Crispy

Petani Mesir Temukan Prasasti Firaun Apries yang Mati Dicekik Rakyatnya Sendiri

  • Catatan tentang Firaun Apries hanya terdapat pada tulisan Herodotus dan Perjanjian Lama.
  • Prasasti ini diharapkan mengungkap kebenaran kisah kematian sang firaun.
  • Konon, Firaun Apries mati dicekik rakyat yang marah.

JERNIH — Seorang petani di Propinsi Ismailia, Mesir, tersandung tablet batu prasasti berusia 2.600 tahun, atau dari era firaun yang disebut dalam perjanjian lama. Firaun yang terkenal karena dicekik rakyat sampai mati.

Tablet Astone, atau stele, demikian arkeolog menyebutnya, berukuran tinggi 91 inci (2,31 meter) dan lebar 41 inci (104 sentimeter). Prasasti ditemukan awal Juni oleh seorang petani yang mengolah tanah di Propinsi Ismailia, sekitar 60 mil timur laut Kairo.

Mostafa Waziri, sekretaris jenderal Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir, mengatakan prasasti itu tampaknya terkait dengan kampanye militer di timur Mesir yang dipimpin Apries, firaun yang memerintah antara 589 sampai 570 sebelum Masehi (SM).

Bagian bawah prasasti terdapat piringan matahari bersayap, kemungkinan terkait Ra, dewa matahari Mesir kuno, dengan representasi Apries, dengan 15 tulisan hieroglif di bawahnya.

Para arkeolog Mesir kini bekerja menerjemahkan hieroglif prasasti itu.

Apries menjadi firaun setelah kematian Psamtik II, ayahnya, pada 589 SM. Ia penguasa keempat dalam dinasti ke-26 Mesir. Ia juga dikenal sebagai Wahibre Haaibre, yang diidentifikasi dalam kitab Yeremia dalam Perjanjian Lama sebagai Hophra.

Pemerintahannya dirusak perselisihan internal dan kegagalan militer. Bantuannya kepada Raja Zedekia dari Yehuda terbukti tidak efektif. Setelah pengepungan brutal selama 18 bulan, orang Babilonia mengobrak-abrik Yerusalem hanya beberapa tahun setelah pemerintahan Apries dan menghancurkan Bait Suci Pertama.

Tidak jelas apakah kampanye militer yang dirujuk Waziri adalah kegagalan pertahanan Yerusalem atau pertempuran lain. Penghancuran kota itu diikuti pemberontakan di kalangan militer, dan kekalahan militer yang menghancurkan orang-orang Yunani di Libya, dan memicu perang saudara.

Banyak rakyat Mesir mendukung Jenderal Amasis II, yang mendeklarasikan diri sebagai firaun tahun 570 SM. Beberapa sejarawan percaya Apries tewas dalam pertempuran saat mencoba merebut kembali tahta dari tangan Amasis.

Herodotus, penulis Yunani yang disebut ‘bapak sejarah’, menawarkan alterlatif lain bagi nasib raja yang gagal itu. Dalam teks berjudul Inquires, ditulis hamir satu abad setelah kejadian itu, Herodotus mengklaim Apries kembali ke Mempis, ibu kota Mesir kuno, dan disambut kemarahan rakyat.

Rakyat yang marah menyerbut Apries dengan tangan kosong, mencekik saya raja sampai tewas. Jenazah Apries dimakamkan bersama ayahnya.

Apries memerintah selama periode akhir Mesir, yang berlangsung antara 664-332 SM.

Setelah itu, Mesir bukan lagi kerajaan independen. Ditaklukan Alexander The Great, dan dikuasai dinasti Ptolemeus dari Makedonia Yunani. Era Helenistik di Mesir dimulai.

Sebagian besar yang orang ketahui tentang Apries berasal dari Herodotus dan Perjanjian Lama, karena hanya sedikit peninggalan firaun satu ini yang ditemukan.

Sebuah obelisk yang didirikan Apries di Sais dipindahkan ke Roma oleh Diocletian pada abad ketiga, dan sekarang berada di luar gereja basilika Santa Maria Sopra Minerva.

Sebuah patung Apries dan Sphinx dengan wajah di atasnya ditempatkan di Louvre, Paris.

Back to top button