Malaysia Ingin Jual Minyak Sawit dengan Bonus Orangutan, Aktivis Konservasi dan Menteri Pariwisata Marah
- Gagasan jual minyak sawit bonus orangutan dikemukakan Menteri Menteri Perkebunan dan Komoditas Johari Abdul Ghani.
- Kementerian Pariwisata Malaysia marah dan menyatakan jual minyak sawit tidak perlu pakai bonus orangutan.
JERNIH — Menteri Pariwisata, Industri Kreatif, dan Seni Pertunjukan Malaysia Abdul Karim Rahman Hamzah menolak usulan menawarkan orangutan sebagai hadiah kepada negara-negara pembeli minyak sawit.
“Tidak perlu memberikan orangutan sebagai hadiah,” kata Abdul Karim Rahman Hamzah seperti dikutip channelnewsasia.
Menurut Abdul Karim, primata sangat penting bagi warisan Sarawak dan tempat terbaik bagi orangutan bukan kebun binatang internasional, tapi lingkungan alami mereka di Sarawak, Sabah, dan Kalimantan.
“Kami merawat orangutan dengan sangat baik. Kami akan pastikan habitat mereka tidak rusak karena penebangan pohon untuk ditanami,” katanya. “Kami juga tidak akan menjadikan orangutan sebagai hadiah.”
Malaysia adalah produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia. Minyak sawit digunakan untuk produk mulai dari es krim sampai sabun. Namun, budidaya kelapa sawit mengakibatkan hilangnya habitat orangutan yang terancam punah
Diplomasi Orangutan
Gagasan agar Malaysia terlibat dalam diplomasi orangutan untuk meningkatkan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa, India, dan Tiongkok, muncul dari Menteri Perkebunan dan Komoditas Johari Abdul Ghani.
Gagasan itu dicetuskan awal Mei 2024. Johari mengatakan Malaysia ingin menunjukan komitmen teguh terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Menurutnya, diplomasi orangutan sama dengan diplomasi panda sebagai soft power yang dilakukan Beijing.
“Malaysia tidak bisa mengambil pendekatan defensif terhadap isu kelapa sawit,” kata Johari. “Malaysia perlu menunjukan kepada dunia bahwa kami adalah produsen kelapa sawit berkelanjutan dan berkomitmen melindungi hutan dan kelestarian lingkungan.”
Uni Eropa tahun lalu menyetujui larangan impor komoditas yang terkait deforestasi. Kebijakan ini merugikan industri kelapa sawit Malaysia. Kuala Lumpur menyebut larangan itu diskriminatif.
Abdul Karim mengatakan Malaysia cukup memberikan boneka orangutan sebagai hadian bagi negara pembeli minyak sawit. “Atau, kami memberikan patung orangtuan, bulan hewan hidup,” kata Abdul Karim.
Mengomentari diplomasi panda yang diterapkan Tiongkok, Abdul Karim mengatakan; “Tiongkok tidak memberikan panda itu, tapi meminjamkannya. Setelah beberapa tahun, panda akan diambil kembali.”
Melindungi Orangutan
Saran Johari tidak hanya ditolak Kementerian Pariwisata, Industri Kreatif, dan Seni Pertunjukan, tapi juga kelompok advokasi dan konservasi.
Peter John Jaban, aktivis lingkungan di Sarawak, mendesak Johari fokus pada pembersihan industri kelapa sawit sebagai cara meningkatkan reputasinya. John juga mengatakan diplomasi orangutan menunjukan betapa tdiak sejalan dengan cita-cita konservasi modern
“Itu bukan komitmen konservasi keanekaragaman hayati, tapi hadian pembelian,” kata Jaban. “Ide mengirim hewan terancam punah ke seluruh dunia adalah pesan baha Kalimantan tidak lagi memiliki hutan hujan utuk menampung hewan itu di habitat aslinya,” kata Jaban.
Kelompok advokasi Justice for Wildlife Malaysia mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan langkah-langkah diplomatik alternatif, dengan alasan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai potensi dampak dan kelayakan rencana upaya konservasi.
Populasi orangutan di Kalimantan saat ini sekitar 105 ribu ekor. Departemen Kehutanan Sarawak mengatakan populasi orangutan di negara bagian itu berkisar antara 1,800 hingga 2.500 ekor.
WWF Malayia meminta pemerintah menghentikan konservasi hutan menjadi perkebunan, dan menyarankan agar perekbunan kelapa sawit menyediakan koridor satwa liar yang aman bagi primata.