Crispy

Mengerikan Penyusupan Mossad Israel di Iran, Para Petinggi dengan Mudah Dibunuh

  • Pembunuhan komandan tinggi Iran pada awal perang menunjukkan Israel sudah mengetahui lokasi pasti dan tempat pertemuan pejabat militer tertinggi Iran.
  • Pejabat tertinggi yang bertugas memerangi mata-mata Israel, melawan rencana Israel di Iran, ternyata juga seorang mata-mata.

JERNIH – Empat tahun lalu, saat para pemimpin Iran dan komandan Garda Revolusi membanggakan bahwa Israel tidak akan pernah berani menyerang negara itu, Ali Younesi, Menteri Intelijen dari tahun 1999 hingga 2006, memperingatkan tentang jangkauan mendalam Mossad dalam kepemimpinan Iran.

“Pengaruh Mossad di berbagai sektor begitu luas sehingga setiap pejabat Republik Islam harus takut akan keselamatan mereka. Mengabaikan Mossad memungkinkan mereka menyusup dan menyerang. Hari ini, kita punya banyak alasan untuk khawatir tentang segalanya,” ujar Younesi saat itu, mengutip The New Arab (TNA).

Peringatannya pada 2021 diabaikan dan bahkan diejek oleh beberapa komandan di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran. Pada tahun yang sama, mantan presiden Mahmoud Ahmadinejad mengungkapkan : “Pejabat tertinggi yang bertugas memerangi mata-mata Israel, yang bertugas melawan rencana Israel di Iran, ternyata juga seorang mata-mata.”

Dan kemudian perang 12 hari antara Israel, Amerika Serikat, dan Iran menunjukkan bahwa peringatan tersebut bukannya tidak berdasar. Pada jam-jam awal, empat komandan militer senior dan dua ilmuwan nuklir yang terkait dengan program nuklir Iran tewas akibat rudal atau drone, baik di rumah maupun selama pertemuan militer. Pada akhir perang, 38 komandan senior dan 10 ilmuwan nuklir tewas.

Narasi resmi Republik Islam berusaha mengecilkan kerugian ini. Namun dua bulan kemudian, pernyataan dari tokoh politik dan keamanan, serta pernyataan dari keluarga korban, mengungkapkan skala penetrasi Israel ke dalam angkatan bersenjata dan dinas intelijen Iran.

Tak lama setelah perang, Javad Mansouri, komandan pertama IRGC, mengangkat kasus Alireza Akbari, yang dieksekusi pada tahun 2023 atas tuduhan mata-mata, dan menyoroti tingkat infiltrasi yang mendalam. “Kami punya mata-mata lain bernama Akbari yang naik jabatan menjadi wakil kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi. Dia praktis yang menjalankannya. Apakah menurut Anda itu hanya satu kasus?”

Pembunuhan Komandan Tinggi

Pembunuhan komandan tinggi Iran pada awal perang menunjukkan Israel sudah mengetahui lokasi pasti dan tempat pertemuan pejabat militer tertinggi Iran. Ketika para pemimpin militer dan ilmuwan nuklir terus menjadi sasaran, Jenderal Gholamreza Jalali Farahani, kepala pertahanan pasif IRGC, mengklaim penggunaan WhatsApp telah mengungkap mereka. Meskipun telah dikritik karena kegagalannya selama perang, Jalali mungkin hanya mengelak. Namun, klaimnya diragukan oleh para pakar keamanan siber Iran dan ditolak oleh keluarga para komandan .

Putri Mayor Jenderal Ali Shadmani mengatakan,  “Lokasi ayah saya berubah setiap beberapa jam. Mereka tidak membawa ponsel atau perangkat pintar. Protokol keamanan dipatuhi. Namun, ketika mereka pindah ke lokasi baru, mereka langsung menjadi sasaran. Pelacakan presisi Israel melampaui WhatsApp atau spionase tradisional.”

