Crispy

Landhuis Antjolsche, Warisan Van Riemsdijk yang Terbengkalai

  • Ancol di era Gubernur Jenderal VOC Adriaan Valackenier adalah taman Adan dan Hawa yang indah.
  • Usai Pembantaian Tionghoa 1740, Ancol terlupa dan dibagi ke dalam empat plot.
  • WVH van Riemsdijk mengambil dua plot dan membangun landhuis. Sayang warisan indah itu terlupa.

Welaan, het roer in lij, laat nu het speeljacht drijven,
Wij willen ‘t schoon Antjol met al zijn zwier beschrijven,
All’ zijn Paleizen, all’ zijn Hoven, hier verspreid,
Die ‘t hoofd verheffen met een glans van majesteit,
Beschouwen van nabij, daar ze in de zilte plassen

Ayo, kemudi di lee, sekarang biarkan kapal pesiar bermain melayang,
Kami ingin mendeskripsikan Antjol yang cantik dengan segala kepandaiannya,
Semua istananya, semua istananya, tersebar di sini,
Yang mengangkat kepalanya dengan pancaran keagungan,
Amati mereka dengan cermat, karena mereka berada di genangan air asin.

JERNIH — Penggalan puisi berjudul ‘Welaan‘ (Ayo) di atas ditulis penyair Jan de Marre saat berkunjung ke Batavia tahun 1739. Puisi ditulis di atas kapal, saat De Marre melihat Ancol dari laut lepas, sebelum mendarat di Sunda Kelapa.

Ancol saat itu milik Gubernur Jenderal VOC Adriaan Valckenier. Ia mengubah sekujur tepi barat muara Ancol menjadi taman nan-indah, layaknya taman-taman di Eropa, dengan pohon di jalan-jalan yang dipangkas. Oud Batavia Eerste Deel berkisah pelukis Johann Wolfgang Heydt, yang mengabadikan banyak tempat di Batavia ke dalam lukisan, terperangah menyaksikan keindahan taman Valckenier.

Valckenir diperkirakan menguasai Ancol, tempat terpencil meski jaraknya hanya satu setengah jam jalan kaki dari Batavia, sejak lama. Namun pengalihan kawasan itu atas namanya baru dilakukan tahun 1938. Ia membangun Ancol sebagai taman Adam dan Hawa untuk dikunjungi warga kulit putih karena kawasan di sekitarnya relatif aman.

Tidak jauh dari muara Ancol terdapat Benteng Zoutelande, yang dibangun lewat resolusi VOC 10 Juli 1656 sebagai benteng tanah. Benteng yang dirancang Johannes Listingh itu mengatur lalu-lintas keluar-masuk kapal ke Antjolsche Vaart.

Tahun 1667 Zoutelande diganti menjadi bentang batu bata persegi dengan satu Pos Antjol yang mengatur lalu-lintas sepanjang kanal. Tahun 1740, Benteng Zoutelande berperan penting sebagai pertahanan VOC dari serbuan pemberontak Tionghoa yang bergerak ke Batavia untuk mengepung kota.

Setelah Pemberontakan Tionghoa, yang berlanjut dengan pembantaian etnis Tionghoa di dalam kota Batavia, Adriaan Valckenir kehilangan posisinya dan diadili. Tahun 1741, lahan Antjol yang berupa taman tak terurus dipecah ke dalam empat plot; Ancol, Tanjung Priok, Kliphof, dan Slingerland.

Geschied en Aardrijkskundig Overzigt van Java op Het Einde der Achittiende Eeuw yang ditulis J Hagemen menyebutkan dua plot; Ancol dan Tanjung Priok, jatuh ke tangan Willem Vincent Helvetius (WVH) van Riemsdijk, Kliphof dimiliki Jacobus van Aytsma, dan Slingerland — yang kini menjadi Taman Impian Jaya Ancol — diambil Joseph Slingerlandt. Tidak ada lagi taman Valckenier yang bikin pelukis Heydt berdecak kagum.

Landhuis Antjolsche

Andries Teisseire, dalam Verhandelingen van Het Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Weetenschappen terbitan 1792, menulis; di muara Sungai Angiole (Antjol – red) yang melebar ke laut, lebih satu jam berjalan kaki dari kota, di samping pantai pasir putih bersih, terdapat rumah batu yang luas di sebuah perkebunan dengan kolam ikan yang sangat besar, semua itu milik WVH van Riemsdijk — kepala pedagang dan mantan perwakilan resmi urusan pribumi.

