Crispy

Musoleum OG Khouw di Petamburan Masih Jadi Bangunan Makam Termahal

  • Gunakan perbandingan harga emas tahun 1930 dan 2022 untuk mendapatkan nilai Musoleum OG Khouw.
  • Nilai yang Anda dapatkan dipastikan membuat semua terbelalak.

JERNIH — Menjulang di keheningan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petamburan, Musoleum OG Khouw masih terus menebar aura kemewahan meski nyaris berusia satu abad.

Beberapa bagian musoleum dimakan usia, rusak oleh tangan-tangan jahil, atau tak terawat, tapi delapan pilar marmer yang membentuk struktur oktagon untuk menopang kubah masih gagah menghadapi masa depan.

Di masanya, sekitar tahun 1930-an, Musoleum OG Khouw adalah bangunan makam termewah di Hindia-Belanda dan Asia Tenggara. Bahkan, Sinpo — koran masyarakat Tionghoa berbahasa Melayu — menyebutnya lebih mewah dari makam miliarder John D Rockefeller di Sleepy Hollow, New York.

Kini, di tengah marak pertumbuhan makam-makam mewah di luar Jakarta, apakah Musoleum OG Khouw akan kehilangan daya tariknya. Atau, apakah Musoleum OG Khouw masih akan menjadi yang termewah dan megah di Indonesia?

OG Khouw

Khouw Oen Giok lahir di Batavia 13 Maret 1874. Ia adalah putra Khouw Tjeng Kee, landheer van Tambun atau pemilik tanah parikelir Tambun dan Liuetenan der Chinezen.

Ada kata ‘sia’ di belakang nama Khouw Oen Giok. Lengkapnya, Khouw Oen Giok Sia.

Sia adalah kata yang disematkan untuk anggota keluarga cabang atas, lapisan paling tinggi dalam hirarki sosial-ekonomi masyarakat Tionghoa di Hindia-Belanda saat itu.

Khouw Oen Giok menghabiskan masa kecilnya di Molenvliet West 211, rumah Keluarga Khouw yang pernah menjadi kantor Kedubes RRT di era Orde Lama.

Khouw Oen Giok tidak bersekolah formal tapi home schooling, karena sekolah untuk orang Tionghoa yang didirikan pemerintah Hindia Belanda belum ada. Guru-guru Belanda didatangkan ke rumah, mengajarkan matematika, fisika, dan tentu saja Bahasa Belanda.

Khouw Oen Giok adalah generasi pertama peranakan Tionghoa yang menerima pendidikan Belanda. Ia menjadi sepenuhnya menggunakan Bahasa Belanda, berpakaian ala Barat, termasuk mem-Barat-kan namanya menjadi OG Khouw.

Sesuai tradisi Barat, nama keluarga atau marga diletakan di belakang. Sedangkan dalam tradisi Tionghoa, nama keluarga diletakan di depan. Maka Khouw Oen Giok menjadi O.G. Khouw.

Semua itu dilakukan Khouw On Giok agar diterima menjadi Belanda, atau mendapatkan status kewarga-negaraan Belanda di Hindia Belanda.

Sebagai gambaran pemerintah Hindia Belanda membagi pemukim tanah jajahan menjadi tiga golongan; Belanda dan Eropa non-Belanda, Vreemde Oosterlingan (Timur Asing) dan Inlander (Bumi Putera). Tionghoa, bersama Arab dan Jepang, masuk golongan vreemde oosterlingen atau Timur Asing.

Namun, ia tidak sepenuhnya tercerabut dari akar leluhurnya. Tahun 1900, ketika Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) — organisasi yang bertujuan membangkitkan kembali identitas ke-Tionghoa-an lewat pengajaran Konfusianisme — dibentuk OG Khouw aktif membantu.

Tahu 1901, OG Khouw menjabat wakil presiden THHK, mendampingi Phoa Keng Hek. Ia juga terlibat dalam pendirian Tiong Hoa Hak Tong, sekolah Tionghoa yang dikelola THHK, dan menggunakan Bahasa Mandarin.

