Perampokan Warung Lie Boen Tjit 1893, dan Jl Warung Buncit yang Tinggal Kenangan
- Berita dari koran-koran Belanda di penghujung abad ke-19 ini mungkin menjadi bukti Warung Buncit berasal dari sebuah warung milik Lie Boen Tjit.
- Namun, nama Jl Warung Buncit telah tiada. Berganti jadi Jl Tuty Alawiyah.
JERNIH — Berita ini terdapat di Deli Courant 3 Juli 1893, De locomotief edisi 20 Juni 1893 dan Soerabaijasch handelsblad edisi 21 Juni 1893.
Beritanya pendek saja, ada yang ditampilkan sebagai berita tersendiri, lainnya digabung dengan berita lain dalam sepekan. Begini isi beritanya:
Sekali lagi perampokan brutal yang belum pernah terjadi sebelumnya berlangsung di Meester Cornelis. Sehari sebelum tadi malam (tanggal tak disebut) tiga ketjoe, atau perampok, memasuki warung Lie Boen Tjit melalui atap dan menggasak semua yang mereka inginkan.
Tepat di belakang warung seorang penjaga dibungkam dan dijaga enam orang, yang semuanya bersenjata pistol. Satu ketjoe menodongkan pistol ke kepala penjaga.
Sangat disayangkan warga memandang situasi ini secara pasif, tapi semua orang yakin situasi itu tak bisa ditangani penduduk.
Kabar dari masa lalu ini mengindikasikan bahwa asumsi Jl Warung Buncit berasal dari warung milik warga etnis Tionghoa bernama Lie Boen Tjit mendekati kebenaran. Yang menjadi pertanyaan, di mana letak warung itu.
Rekan Priyantono Oemar dari Republika mengatakan ada yang bilang lokasi warung Lie Boen Tjit terletak di samping Pasar Mampang, tepatnya yang saat ini menjadi gedung cat ijo. Lainnya mengatakan lokasi warung legendaris itu di dekat Kantor Imigrasi Kelas I.
Seorang warga Pejaten yang mengaku keturunan Lie Boen Tjit tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Ia hanya mewariskan cerita lisan dari orang tuanya tentang Lie Boen Tjit dan masa keemasannya.
Tinggal Kenangan
Namun, nama Jl Warung Buncit tidak ada lagi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, lewat SK No Nomor 565 Tahun 2022, mengganti Jl Warung Buncit menjadi Jl H Tuty Alawiyah.
Perubahan ini nyaris tanpa protes. Padahal, ketika ada usulan Jl Warung Buncit diganti dengan Jl Jenderal AH Nasution, warga Betawi di kedua sisi jalan itu protes. Alasannya, nama Warung Buncit menyimpan sejarah.
Alasan yang dapat diterima, meski sejauh ini penutur sejarah Betawi tak menyodorkan bukti — berupa arsip dari masa lalu — bahwa pernah ada warung milik warga Tionghoa bernama Buncit.
Ada penulis Betawi, yang bukunya laris manis, mengindikasikan Buncit sebagai nama orang Tionghoa. Namun, sang penulis gagal menemukan nama depan, atau marga, Buncit. Setidaknya sang penulis mereka-reka saja.
Spekulasi lain soal Warung Buncit menyebutkan warung itu milik warga Tionghoa yang berperut gendut. Orang Betawi, kata si empunya spekulasi, menyebut perut yang gendut sebagai buncit.
Sejarawan JJ Rizal mengatakan pemilik warung itu adalah Tan Boen Tjit. Budayawan Yayan Andi Saputra mengatakan nama Warung Buncit berasal dari kata Betawi arkais atau kuno.
Jelasnya, menurut Yayan Andi Saputra, warung merujuk pada pos. Buncit adalah kata dalam Bahasa Betawi lama untuk menunjuk tempat paling belakang.
Sebagai nama yang berasal dari sosok etnis Tionghoa legendaris di kawasan itu, nama Jl Warung Buncit seharusnya dianggap sebagai simbol pembauran etnis dan toleransi yang mengakar kuat di masyarakat Betawi. Nama itu seharusnya terpelihara, dan sejarahnya digali.