Crispy

Masih Adakah Harimau Jawa? Warga Sukabumi Temukan Bulunya dan BRIN Gelar Penelitian

  • Temuan bulu harimau Jawa itu masih membuktikan konfirmasi dengan temuan-temuan bulu yang lain.
  • Jika benar harimau Jawa masih ada, satwa itu akan berstatus dilindungi.

JERNIH — Tahu 2019 di sebuah di sebuah desa di Jawa Barat, sejumlah ilmuwan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) — bersama pegiat konservasi — meneliti jejak genetik harimau Jawa dalam sehelai rambut dan jejak kakinya.

Dalam laporan penelitian yang diterbitkan Cambridge University Press pekan lalu disebutkan temuan ini memberi harapan baru akan kemungkinan harimau Jawa masih ada.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengapresiasi penelitian ini, dan ada beberapa tindakan yang kami lakukan dan akan kami lakukan untuk merespon hasil penelitian,” kata Satyawan Pudyatmoko, kepala konservasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada kantor berita AFP.

Langkah-langkah itu termasuk memasang kamera jebakan, mengundang ahli genetika untuk membantu pihak berwenang melakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut, dan mengumpulkan data masyarakat.

“Jika terbukti masih ada, harimau Jawa dipastikan menjadi satwa dilindungi,” kata Pudyatmoko. “Adalah kewajiban semua pihak, termasuk masyarakat, melestarikan populasinya.”

Harimau Jawa dan Bali memiliki kemiripan dengan harimau Sumatera, terutama pada bulu. Harimau Sumatera relatif masih ada meski menjadi musuh masyarakat karena ladang perburuan mereka yang diinvasi manusia.

Tahun 2019, seorang warga di Sukabumi melaporkan penampakan harimau Jawa di sebuah perkebunan. Sehelai bulu harimau Jawa itu nyangkut di pagar kebun. Ditemukan pula jejak kaki dan bekas cakaran.

Ripi Yanur Fajar, warga Sukabumi itu, yakin bulu itu berasal dari tubuh harimau Jawa. Temuan Yanur Fajar masih butuh konfirmasi temuan fisik sang kucing besar.

Muhammad Ali Imron, kepala Program Hutan dan Margasatwa WWF Indonesia, mengatakan sangat menghargai upaya peneliti tapi sampel bulu itu sedemikian terbatas. Perlu ada sampel-sampel bulu lainnya untuk konfirmasi eksistensi harimau Jawa.

(Di)-Musnahkan

Harimau Jawa dan harimau Bali dinyatakan musnah tahun 1980-an dan 1940-an. Artinya, harimau Jawa relatif masih ada sampai 35 tahun setelah Indonesia merdeka. Namun, dokumentasi terakhir kucing besar itu relatif tak terpublikasi.

Harimau Jawa berada dalam bahaya besar saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch mengawali tanam paksa tahun 1830. Saat itu, selain memaksa petani menanam komoditi ekspor, Van den Bosch menjarah lahan hutan untuk dijadikan perkebunan.

Habitat harimau Jawa terancam. Kebiasaan penduduk kulit putih berburu binatang liar mempercepat pemusnahan. Di sisi lain, tradisi rampok matjan — pertujukan beberapa harimau Jawa diletakan di tanah lapang dan dikepung penduduk bersenjata tombak — memaksa masyarakat harus mencari kucing besar itu untuk bersenang-senang.

Rampok matjan (lihat gambar atas) akan diakhiri kematian sang kucing besar yang kepayahan dan kelaparan setelah dikepung senjata tajam oleh penduduk. Kematiannya binatang itu disambut pesta.

Pulau Jawa selama era tanam paksa berubah menjadi perkebunan terbesar di dunia. Hanya sedikit lahan hutan yang tersedia untuk harimau Jawa dan binatang liar lainnya. Dari lahan hutan yang tersedia, nyaris tidak ada yang perawan karena pemburu kulit putih hilir-mudik.

Puncak pemusnahan harimau Jawa terjadi tahun 1862, ketika Departement van Binnenlandsch Bestuur, atau Departemen Dalam Negeri Hindia-Belanda, mengeluarkan Staatblad No 84 tentang pemusnahan harimau dan buaya.

Pemerintah Hindia-Belanda menyediakan hadian 30 gulden kepada siapa saja yang menangkap harimau belang kuning. Buaya sepanjang tiga meter atau lebih dihargai tiga gulden. Buaya kecil diberi hadiah satu gulden.

Munculah perburuan harimau Jawa besar-besaran di hutan-hutan tersisa di sekujur Pulau Jawa yang dilakukan penduduk. Sebelum pergantian abad, harimau Jawa nyaris sulit ditemui. Kalau pun ada dan terdokumentasi, selalu dalam keadaan mati atau sebelum diburu penduduk.

Kepunuhan harimau Jawa diperkirakan berbarengan hilangnya buaya di semua sungai-sungai kecil sekeliling Batavia. Yang tersisa hanya nama binatang itu, yang digunakan menjadi nama tanah partikelir. Misal, Rawa Buaya di Jakarta Barat, dan Lubang Buaya di Jakarta Timur.

Back to top button