Perang Drone di Langit Nagorno-Karabakh
Rusia untung besar dengan memasok senjata kepada kedua pihak. Stockholm Peace Research Institute (SIPRI) melaporkan, Rusia memasok 51 persen senjata Azerbaijan, dan lebih dari 90 persen pembelian senjata Armenia
JERNIH— Konflik di Nagorno-Karabakh yang melibatkan kekuatan Azerbaijan dan Armenia, yang berlangsung sejak 27 September 2020, kini telah menjadi perang besar dan terbuka. Korban sipil di kedua pihak berjatuhan, seiring penggunaan senjata berpemandu presisi yang telah melampaui eskalasi sebelumnya, 1990-an dan 2016.
Situs berita Eurasia Review melaporkan sebuah rekaman video sebuah serangan yang menunjukkan kendaraan udara nirawak (UAV) bermuatan beberapa kilogram bahan peledak meledak saat menabrak sasaran. Video itu telah dibagikan secara luas di dunia maya.
“Ini adalah perang generasi kelima, di mana drone tempur, artileri, dan sistem rudal digunakan dengan sangat intensif. Kepadatan tembakan sangat jauh dari skala biasanya,” tutur Artsrun Hovhannisyan, perwakilan khusus dari Kementerian Pertahanan Armenia, sebagaimana dilaporkan Eurasia Review.
Dalam beberapa tahun terakhir, Armenia maupun Azerbaijan telah berinvestasi secara serius dalam pembelian senjata. Pemasok utama Armenia adalah Rusia. Azerbaijan juga membeli senjata dari Rusia, selain dari Israel dan Turki.
Menurut Stockholm Peace Research Institute (SIPRI), pemasok utama senjata Azerbaijan dari 2014 hingga 2018 adalah Rusia (51 persen dari semua pembelian), Israel (43 persen) dan Turki (2,8 persen). Sementara itu, selama lima tahun terakhir, Rusia memasok lebih dari 90 persen senjata ke Armenia.
Menurut Armenia, Azerbaijan menggunakan drone tempur Turki Bayraktar TB2 bersama dengan drone pengintai dan patroli Heron TP dan Hermes 4507 Israel, serta drone kamikaze Orbiter 1K dan Orbiter-3. “Beginilah cara kerja drone yang diproduksi Israel: UAV Hermes 4507 adalah ‘pusat komando’ yang naik ke udara jauh ke belakang dan benar-benar mengelola operasi drone pengintai dan tempur,” kata pakar militer Leonid Nersisyan.
“Drone pengintai dirancang untuk mendeteksi posisi tembak pertahanan udara Nagorno-Karabakh, sementara drone tempur dirancang untuk menghancurkannya.”
Perbedaan utama antara putaran pertempuran kali ini dan sebelumnya, menurut Nersisyan, adalah penggunaan berbagai drone pengintai dan tempur.
Menurut Hovhannisyan, Azerbaijan telah menggunakan drone tempur secara intensif pada hari-hari pertama perang. “Menurut catatan kami, pada hari pertama perang ada sekitar 1.000 drone tempur di angkasa. Niat mereka adalah menonaktifkan sistem pertahanan udara dan posisi tembak tentara pertahanan Nagorno-Karabakh. Tujuan ini telah tercapai sebagian.”
Hovhannisyan menambahkan, “Ini bukan perang untuk orang-orang dengan senapan mesin, tetapi untuk drone, artileri, dan sistem rudal.”
Kombatan Armenia mengonfirmasi hal itu. “Ini bukan perang yang kami lakukan pada 1992-1994,” kata Narek Hovhannisyan, salah satu peserta perang pertama dan sekarang menjadi sukarelawan di garis depan.
“Selama sepuluh hari, unit kami hanya sekali-kalinya menggunakan senapan Kalashnikov. Selama hari-hari lainnya, drone, dan peluru meriam turun seperti hujan es. Prajurit lebih banyak menggunakan sekop untuk menggali parit pertahanan daripada menggunakan senjata dalam perang ini.”
Armenia telah membagikan rekaman video yang menggambarkan penghancuran kendaraan lapis baja Armenia, dengan alasan bahwa ini membuktikan penggunaan UAV Bayraktar TB2 UAV Turki. Namun, tidak ada konfirmasi resmi untuk penggunaan senjata-senjata ini hingga 5 Oktober, ketika Presiden Ilham Aliyev mengatakan bahwa Azerbaijan memiliki “beberapa drone tempur Turki”.
