CrispyVeritas

Pemanggilan Langsung sebagai Tersangka Picu Protes, Warga Aceh Utara Tuduh PTPN IV Lakukan Kriminalisasi

Pemanggilan oleh Polisi tersebut menjadi sorotan karena nama empat warga langsung tercantum sebagai tersangka tanpa melalui proses pemeriksaan awal. Publik menilai langkah itu janggal dan mengindikasikan dugaan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak tanah dalam konflik agraria antara masyarakat 19 desa dan PTPN IV Regional 6 Cot Girek.

JERNIH– Ratusan warga dari Kecamatan Cot Girek, Pirak Timu, dan Paya Bakong mendatangi Mapolres Aceh Utara pada Senin siang (24/11/2025). Kedatangan massa bertujuan mengawal pemanggilan empat warga yang ditetapkan sebagai tersangka terkait laporan dugaan pengeroyokan dalam aksi massa pada 1 Oktober 2025.

Pemanggilan tersebut menjadi sorotan karena nama empat warga langsung tercantum sebagai tersangka tanpa melalui proses pemeriksaan awal. Publik menilai langkah itu janggal dan mengindikasikan dugaan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak tanah dalam konflik agraria antara masyarakat 19 desa dan PTPN IV Regional 6 Cot Girek.

“Kami hadir untuk memastikan proses hukum berjalan terbuka dan adil. Bentuk pemanggilan seperti ini menunjukkan indikasi kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak agraria,” kata salah seorang tokoh masyarakat yang hadir di lokasi.

Kronologi Kejadian 1 Oktober

Aksi blokade jalan angkutan sawit dilakukan masyarakat sejak 27 September hingga 6 Oktober 2025 di Desa Tempel, Cot Girek. Aksi ini dilakukan sebagai protes atas dugaan penyerobotan lahan oleh perusahaan hingga dua kali lipat dari luas HGU 7.500 hektare.

Pada Rabu (1/10/ 2025) sekitar pukul 11.00 WIB, saat massa sedang melakukan zikir, seorang pekerja PTPN IV bernama Alam Syah memasuki kerumunan dan menarik Ketua Aliansi Masyarakat Tani Bergerak, Dwijo Warsito. Massa mendorong pelapor keluar dari barisan untuk menghindari kericuhan. Setelah kejadian itu, yang bersangkutan melapor ke Polres Aceh Utara dengan tuduhan pengeroyokan.

Polres Aceh Utara kemudian mengirim surat panggilan tersangka pertama kepada lima warga pada 14 November 2025, dan surat panggilan kedua dikirim kepada dua warga pada 21 November 2025 untuk hadir pada Senin, 24 November 2025.

Polisi Dinilai Prematur dan Tidak Profesional

YLBHI–LBH Banda Aceh menilai penetapan warga sebagai tersangka tanpa penyelidikan terlebih dahulu sebagai bentuk kriminalisasi. Mereka menilai unsur pidana pengeroyokan sebagaimana dimaksud Pasal 170 KUHP tidak terpenuhi karena tidak terjadi kekerasan nyata dan tidak menimbulkan akibat luka.

Menurut LBH, langkah Polres Aceh Utara menunjukkan ketidakprofesionalan dalam penanganan perkara. “Patut diduga, demi memihak pada PTPN IV, Polres Aceh Utara dengan seenak hati main potong kompas. Masyarakat langsung dijadikan tersangka tanpa penyelidikan. Ini lucu, dan harus menjadi perhatian Komisi Reformasi Polri,” ujar Muhammad Qodrat, Kepala Operasional YLBHI–LBH Banda Aceh, dalam pernyataan tertulis yang diterima Jernih.

Selain itu, LBH juga mendesak Pemerintah Daerah untuk merespons tuntutan masyarakat terkait penyelesaian sengketa lahan di 19 desa, serta meminta perusahaan menghentikan proses kriminalisasi.

Masyarakat menegaskan bahwa mereka tidak menolak proses hukum, tetapi meminta penyidik bekerja sesuai prosedur dan secara imparsial. “Kami menghormati hukum. Tetapi hukum juga harus adil. Jangan sampai masyarakat selalu diperlakukan sebagai pihak yang salah,” kata salah satu warga.

Untuk itu,masyarakat meminta Polres Aceh Utara agar:

-Menjamin hak pendampingan hukum bagi warga yang dipanggil,

-Memeriksa semua pihak secara imparsial, termasuk pihak yang diduga memprovokasi massa,

-Menghentikan upaya kriminalisasi atas perjuangan agraria,

-Tidak menjadikan konflik lahan sebagai alasan penindasan terhadap warga.  [rls]

Back to top button