Papua Nugini Setujui Kesepakatan Pertahanan Penting dengan Australia

Perjanjian itu juga akan menciptakan jalur bagi 10.000 warga Papua Nugini untuk bertugas di Angkatan Pertahanan Australia, sementara PNG juga bertujuan membangun kekuatan pertahanannya menjadi 7.000 tentara.
JERNIH – Papua Nugini (PNG) telah menyetujui perjanjian pertahanan bersama dengan Australia. Perjanjian ini merupakan sebuah langkah maju yang besar bagi kesepakatan keamanan penting kedua negara.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape, kemarin, mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa kabinet pemerintahannya telah memberikan persetujuannya atas kesepakatan tersebut, dan memuji hubungan yang meningkat dengan Australia. “Hal ini mencerminkan kedalaman kepercayaan, sejarah, dan masa depan bersama antara kedua negara kita,” ujar Marape dalam sebuah pernyataan.
Perjanjian Pukpuk awalnya direncanakan akan ditandatangani pada bulan September bertepatan dengan peringatan 50 tahun kemerdekaan Papua Nugini, tetapi kabinet Marape gagal mencapai kuorum.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan di media sosial bahwa ia berharap dapat menandatangani perjanjian tersebut dan membentuk aliansi formal dengan PNG.
Teks Perjanjian Pukpuk belum dipublikasikan, tetapi beberapa rincian dirilis dalam pernyataan Marape, termasuk referensi ke klausul pertahanan bersama, sembari menjabarkan ketentuan bagi PNG untuk memodernisasi kemampuan militernya dan mengembangkan pasukan cadangan nasional yang terdiri dari 3.000 sukarelawan.
Perjanjian itu juga akan menciptakan jalur bagi 10.000 warga Papua Nugini untuk bertugas di Angkatan Pertahanan Australia, sementara PNG juga bertujuan membangun kekuatan pertahanannya menjadi 7.000 tentara.
PNG memiliki populasi lebih dari 11 juta orang dan merupakan salah satu negara paling beragam di dunia, menurut Bank Dunia, tetapi negara ini juga berjuang melawan kekerasan yang berulang di antara lebih dari 10.000 klan etnisnya.
Menurut Jennifer Parker, seorang pakar pertahanan mengungkapkan Australia mengambil alih kendali PNG sebagai kekuatan kolonial pada tahun 1902 dan mengelola negara tersebut hingga tahun 1975, tetapi kedua belah pihak tetap dekat sejak saat itu.
Parker mengatakan kepada Al Jazeera bahwa perjanjian itu tampaknya akan mengkodifikasi hubungan pertahanan kedua negara dan dapat menjadikan Australia sekutu perjanjian pertamanya dalam 70 tahun.
Australia hanya memiliki dua sekutu resmi – Amerika Serikat dan Selandia Baru – berdasarkan perjanjian ANZUS 1951. “Kita tidak akan tahu sebelum melihat rincian perjanjiannya, tetapi ada pandangan bahwa perjanjian itu akan mencakup kewajiban umum untuk saling mendukung dan membela,” ujar Parker kepada Al Jazeera.
Justin Bassi, Direktur Eksekutif Australian Strategic Policy Institute, mengatakan kesepakatan ini juga akan membuka jalan bagi “Australia untuk memperdalam investasinya di sektor pertahanan [Papua Nugini] guna menghadapi tantangan yang muncul.”
Perjanjian itu muncul pada saat Australia waspada terhadap meningkatnya kehadiran China di Pasifik dan di tengah kekhawatiran bahwa Tiongkok dapat mendirikan pangkalan militer di wilayah tersebut.
Meskipun Canberra khawatir, perjanjian tersebut juga akan mencakup ketentuan untuk menghormati hubungan pertahanan “pihak ketiga” antara Port Moresby dan negara lain, menurut kantor Marape. Frasa itu tampaknya merupakan referensi tersirat kepada China, yang merupakan salah satu mitra dagang terpenting PNG dan sumber investasi asing langsung.
Kedutaan Besar Tiongkok di Port Moresby mengatakan pada bulan September bahwa PNG harus menjunjung tinggi kemerdekaannya dan tidak menandatangani perjanjian yang “bersifat eksklusif” serta membatasi PNG untuk bekerja sama dengan pihak ketiga.






