Crispy

Pengungsi Rohingya di Bangladesh Menolak Kembali ke Myanmar dan Diisolasi

  • Pengungsi juga menolak verifikasi nasional Rohingya, dan menyebutnya tipu-tipu pemerintah Myanmar.
  • Junta militer tidak punya niat baik menerima Rohingya, karena berpotensi kehilangan dukungan penganut Buddha.

JERNIHPengungsi Rohingya di Bangladesh, Sabtu 6 Mei, mengatakan tidak akan kembali ke Myanmar hanya untuk dikerangkeng di kamp-kamp di Mangudaw Township.

“Kami tidak ingin dikurung di kamp-kamp,” ujar Oli Hossain, salah satu pengungsi yang mengunjungi negara bagian Rakhine dan melihat langsung permukiman yang disiapkan pemerintah Myanmar.

“Kami ingin kembali ke tanah kami, membangun rumah kami sendiri,” lanjutnya. “Kami juga hanya akan kembali dengan status warga negara Myanmar, dengan semua hak kami untuk hidup.”

Hampir satu juta Muslim Rohingya berdesakan di kamp-kamp di distrik perbatasan Cox’s Bazar. Mereka terusir, atau diusir, dari negara bagian Rakhine — tempat nenek moyang mereka memulai hidup.

Pengusiran paksa, yang disertai pembantaian, digerakan oleh militer Myanmar yang mayoritas beragama Buddha antara 2012 sampai 2017.

Pemerintah Myanmar bersedia menerima mereka kembali, tapi tidak ada jaminan junta militer yang berkuasa memberi kewarga-negaraan dan mengembalikan tanah mereka.

Sebanyak 20 Muslim Rohingya dan pejabat Bangladesh, Jumlat 5 Mei, mengunjungi Maungdaw Township dan desa-desa terdekat di negara bagian Rakhine untuk melihat pengaturan pemukiman kembali Muslim Rohingya.

Seluruh dari mereka tidak puas. Tidak ada jaminan mereka mendapatkan kembali tanah mereka. Pemerintah Myanmar seolah akan mengurung mereka di kamp-kamp, terisolir, dan bukan di tanah mereka.

“Myanmar tempat kami dilahirkan. Kami adalah warga Myanmar, dan akan kembali sebagai warga negara Myanmar,” kata Abu Sufyan, salah satu pengungsi.

Myanmar menawarkan verifikasi nasional Rohingya (NVC), tapi dianggap tidak memadai oleh pengungsi. Menurut Abu Sufyan, NVC adalah cara pemerintah Myanmar mengidentifikasi Rohingya sebagai orang asing.

“Otoritas Myanmar bahkan mengubah nama desa kami di Rakhinie,” kata Abu Sufyan. “Itu artinya mereka sedang berusaha menghapus kami.”

Junta militer Myanmar cenderung tetap menolak Rohingya, yang selama bertahun-tahun dianggap penyusup asing dan tidak diberi kewarga-negaraan.

Jika junta militer memperbaiki sikap dan menerima Rohingya, mereka akan kehilangan dukungan dari rakyatnya yang mayoritas beragama Buddha.

Muslim Rohingya nyaris tidak punya siapa pun di level elite pemerintahan. Bahan Aung San Suu Kyi, orang yang diharapkan membela mereka, menolak mengaui Rohingya agar bisa memperoleh kekuasaan.

Back to top button