Dengan stasiun berbasis darat dan radius kendali 150 kilometer, drone itu digunakan untuk pengintaian dan penghancuran target darat. Diproduksi oleh perusahaan Turki Roketsan Roket Sanayi ve Ticaret AS, drone itu dapat membawa bom berpemandu laser.
“Ini adalah drone yang sangat kuat,” kata Hovhannisyan. “Ini secara aktif digunakan di Suriah, dan sulit untuk menemukan sistem pertahanan udara yang mampu menembak jatuh dengan efisiensi 100 persen.”
Kanada juga dilaporkan telah menangguhkan ekspor optik drone dan sistem panduan lasernya ke Turki, menyusul laporan bahwa Turki telah mengerahkan puluhan UAV ke Nagorno-Karabakh.
Armenia mengumumkan pada 20 Oktober bahwa mereka berhasil menghancurkan Bayraktar TB2, lantas merilis foto puing-puingnya di medan perang.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashiyan menyatakan, Bayraktar yang hancur “dibangun pada September, sementara kamera ultra-modern diproduksi di Kanada pada Juni.”
“Fakta ini membuktikan keterlibatan langsung Turki dalam perang teroris melawan Artsakh (istilah Armenia untuk Karabkah) dan persiapannya untuk itu,” tulis Pashiyan di laman Facebook-nya. Pashiyan segera menyerukan negara-negara yang memasok Turki dengan perangkat keras untuk sistem Bayraktar agar mengikuti contoh Kanada dan menangguhkan penjualan.
Menurut catatan Eurasia Review, Armenia memproduksi drone pengintai ringan Krunk (crane), yang juga digunakan di Nagorno-Karabakh, meskipun tidak ada data yang tersedia mengenai sejauh mana penyebarannya.
Pada Mei, pasukan lokal di Nagorno-Karabakh mengumumkan bahwa mereka telah berhasil memproduksi dan menguji drone tempur mereka sendiri, tetapi masih belum diketahui apakah drone itu pernah digunakan. “Dilihat dari sifat permusuhan, saya berasumsi bahwa pasukan pertahanan Nagorno-Karabakh hanya menggunakan drone pengintai dan tidak punya waktu untuk membuat produksi massal drone tempur,” ujar Nersisyan.
Sementara itu, Pasukan Pertahanan Nagorno-Karabakh mencoba untuk melawan dominasi Azerbaijan di langit Nagorno-Karabakh dengan sistem rudal anti-pesawat Osa dan Strela-10 buatan Rusia. Hal itu dapat diidentifikasi pada video yang dirilis Kementerian Pertahanan Azerbaijan yang menggambarkan penghancuran peralatan militer, tetapi para ahli mengatakan bahwa penggunaannya terbatas.
“Sulit untuk mendeteksi dan menghancurkan drone bersama mereka,”kata Hovhannisyan. “Selain itu, sistem ini dirancang untuk menghancurkan sejumlah drone dan musuh. Ini telah digunakan banyak sekali sehingga beberapa dari mereka mencapai tujuan dan menghancurkan sistem pertahanan udara musuh.”
“Drone berukuran kecil, seringkali tidak terbuat dari logam, dapat bermanuver, serta sulit dideteksi dan dihancurkan,”kata Hovhannisyan.
Pakar militer Rusia Vladimir Yevseev menegaskan bahwa sistem pertahanan udara Nagorno-Karabakh membutuhkan penguatan segera. “Sistem ini dapat ditingkatkan dengan sistem pertahanan udara jarak pendek Rusia seperti Tor-M2 dan Pantsir-S2,” lanjut Yevseev, dilansir dari Eurasian Review. “Jika Armenia dan Nagorno-Karabakh ingin mengubah situasi di medan perang, mereka harus bekerja untuk meluncurkan sistem ini demi memblokade wilayah udara.”
Namun, dalam beberapa hari terakhir pasukan Nagorno-Karabakh menembak jatuh dua drone tempur Bayraktar TB2 Turki, yang menunjukkan bahwa sistem pertahanan udaranya mungkin telah diperkuat. “Masih terlalu dini untuk memastikan apakah sistem pertahanan udara baru telah dibawa ke Artsakh (nama Armenia untuk Nagorno-Karabakh), tetapi fakta menunjukkan peningkatannya, yang dapat mengubah situasi di medan perang,”kata Nersisyan menyimpulkan. [Eurasia Review]