Tahun 1908, ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan Holandsche Chinese School (HCS), sekolah untuk anak Tionghoa dengan bahasa pengantar Belanda, OG Khouw menyediakan rumahnya di Financienstraat, kini Jl Pinangsia, untuk digunakan sebagai sekolah pertama HCS.

Tahun itu pula ia meninggalkan Hindia-Belanda, dan menghabiskan hidup antara Amsterdam (Belanda), Riviera (Prancis), dan Swiss. Pemberita Betawi edisi 24 Juli 1908 mengabarkan OG Khouw mengajukan naturalisasi melalui sidang Tweede Kamer.

Tweede Kamer mengabulkan permintaannya. Orang Tionghoa dan Eropa di Hindia-Belanda terkejut. Tapi dia bukan satu-satunya orang orang Tionghoa yang mendapat status itu. Lainnya adalah Oey Tiang Hoei, seorang Tionghoa Batavia, dan pribumi asal Surakata bernama Mas Asmaoen — dokter pertama Hindia-Belanda lulusan Universiteit Amsterdam.

Tahun 1915, saat Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, OG Khouw menyumbang 40 ribu gulden ke Palang Merah Belanda. Tilburgsche Courant Dagblad edisi 6 April 1915 memberitakan Ratu Wilhelmina memberi penghormatan kepada OG Khouw dengan menyebutnya wakil masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda.

Banyak sumber mengaitkan OG Khouw dengan pendirian Klinik Jang Seng Ie tahun 1924. Klinik itu kini menjadi RS Husada. Namun, Michael Hadi — yangs selama bertahun-tahun meneliti OG Khouw — mengatakan sejak 1908 tidak ada kabar OG Khouw masih tinggal di Hindia Belanda, lebih tepatnya Batavia.

Masih yang Termahal?

OG Khouw meninggal di Bad Ragaz, Swiss, 1 Juli 1927. Lim Sha Nio, istrinya, membawa jenazah OG Khouw ke Belanda untuk dikremasi. Dari Belanda, abu jenazah dibawa ke Hindia Belanda dengan kapal SS Prins Der Nederlander dan tiba di Batavia pada 4 September 1927.

Abu disemayamkan di altar keluarga di rumah masa kecil OG Khouw di Molenvliet West 211 selama 14 hari. Pada 19 September abu dibawa ke pemakaman di Laanhof, kini TPU, Petamburan.

Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, surat kabar Belanda, melaporkan situasi pemakaman itu dengan menarik. Prosesi dimulai pukul 08:00 pagi. Resimen musik mengiringi mobil pembawa abu jenazah.

Di kedua tepi jalan, warga Tionghoa, Belanda, dan pribumi memberi penghormatan terakhir. Sekitan ratus, atau mungkin ribu, karangan bunga memenuhi halaman rumah dan pemakaman.

Tidak ada yang tahu pasti kapan musoleum ini dibangun. Sebagian orang mengatakan pembangunan dimulai sejak 1927 dan selesai 1931. Sumber lain mengatakan pembangunan musoleum berlangsung dua tahun, dan selesai 1931. Jika mengacu yang kedua, pembangunan dimulai 1929, atau dua tahun setelah kematian OG Khouw.

Bangunan musoleum dirancang Giuseppe Racina, arsitek berkebangsaan Italia yang pernah tinggal di Surabaya, dengan Ai Marmi Italiani sebagai kontraktor.

Tahun 1920-an, Ai Marmi Italiani populer sebagai kontraktor pembangunan makam. Di Batavia, perusahaan berkantor di Krekot. Perusahaan juga membuka kantor di Surabaya dan Malang, dengan kantor pusat di Genoa, Italia.

Koran Utrechtsch Nieuwsblad edisi 24 September 1932 menulis biaya pembangunan 500 ribu gulden, atau 250 ribu dolar AS dalam kurs saat itu, sebuah angka yang membuat setiap orang berdecak.

Pertanyaannya, jika dihitung dengan harga saat ini, berapa nilai Musoleum OG Khouw?

