Pengadilan Jerman Batalkan Larangan Azan di Masjid
Masjid ini dikelola oleh DITIB, kelompok payung Islam terbesar yang beroperasi di Jerman, yang mewadahi 900 masjid. Banyak para imamnya dididik, dibiayai dan dikirim oleh pemerintah Turki.
JERNIH– Pengadilan di Münster, Jerman, pada hari Rabu (23/09) memutuskan bahwa masjid di Oer-Erkenschwick diizinkan kembali untuk menyuarakan azan. Keputusan itu diambil oleh pengadilan yang lebih tinggi dari pengadilan sebelumnya yang mengabulkan sebuah gugatan atas kasus yang terjadi di Kota Oer-Erkenschwick, negara bagian Nordrhein-Westfallen.
“Setiap masyarakat harus menerima bahwa kita harus memahami orang lain dalam menjalankan keyakinan mereka,” kata Hakim Ketua, Annette Kleinschnittger. Keputusan pengadilan sebelumnya telah memerintahkan masjid untuk menghentikan azan pada tahun 2018, setelah pasangan Kristen yang tinggal sekitar satu kilometer dari masjid, mengajukan keluhan.
Hak dan kebebasan beragama
Argumentasi yang disampaikan penggugat mengutip undang-undang kebebasan beragama negatif, mengenai hak untuk terhindar dari ekspresi keyakinan lainnya. Namun pengadilan di Münster menemukan bagian dari undang-undang tentang kebebasan beragama tersebut, bahwa yang dimaksudkan bukan seperti yang disampaikan penggugat.
Menurut pengadilan, inti dari undang-undang itu adalah berusaha melindungi individu dari pemaksaan untuk untuk terlibat dalam ritual keagamaan yang bertentangan dengan kehendak mereka.
Keluhan pasangan yang tinggal di sekitar masjid itu lebih berfokus pada konten dari yang disampaikan oleh muazin, ketimbang persoalan kebisingan, demikian pengacara pasangan itu menjelaskan dengan menambahkan bahwa hal itu “tidak bisa dibandingkan dengan dentang lonceng di gereja-gereja”.
Sebelum dicabut izinnya, masjid di kota itu biasa melakukan azan selama dua menit, seminggu sekali. Mereka diberi izin untuk azan dengan menggunakan pengeras suara, maksimal 15 menit. Masjid ini dikelola oleh DITIB, kelompok payung Islam terbesar yang beroperasi di Jerman, yang mewadahi 900 masjid. Banyak para imamnya dididik, dibiayai dan dikirim oleh pemerintah Turki. Kelompok itu berada dalam pengawasan badan intelijen domestik.
Pengadilan Administratif Gelsenkirchen, yang mencabut izin masjid itu pada tahun 2018, menyatakan dalam putusannya bahwa pejabat setempat hanya mempertimbangkan tingkat kebisingan dan bahwa pihak masjid belum berkonsultasi dengan baik dengan lingkungan sekitar terkait penerimaan sosial atas suara azan tersebut. Namun putusan awal itu juga tidak setuju bahwa azan dianggap melanggar kebebasan beragama bagi yang mendengarnya. [AP/Deutsche Welle]