
Oleh Doddi Ahmad Fauji
Penipuan di dunia perbankan, yang dilakukan oleh komplotan yang mengaku pertugas perbankan terhadap nasabah atau calon nasabah yang polos, kerap terjadi. Keluhan-keluhan dari yang tertipu, sesekali pernah saya baca di beranda sosmed, terutama facebook.
Contoh teranyar bagi saya, kasus penipuan dalam dunia perbankan, adalah yang dialami oleh Sukmaji, 67 tahun, seorang purnabakti PU Bina Marga Cianjur. Pengacara Sukmaji, yaitu Nia Rohania dari kantor Rohania Advocate, menuturkan kronologi penipuan yang dialami Sukmaji melalui WA, dalam file doc. Saya membaca dan mempelajarinya. Nia Rohania juga tercatat sebagai komponen aktif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Suryakencana 92 dan LBH Perkumpulan Putra Putri Angkatan Darat (PPPAD) Cianjur. Begini tuturan kronologi penipuan di perbankan yang menimpa Sukmaji, yang melibatkan Bank Capital.

Kisah bermula pada Desember 2024, di mana Sukmaji ingin mengajukan kembali pinjaman ke bank BTPN, tapi kata pihak BTPN, Sukmaji masih punya pinjaman besar, tanpa disebutkan berapa jumlah pinjaman yang tersisa itu.
Diduga berdasarkan informasi dari pegawai BTPN tentunya, datanglah seseorang bernama Wandi Darmawan ke rumah Sukmaji di Sindangbarang, Cianjur, dan menawarkan dapat membantu mencairkan pinjaman dari Bank Capital, yang jumlahnya bisa lebih besar dari BTPN.
Pada 12 Desember 2024, Wandi datang kembali ke rumah Sukmaji, kali ini bersama Yadi, yang mengaku marketing Bank Capital, dan melakukan wawancara sekaligus survey. Kata-kata yang menarik dan menggiurkan yang disampaikan oleh Wandi, membuat Sukmaji dan istri tergiur, hingga mau menandatangani dokumen tersebut tanpa dibaca isinya.
Keduanya meminta Sukmaji menandatangai beberapa dokumen yang mereka bilang sebagai dukumen pengajuan pinjaman, tanpa menyebutkan berapa jumlah pinjaman yang diajukan dan berapa yang akan disetujui.

Tanpa membaca dan memahami isi dokumen, ini sering dilakukan oleh bangsa Indonesia yang kurang literat, sehingga membuat mereka tidak paham substansi persoalan. Gerakan literasi di tengah masyarakat yang telah dicetuskan pemerintah melalui Badan Bahasa pada Juli 2015, harus makin digencarkan pelaksanaannya.
Semua persyaratan untuk pengajuan pinjaman, dari mulai SK asli dari BTPN, ATM, dan buku tabungan diambil oleh Wandi dan Yadi, dan tidak diserahkan lagi kepada Sukmaji hingga sekarang.
Pada 14 Januari 2025, Sukmaji diminta datang ke Bank BTPN untuk pencairan pinjaman, dan pada saat di BTPN, ada pejabat BTPN, namanya Eri, tentu ada Wandi, dan Aziz yang menggantikan posisi Yadi, yang tidak bisa datang, sebagai marketing dan surveyor yang menganalisis pinjaman Sukmaji dari Bank Capital.

Mereka mencairkan uang dan langsung dibayarkan ke pihak BTPN sebagai pelunasan tanpa memberikan penjelasan ke Sukmaji, berapa besar hutang Sukmaji di BTPN, dan berapa pinjaman yang diberikan oleh Bank Capital, serta berapa sisa yang akan diterima oleh Sukmaji. Sampai selesainya transaksi, pencairan dan pelunasan, Sukmaji tidak diberikan dokumen apapun, bahkan tidak menerima sepeser pun uang. ATM Juga buku tabungan BTPN tidak dikembalikan, sementara Sukmaji harus pulang ke Sindangbarang.
Pada bulan Februari, hari Jumat tanggal (berapa)… 2025, Sukmaji mau mengambil gaji di BTPN, tapi karena tidak ada ATM dan buku tabungan, maka Sukmaji disuruh BTPN untuk meminta surat keterangan kehilangan dari kepolisian, dan diserahkan ke pihak BTPN, dan pihak BTPN dengan Customer Service bernama Tantri, memberikan No. rekening saja, yaitu 01411021153, tapi tidak memberikan buku tabungan baru dan ATM baru. Setelah dicek dari komputer serta dipantau lewat CCTV, uang gaji Sukmaji telah diambil oleh Wandi dari bulan Januari dan Februari, rekening koran terlampir.
Berdasarkan Rekening koran dari Bank BTPN dan rekaman CCTV, telah ditemukan adanya dua kali transaksi pemindahbukuan (transfer) lewat ATM ke rekening BCA an. Wandi Darmawan sebesar Rp. 4.200.000, dan transaksi pengambilan secara cash lewat ATM sebesar Rp. 3.000.000.