Wikipedia menulis nilai Musoleum OG Khouw saat ini adalah 4,5 juta dolar, atau Rp 66,8 miliar. Tidak jelas bagaimana perhitungan untuk sampai angka 4,5 juta dolar AS. Kemungkinannya adalah dengan mengakumulasi inflasi mata uang dolar.

Ada cara lain menghitung nilai Musoleum OG Khouw saat ini, yaitu dengan melihat harga emas internasional tahun 1930-an — atau tahun-tahun sebelumnya — dengan harga emas saat ini. Jika ini dilakukan, mungkin kita akan mendapakan angka yang membuat mata lebih terbelalak.

Data Historical Gold Prices 1833 to Present memperlihatkan harga emas tahun 1930 adalah 20,65 dolar per troy ounce. Jika perhitungan Utrechtsch Nieuwsblad benar bahwa 500 ribu gulden adalah 250 ribu dolar AS, maka Musoleum OG Khouw saat dibangun sama dengan 12.106 troy ounce emas, bahkan lebih.

Jika jumlah emas sebanyak itu, atau 12.106 troy ounce, dikalikan dengan harga emas per troy ounce saat ini yang 1.830 dolar AS, akan diperoleh angka 22.153.980 dolar AS, atau Rp 330,3 miliar.

Perhitungan mana pun yang kita yakini hanya akan menunjukan Musoleum OG Khow, meski telah berusia hampir 100 tahun, masih yang termahal di Indonesia, atau mungkin di Asia Tenggara. Bahkan belum akan tersaingi dengan makam di pekuburan mewah di luar Jakarta saat ini sampai seratus tahun ke depan.

Mengapa begitu mahal?

Seluruh material bangunan; delapan kolom marmer hijau kehitaman, lempeng marmer yang melapisi sekujur bangunan, kubah, dan pagar kuningan, empat patung di sekeliling musoleum dan satu patung malaikat di dalam musoleum, didatangkan dari Italia. Pemasangan seluruh material juga dilakukan tenaga ahli dari Italia.

Pembangunan berlangsung ketika dunia mengalami resesi hebat akibat kejatuhan harga saham di bursa New York. Great Depression, begitu orang AS menyebutnya, dimulai 1929 dan berakhir 1939.

Di Hindia Belanda great depression mengakibatkan nyaris seluruh perusahaan bangkrut akibat perdagangan ke Eropa dan AS terhenti. Para tuan tanah penghasil komoditas ekspor tidak bisa menjual produksinya.

Kita bisa membayangkan ketika ekonomi mengalami resesi hebat, sebuah musoleum megah dengan biaya pembangungan fantastis berdiri. Itulah yang membuat semua orang melongo.

Musoleum dipastikan dibangun janda OG Khouw, yaitu Lim Sha Nio. Ini terlihat bagaimana Nyonya Lim mempersiapkan segalanya, termasuk ruang makam untuk dirinya, tepat di samping suaminya.

Jika Taj Mahal adalah lambang cinta suami kepada istri, Musoleum OG Khouw adalam tanda cinta istri kepada suami.

Musoleum terdiri dari dua bagian; atas dan bawah. Di bagian atas hanya ada dua batu nisan besar bertuliskan nama keduanya. Di bagian bawah, di dalam ruang berlapis marmer putih, tersimpan abu OG Khouw dan Lim Sha Nio.

Tidak ada unsur Tionghoa sedikit pun kecuali meja altar dan hiolo, atau tempat menempatkan hio, di bagian bawah bangunan. Seluruh bangunan bergaya campuran Romawi-Yunani dan art deco.

Ada patung wajah OG Khouw dan Nyonya Lim, yang dipastikan juga dibuat di Italia. Wajah Nyonya Lim tampak muda, karena saat OG Khouw meninggal ia masih berusia 48 tahun.

Nyonya Lim meninggal tahun 1957 dalam usia 78 tahun, atau 30 tahun setelah kematian suaminya.

Back to top button