Petugas Pemilu AS Dihantui Ancaman Kekerasan
- Menyerang petugas pemilu dan menyerang lawan dengan kata-kata tak pantas adalah situasi menyedihkan bangsa kita, kata Jaksa Agung Michigan Dana Nessel.
Washington — Pejabat pemilihan umum di beberapa negara bagian, Kamis 5 November 2020, mengatakan mereka khawatir akan keselamatan staf mereka menyusul klaim tak berdasar Donald Trump.
“Istri dan ibu saya sangat mengkhawatirkan keselamatan saya,” kata Joe Gloria, petugas registrasi di Clark County, Nevada, yang mencakup Las Vegas.
Menurut Gloria, seluruh staf-nya kini meningkatakan keamanan, melacak kendaraan yang datang dan pergi dari kantor pemilihan.
“Kami terancam, tapi tidak menghentikan kami melakukan tugas menghitung surat suara,” kata Gloria.
Di Phoenix, Detroit, dan Philadelphia, sekelompok pendukung Donald Trump berkumpul di situs tabulasi sura. Mereka marah ketika melihat keunggulan Joe Biden.
Meski kemarahan tidak diwarnai aksi kekerasan, pejabat setempat mengatakan seluruh staf merasa tertekan oleh kerumunan, dan prihatin dengan berbagai tuduhan yang dilontarkan tanpa henti.
Jaksa Agung Michigan Dana Nessel di Twitter-nya memohon kepada pendukung Trump untuk berhenti melakukan panggilan yang melecehkan, dan bersifat mengancam.
“Mendorong petugas pemilu ke posisi tidak nyaman, dan melontarkan komentar menyedihkan, adalah situasi menyedihkan bangsa kita,” tulis Nessel, seorang Demokrat.
Nessel mengutip teori konspirasi yang menyebutkan pendukung Trump diberitahu untuk mengisi suara dengan spideol Sharpie, bukan pena biasa. Sehingga, surat suara mereka tidak bisa dihitung mesin.
Katie Hobbs, menteri negara bagian Arizona, mengatakan kepada CNN bahwa perhatian utamanya saat ini adalah keamanan staf. Ia juga mengatakan pengunjuk rasa menyebabkan penundaan dan gangguan, serta mencegah petugas melakukan tugas mereka.
Kamis 5 November, sekitar 100 pendukung Trump berkumpul di pusat pemilihan di Maricopa County di Phoenix. Beberapa membawa senapan dan pistol. Maklum, hukum Arizona mengijinkan orang membawa senjata di tempat terbuka.
Pihak berwenang menggunakan pagar untuk menciptakan zona bebas bicara, dan menjaga pintu masuk gedung tetap terbuka. Dari luar, pendukung Trump berulang kali berteriak; ‘hitung suara’ dan ’empat tahun lagi.’
Menggunakan megafone, mereka juga mengeluhkan proses pemungutan suara, yang sebenarnya tidak berubah.
Mereka sejenak berhenti ketika Trump berbicara dari Gedung Putih. Mereka tidak peduli Trump keliru berbicara, atau mengemukakan klaim tak berdasar.
Setiap kali Trump berhenti berbicara, pendukungnya berteriak dan bertepuk tangan. Associated Press menelepon Arizona, ketika Trump berpidato, dan mendapat kabar Biden menang di negara bagian itu.
Di Atlanta, sekitar 100 pendukung Trump berkumpul di luar State Farm Arena saat suara dihitung. Beberapa petugas polisi memantau tempat kejadian.
Tom Haas, 50 tahun, datang Atlanta dari Chicago untuk urusan bisnis. Dia yakin Trump memenangkan pemilihan.
“Ada kecurangan, pemilih datang dari kota-kota yang dikelola Partai Demokrat,” katanya. “Atlanta salah satunya.”
Mengunakan bahasa Trump, Haas mengatakan; “Demokrasi kita diserang. Kami kehilangan Amerika karena kalah dalam pemilu yang adil untuk negara ini.”
Di media sosial, kelompok bernama Hentikan Pencurian menghilang. Ini adalah kelompok pendukung Trump, yang menggunakan Facebook untuk mengorganisir protes perhitungan suara. Jumlah anggotanya 350 ribu, sebelum Facebook menghapusnya.