Setiap kali Sukmaji menanyakan dan meminta keterangan tentang pinjaman di Bank Capital lewat telpon WA kepada Wandi, Yadi, Eko, dan meminta uang sisa pelunasan, tak seorang pun memberikan jawaban yang akurat, dan malah saling lempar.
Pada 9 Maret 2025, Sukmaji meminta bantuan LBH Suryakancana, dan LBH PPPAD Cianjur untuk menyelesaikan masalah ini. Lewat pembicaraan via WA anatara Nia Rohania, kuasa hukum Sukmaji, dengan Eko Wahyu Lokananta yang mengaku koordinator marketing Bank Capital, juga dengan Azis yang mengaku perwakilan Bank Capital dari Sukabumi, yang berlangsung pada 10 Maret menggunakan HP Sukmaji, disebutkan di sana bahwa Wandi, Yadi, dan Eko adalah marketing Bank Capital, sehingga segala bentuk keputusan dari perbuatan atau tindakannya, berada di bawah pengawasan dan menjadi tanggung jawab Bank Capital.
Setelah didesak dengan berbagai tekanan, akhirnya Eko Wahyu Lokananta mengirimkan berkas-berkas pinjaman lewat HP Sukmaji pada 12 Maret 2025. Setelah dipelajari, banyak berkas yang hanya ditandatangani sepihak, oleh Sukmaji saja, sementara para pejabat dari Bank Capital tidak ada tanda tangannya. Dengan demikian, perjanjian ini tidak syah secara hukum, dan dapat dibatalkan pula secara hukum, karena tidak memenuhi unsur-unsur perjanjian pasal 1320 KUHP, dan juga melanggar pasal 1313 KUH Perdata.
Pada 20 Maret 2025, Sukmaji ditemani oleh kuasa hukumnya, Nia Rohania dan Aristiawan, mendatangi bank Capital Bandung. Sebelumnya Sukmaji sudah janjian dengan Eko, karena Eko meminta Sukmaji datang ke Bank Capital di Bandung, untuk pembuatan rekening tabungan, tapi sesampainya di sana, Eko tidak ada, dengan alasan harus ke Sumedang, dan Sukmaji diminta untuk menemui pegawai di sana.
Ketika ditanyakan ke Customer Service Bank Capital, tidak ada yang bernama Eko, dan mereka meminta bertemu dengan manager atau Direktur Bank Capital, karena ingin menyampaikan permasalahan Sukmaji. Oleh Customer Service, mereka disambungkan dengan salah satu pejabat Bank Capital Pusat Jakarta. Berdasarkan keterangan si pejabat, Sukmaji meminjam lewat PT Samida, yang merupakan agen Bank Capital. Pejabat di Jakarta tersebut menyampaikan cicilan Sukmaji nombok sebesar 42/45 ribu rupiah. Artinya, Sukmaji diberi pinjaman yang cicilannya melebihi gaji yang diterimanya.

Hania menuturkan, jika itu benar, berarti Bank Capital sudah melanggar aturan dan tidak sesuai dengan SOP perbankan, sementara dalam pasal 12 dan 13 UU. Perbankan NO. 7 tahun 1992/UU No. 10 tahun 1998, ditegaskan bahwa Bank tidak boleh memberikan pinjaman melebihi Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK/BMCK),dan pihak Bank Capital meminta kami untuk mengajukan keluhan kepada PT Samida, karena Eko adalah pegawai PT Samida.
Berdasarkan keterangan Eko waktu itu, dia berjanji akan menyelesaikan permasalahan ini, selambat-lambatnya 2 minggu, dan akan berunding dengan perusahaan, serta mengganti gaji 3 bulan yang diambil Wandi, juga sisa pencairan, dan akan menyerahkan rekening koran pinjaman Sukmaji agar jelas berapa sebenarnya pinjaman dan cicilan Sukmaji.
Berhubung tidak ada kabar dari Eko, maka pada 22 April 2025, mereka mencoba mencari alamat PT Samida, dan di sana mereka bertemu dengan Eko dan Didin/Didong yang mengaku sebagai atasannya Eko. Setelah beradu pendapat, karena Eko terus mengelak, dan ditengahi oleh Didin, dan Didin berjanji dalam waktu 2 minggu akan menyelesaikan permasalahan tersebut, dan akan meminta keterangan kepada Bank Capital mengenai pinjaman Sukmaji, dan akan menyampaikannya secara langsung kepada mereka di Cianjur.
Berhubung sampai saat ini tidak ada kabar dari Eko dan Didin dari PT Samida, dan juga dari Bank Capital, maka mereka menyimpulkan bahwa keduanya tidak beritikad baik, dan diduga telah dengan sengaja berkomplot dan bekerjasama melakukan penipuan dan penggelapan kepada Sukamaji, dengan memanfaatkan kepolosan nasabah yang secara usia sudah lanjut.
Karena hal tersebut di atas, mereka melaporkan kejadian ini ke pihak Kepolisian Cianjur, dan mengirimkan somasi kepada Bank Capital dan PT Samida, mengirimkan surat permohonan pemblokiran tabungan pensiunan an. Sukmaji ke Taspen, dan Surat Pengaduan Ke OJK dan Bank Indonesia.

Kasus seperti ini, kerap terjadi namun tidak pernah diungkap dan ditindak hingga tuntas, sehingga para penipu terus melenggang-kangkung di dunia perbankan. Adapun aparat, seperti disindir oleh banyak masyarakat, melaporkan kasus malah ke pemadam kebakaran.
Kasus seperti ini, bukan hanya tugas dan tanggung jawab aparat yang harus mengurusnya, namun seluruh stakeholder termasuk barisan pers, juga barisan penegak hukum, harus bertindak bersama untuk menangkapi satu per satu kejahatan yang terjadi dalam dunia perbankan. *