Crispy

“Pergi, Atau Tanggung Konsekuensinya!” Cina Ancam Kapal Perusak AS di Laut Cina Selatan

Armada Ketujuh AS membalas dengan mengatakan, justru Cina yang selama ini merusak tatanan dan merugikan negara-negara di sekitar Laut Cina Selatan. Sementara, kapal perusak AS berpeluru kendali itu baru saja mengambil bagian dalam latihan bersama dengan Angkatan Laut Singapura

JERNIH–Cina telah mengancam sebuah kapal perang AS untuk meninggalkan sekitar Kepulauan Paracel yang disengketakan di Laut Cina Selatan, atau “menanggung semua konsekuensi”. Ancaman itu datang pada ulang tahun kelima penolakan pengadilan internasional atas sebagian besar klaim Beijing atas perairan yang kaya sumber daya itu.

Paracels–disebut Kepulauan Xisha oleh Beijing-– juga diklaim oleh Vietnam dan negara pulau Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri. Sebuah kapal nelayan Vietnam ditenggelamkan oleh kapal Cina di dekat pulau-pulau itu pada April tahun lalu.

Tian Junli, juru bicara Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA), mengatakan kapal perusak berpeluru kendali USS Benfold telah diperingatkan untuk pergi setelah “masuk tanpa izin” ke perairan Cina, Senin (12/7) lalu.  “Tindakan militer AS secara serius melanggar kedaulatan dan keamanan Cina, merusak perdamaian dan stabilitas Laut Cina Selatan secara serius, dan secara serius melanggar hukum internasional dan norma-norma hubungan internasional. Bukti yang lebih kuat bahwa ia terlibat dalam hegemoni navigasi yang menyebabkan militerisasi wilayah Laut Cina Selatan,” kata Tian, sangat serius.

“Kami mengutuk keras dan dengan tegas menentang ini. Kami mendesak pihak AS untuk segera menghentikan tindakan provokatif mereka dan untuk secara ketat mengontrol kegiatan maritim dan udara mereka. Jika tidak, pihak AS harus menanggung semua konsekuensi yang timbul dari ini,” kata dia, mengancam.

Armada Ketujuh mengatakan USS Benfold telah melakukan operasi kebebasan navigasi (FONOP) pada hari Senin, di dekat Kepulauan Paracel untuk menantang “pembatasan yang melanggar hukum pada lintas damai yang diberlakukan oleh Cina, Taiwan dan Vietnam” dan klaim Cina terhadap garis lurus di sekitar pulau.

“USS Benfold melakukan FONOP ini sesuai dengan hukum internasional dan kemudian melanjutkan operasi normal di perairan internasional,” kata pihak Armada Ketujuh. “Pernyataan Angkatan Laut PLA adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan RRC yang salah menggambarkan operasi maritim AS yang sah dan menegaskan klaim maritimnya yang berlebihan dan tidak sah dengan mengorbankan tetangganya di Asia Tenggara di Laut Cina Selatan.”

USS Benfold berada di Guam untuk latihan bersama dengan angkatan laut Singapura dari 21 Juni hingga 7 Juli, menurut siaran pers resmi.

Peringatan Cina kepada AS bertepatan dengan peringatan tahun 2016 keputusan pengadilan internasional yang menolak sebagian besar klaim Cina di Laut China Selatan. Beijing secara konsisten menolak temuan pengadilan. AS dan Kanada menggunakan peringatan itu untuk mendesak Cina agar mematuhi keputusan tersebut, yang ditentukan berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Di tengah hubungan yang tegang antara Beijing dan Washington, ada kekhawatiran bahwa Laut Cina Selatan dapat muncul sebagai titik nyala potensial. Cina telah mengambil langkah-langkah yang lebih agresif untuk menegaskan klaimnya dan AS telah melakukan latihan reguler dan transit melalui perairan yang diperebutkan.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mendesak Cina dalam sebuah pernyataan pada Minggu malam untuk “menghentikan perilaku provokatifnya”, menambahkan bahwa AS terikat oleh perjanjian pertahanan bersama dengan Filipina–negara penuntut lain di perairan–untuk mempertahankan diri dari potensi serangan Cina di Laut Cina Selatan.

Tian, ​​​​dari Komando Teater Selatan Cina, mengatakan dalam pernyataannya bahwa AS “benar-benar menciptakan risiko keamanan di Laut Cina Selatan. Pasukan teater akan terus menjaga kewaspadaan tinggi untuk secara tegas menjaga kedaulatan dan keamanan nasional di Laut Cina Selatan,” katanya. Entah apa yang dimaksud “komando pasukan teater” itu. [South China Morning Post]

Back to top button