Pagar Gedung Putih Dipenuhi Poster Tuntut Trump ‘Loser’ Mundur
JERNIH – Di Indonesia, tembok atau pagar gedung DPR sering menjadi ajang protes dengan menempelkan spanduk atau poster dari para pengunjuk rasa. Demikian pula di Amerika Serikat. Pagar Gedung Putih di Washington DC menjadi pelampiasan kekecewaan warga terhadap ulah Presiden Donald Trump terkait hasil pemilihan presiden.
Jika Donald Trump melihat keluar jendela ke Pennsylvania Avenue, tentu tidak akan menyukai pemandangan yang menyapanya ketika poster dan spanduk yang diikat ke pagar keamanan meminta dia untuk pergi. Ya pergi dari Gedung Putih, tempat Presiden AS berkantor.
Presiden Trump memang sering mencap lawannya sebagai “pecundang” dan menyatakan siap untuk kalah dari saingan Demokrat Joe Biden setelah pemungutan suara. Tetapi Trump diam-diam menolak dan malah membuat klaim tidak berdasar tentang penipuan dan kecurangan suara.
Hal ini memunculkan reaksi dari warga AS terutama pendukung calon presiden yang sementara unggul dalam perhitungan suara yakni Joe Biden. Dalam beberapa hari terakhir para demonstran telah berbaris di jalan-jalan di Washington DC menuntut Trump mundur. Mereka membawa poster, spanduk dan memasangnya di pagar keamanan di luar 1600 Pennsylvania Avenue.
Beberapa spanduk tersebut bahkan bertuliskan pesan yang sangat berani seperti ‘Eviction Notice’ (Pemberitahuan penggusuran), sementara beberapa tanda kecil hanya menyatakan ‘Loser’ alias pecundang merujuk pada karir Presiden sebelumnya dengan membawakan The Apprentice di TV AS.
Pesan lain yang disematkan di dinding bertuliskan “Black Lives Matter”, “Trump is Unfit”, “Game Over Fascist Clown” dan “We Are Better Than This”. Juga ada model mirip orang-orangan sawah dipasang di bagian atas dinding, mengenakan hoodie bertuliskan “Trump Pence #OutNow”.
Presiden Trump yang berusia 74, akan mengadu pegi ke pengadilan dalam upaya putus asa untuk membatalkan penghitungan yang tidak berjalan sesuai keinginannya. Ia telah menantang karena peluangnya untuk terpilih kembali memudar. Dia telah berulang kali membuat klaim yang tidak berdasar dan kampanyenya mengejar serangkaian tuntutan hukum yang menurut para ahli hukum tidak mungkin mengubah hasil pemilu.
Warga AS harus menunggu lebih lama daripada dalam pemilihan presiden mana pun sejak tahun 2000 untuk mengetahui pemenangnya, dengan penghitungan diperlambat oleh rekor jumlah surat suara yang masuk.
Pandemi Covid-19 mendorong banyak orang untuk menghindari pemungutan suara secara langsung pada Hari Pemilihan Selasa. Posisi sementara, Biden, 77, memiliki keunggulan 253 banding 214 dalam pemungutan suara Electoral College negara bagian yang menentukan pemenang, menurut Edison Research. [*]