Moskwa naik pitam. Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan langkah itu kontraproduktif dan menciptakan ilusi yang akan memperburuk iklin konfrontasi.
2015-2018: Kebuntuan politik.
Februari 2015: Ketika pertempuran dan pemboman terjadi di Ukraina timur sejak Januari, pemimpin Ukraina, Rusia, Jerman, dan Prancis, bertemu di Belarusia untuk memberlakukan gencatan senjata terbaru.
Selain gencatan senjata, kesepakatan yang dicapai pada 12 Februari mencakup langkah-langkah penarikan senjata berat oleh kedua pihak, pemulihan perbatasan Ukraina dan penarikan pasukan asing.
Minsk 2, demikian perjanjian ini disebut, memiliki komponen politik yang memberikan pengakuan otonomi tertentu untuk Donesk dan Luhansk, serta organisasi pemilihan dalam kerangka Ukraina.
Periode gencatan senjata dimulai setelah pecah pertempuran di bulan-bulan dan tahun-tahun berikut. Gencatan senjata lebih lanjut secara tertatur ditandatangani dan dilanggar.
KTT Oktober 2015 antara pemimpin Eropa. Rusia, dan Ukraina di Paris, dilanjutkan dengan KTT Oktober 2016 di Berlin, berakhir tanpa kemajuan nyata.
24 Oktober 2017: Igor Plotniski, yang memproklamirkan diri sebagai pemimpin Republik Luhansk, mengundurkan diri dan mencari perlindungan di Moskwa. Leonid Pasetchnik menggantikannya.
31 Agustus 2018: Alexander Zakhartchenko, pemimpin Republik Donetsk, dibunuh dan digantikan Denis Pushilin.
Analis menafsirkan dua pembunuhan itu sebagai pengambilalihan kedua republik oleh Moskwa.
25 November 2018: Pasukan Rusia menaiki tiga kapal kecil AL Ukraina dan mencoba melewati jembatan Krimea yang diresmikan Rusia dengan meriah. Rusia menangkap 24 awak kapal itu. Keesokan hari Poroshenko menetapkan darurat militer selama 30 hari di wilayah berbahasa Rusia di Ukraina.
2019: Harapan untuk Peredaan Ketegangan dan Kesepakatan tentang Gas
20 Mei 2019: Komedian Volodymyr Zelensky menang atas Poroshenko untuk menjadi presiden baru Ukraina. Menariknya, Zelensky menghabiskan sebagian besar kariernya sebagai komedian di Rusia dan berbicara dalam bahasa Rusia.
18 Agustus 2019: Presiden Emmanuel Macron bertemu Putin di kediaman musim panas di Benteng Bregancon di selatan Prancis. Macron menyampaikan harapan untuk membangun arsitektur baru kepercayaan dan keamanan di Eropa, dengan Rusia di dalamnya.
7 September 2019: Rusia membebaskan 14 pelaut dan 10 warga Ukraina yang ditahan, termasuk pembuat film Oleg Sentsov, dalam pertukaran tahanan. Moskwa juga akan menyerahkan tiga kapal Ukraina beberapa bulan kemudian.
1 Oktober 2019: Pertemuan perwakilan Ukraina dan Rusia di Minsk di bawah nauangan Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) mencapai kesepakatan penyelenggaraan pemilu di Donbas, dan pemberian status khusus kepada mereka. Protes meletus di Kiev, menuduh Zelensky menyerah ke Moskwa.
9 Desember 2019: Putin dan Zelensky bertemu kali pertama pada pertemuan puncal dengan format Normandia di Paris. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di timur Ukraina setuju menerapkan gencatan senjata berdasarkan Proktol Minsk sebelum akhir tahun, serta pertukaran tahanan.
31 Desember: Moskwa dan Kiev menyelesaikan perjanjian lima tahun yang baru tentang transit gas Rusia melalui Ukraina. Perjanjian itu menjamin pasokan gas ke Eropa yang terancam oleh krisis 2009. Pembangunan pipa Nord Stream 2 di bawah Laut Baltik tampaknya akan memfasilitasi ekspor gas Rusia melalui rute lain.
2022-2022: Dari Konflik ke Perang
12 Juni 2020: NATO memberi Ukraina “peluang yang ditingkatkan” yang memungkinkan kerja sama antara pasukan NATO dan tentara Kyiv. NATO mengatakan ini “tidak mengandaikan keputusan tentang keanggotaan NATO”. Tapi Zelensky mendorong aliansi untuk mengusulkan rencana keanggotaan.
1 April 2021: Zelensky menuduh Rusia mengerahkan pasukan ke perbatasan Ukraina. Rusia mengatakan latihan itu merupakan tanggapan terhadap “provokasi” Ukraina.
6 April 2021: Zelensky secara terbuka menyatakan bergabung dengan NATO adalah satu-satunya cara mengakhiri perang di Donbas. Dia juga menyatakan dirinya mendukung Ukraina bergabung dengan UE.
Desember 2021: Negara-negara Barat mengkhawatirkan eskalasi setelah Rusia melakukan latihan militer skala besar lainnya di dekat perbatasan Ukraina pada November. Putin mengumumkan tuntutan keamanan termasuk jaminan bahwa Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO dan penarikan pasukan NATO dari bekas Uni Soviet.
Presiden AS Joe Biden mengancam sanksi jika terjadi invasi Rusia ke Ukraina, dengan mengatakan bahwa Nord Stream 2 dapat digunakan sebagai “pengungkit”. Uni Eropa juga siap memberikan sanksi kepada Moskow.
Januari-Februari 2022: Periode diplomasi yang intens tidak segera membuahkan hasil. NATO menolak untuk mengalah pada kebijakannya yang mengizinkan negara-negara untuk memutuskan apakah mereka ingin bergabung, sementara Moskow terus menuntut jaminan bahwa Ukraina tidak akan pernah.
20 Februari 2022: Istana Élysée mengeluarkan pernyataan bahwa Putin dan Biden pada prinsipnya telah menerima pertemuan puncak tentang Ukraina, tetapi Kremlin kemudian menganggap pengumuman itu “prematur”.
Dalam pidato malam yang disiarkan televisi, Putin mengumumkan pengakuan atas kemerdekaan republik-republik yang dideklarasikan separatis di Ukraina timur dan memerintahkan “penjaga perdamaian” Rusia untuk memasukinya.
24 Februari: Pasukan Rusia menyerbu wilayah Ukraina di beberapa front.