Pada 13 Juni, setelah Israel membunuh komandan Markas Pusat Khatam al-Anbiya, Shadmani ditunjuk untuk menggantikannya. Empat hari kemudian, ia juga dibunuh. Putra Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, komandan Pasukan Dirgantara IRGC, juga menepis teori WhatsApp. Ia mengenang kehati-hatian ayahnya yang ekstrem : “Ketika ingin berbicara, ia menyuruh kami mengumpulkan telepon rumah dan bahkan remote control TV, lalu memindahkannya ke ruangan lain.”

Kasus lainnya adalah terbunuhnya Mayor Jenderal Mahmoud Bagheri, komandan divisi rudal IRGC, yang dikenal sebagai “insinyur rudal”. Putranya kemudian menceritakan bagaimana rumah mereka diserang dua kali pada 13 Juni. Bagheri selamat dari serangan-serangan tersebut, tetapi tewas pada malam yang sama dalam sebuah serangan terhadap sebuah pertemuan IRGC.

Setelah kejadian ini, para komandan mencoba mengadakan pertemuan di lokasi non-militer. Bahkan lokasi-lokasi tersebut pun terkena dampak.

Pada 15 Juni, Lapangan Tajrish di Teheran utara dibom. Satu ledakan menghancurkan sebuah pusat kebudayaan yang terkait dengan Administrasi Masjid negara itu, tempat para pejabat senior Garda Revolusi dan Kementerian Intelijen sedang bertemu. Kepala Intelijen Garda Revolusi Mohammad Kazemi, Kepala Intelijen Pasukan Quds Mohsen Bagheri, dan para deputi mereka tewas. Setidaknya 12 warga sipil juga tewas , dan 50 orang lainnya luka-luka .

Jangkauan Mossad semakin diperkuat melalui panggilan telepon yang dilakukan kepada para komandan yang masih hidup. Setelah perang, televisi pemerintah Iran menayangkan salah satu panggilan tersebut, di mana sebuah suara yang konon berasal dari seorang agen Mossad berkata kepada seorang pejabat Iran: “Kami lebih dekat dengan Anda daripada urat leher Anda.”

Serangan terhadap Dewan Keamanan Nasional Tertinggi

Pada 16 Juni, Israel menyerang pertemuan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi di ruang bawah tanah sebuah gedung di Teheran barat. Ketepatan serangan tersebut menunjukkan adanya infiltrasi di tingkat tertinggi.

Detail serangan baru muncul setelah perang. Bahkan media yang dekat dengan Garda Revolusi mengakui: “Mengingat keakuratan informasi musuh, kemungkinan adanya penyusup sedang diselidiki.”

Menurut laporan yang terkait dengan IRGC, enam rudal menghantam lokasi tersebut, tidak hanya menargetkan ruang pertemuan tetapi juga pintu keluar darurat untuk memblokir rute pelarian.

Dalam sebuah video yang baru-baru ini dirilis, Presiden Masoud Pezeshkian mengenang pengalamannya melarikan diri. Ia mengatakan ia melihat sebuah lubang tempat udara masuk, dan melalui lubang itu, para pejabat tinggi Iran keluar dari gedung yang dibom.

Perang tersebut memberikan banyak contoh tentang jangkauan Israel. Pada suatu saat, pesawat tanpa awak Israel mengejar mobil menteri luar negeri saat ia mencoba menyeberang ke Turki untuk merundingkan akhir konflik.

Ini bukan pertama kalinya Iran diretas. Pada tahun 2010, virus Stuxnet mengganggu fasilitas nuklir. Pada tahun 2006 dan 2009, beberapa ilmuwan nuklir dibunuh. Dan pada tahun 2024, Ismail Haniyeh terbunuh di zona aman saat bertemu dengan pejabat Iran.

Namun, selama bertahun-tahun, para pejabat Iran bungkam atau meremehkan insiden semacam itu. Para ahli berpendapat bahwa penyangkalan ini justru memperdalam pengaruh Israel terhadap sistem keamanan Iran.

Gholamali Jafarzadeh Aymanabadi, mantan anggota parlemen, mengatakan infiltrasi telah mencapai tingkat tertinggi negara. Ia menambahkan bahwa hanya sedikit yang berubah sejak perang, sambil mengejek penangkapan para tersangka mata-mata: “Beberapa mata-mata Mossad mencari mata-mata Mossad di antara mata-mata Mossad.”

Back to top button