Tidak ada penjelasan kapan Van Riemsdijk membangun landhuis-nya di muara sungai Ancol. Andries Teisseire lebih suka bercerita tentang situasi sekeliling Landhuis Ancol. Ada Rumah Penderita Kusta dan penginapan yang selalu ramai. Plus klenteng tua yang altarnya dibangun di atas makan orang suci Islam, yang membuat klenteng itu menjadi tempat ibadah umat Konghucu dan ziarah umat Islam.

Dua koran Hindia Belanda; De Indische courant dan Bataviaasch nieuwsblad yang bersama-sama mengunjungi Ancol dan menuliskan laporannya pada edisi 28 Desember 1935, juga tidak berbicara apa-apa kecuali kesan-kesan wartawannya. Berkunjung ke Antjolsche, menurut keduanya, seperti kembali ke Batavia zaman VOC. Kedua koran itu membayangkan para petinggi Kompeni datang ke Landhuis Antjolsche dan disambut para budak, membuat diri senyaman mungkin seraya mencium bau ikan bakar.

Kedua koran itu menulis ‘Antjolsche’ untuk membedakan kawasan itu dari dua nama bidang tanah partikelir di Ommelanden yang bernama Antjol, yaitu Antjol Pasir di sebelah barat Tangerang dan Antjol Victoria — tanah partikelir yang kini lebih dikenal dengn nama Daru — di distrik Blaradja.

Van Riemsdijk pasti tidak setiap pekan berada di Landhuis Antjolsche. Ia salah satu pedagang VOC yang menjadi tuan di banyak tanah partikelir. Selain Antjolsche dan Tanjong Priok, ia memiliki Landlust dan Tandjong Oost, Sampea atau Tjampea, dan Klappa Noenggal yang kaya sarang burung walet, dan Tanah Abang.

Tidak ada cerita bagaimana Landhuis Antjolsche melewati dua pergantian abad. Van Riemsdijk mungkin tidak pernah lagi mengunjungi tempat ini setelah dia membangun Groneveld Tanjong Oost, Tjampea, dan Tanah Abang. Terlebih, Land Antjol relatif kecil dibanding tanah partikelir Van Riemsdijk lainnya, luasnya hanya 144 bouw atau 106 hektar.

Terlantar

Landhuis Antjolsche kemungkinan masih terpelihara sepanjang abad ke-18. Setidaknya, meski jarang dikunjungi pemiliknya, puluhan budak masih merawatnya untuk memastikan landhuis selalu siap menerima tuan besar. Memasuki abad ke-19, situasi tidak lagi sama kerena pemilik berikut Land Antjol bukan lagi kulit putih.

Reggerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1846 mencatat Landerij Antjol dimiliki Kie Peng Ho, dan diubah sebagai tambak bandeng dan jenis ikan lainnya. Saat itulah Landhuis Antjolsche menghadapi nasib buruknya. Pemilik Land Antjol tidak menempatinya dengan alasan keamanan.

Abdul Latip, tuan tanah Melayu, mengambil alih Land Antjol tahun 1867. Ia hanya melanjutkan usaha tambak pemilik sebelumnya, dan tidak membawa keluarganya tinggal di Landhuis Antjolsche. Abdul Latip ditengarai mengubah rumah peninggalan Van Riemsdijk sebagai gudang penyimpanan hasil bumi.

Dua pemilik berikut Land Antjol; Tan Goan Hin dan Tan Tjeng Pin — seperti tertera dalam Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1906 dan 1929 — juga tidak menempati rumah peninggalan Van Riemsdijk. Keduanya hanya sibuk mengubah lahan menjadi tambak, penghasil kayu bakar, dan kebun buah-buahan.

Oud Batavia Platen Album dan Oude Hollandsche Buitenplaatsen van Batavia karya Dr VI van de Wall sama sekali tidak membicarakan Landhuis Antjolsche. Secara arsitektur, Landhuis Antjolsche kemungkinan tidak mewakili zamannya, yang membuatnya tidak menarik untuk dibicarakan.

Setelah kunjungan De Indische courant dan Bataviaasch nieuwsblad, tidak ada lagi tulisan tentang tanah partikelir Ancol dan Landhuis Antjolsche. Juga tidak ada kabar apakah tanah partikelir ini dibeli pemerintah dan menjadi stadlanden, atau tanah negara, sebelum kedatangan Jepang.

Back to top button