CrispyVeritas

PM Mark Rutte Minta Maaf atas Kebrutalan Tentara Belanda di Indonesia 1945-1949

  • Sebanyak 24 peneliti Belanda mempresentasikan kekejaman tentara Belanda selama Perang Dekolonisasi.
  • PM Rutte mengatakan kami harus menerima fakta memalukan ini.
  • Intitut Veteran Belanda, mereka yang bertugas di Hindia-Belanda, kecewa.
  • Veteran Belanda bilang Tentara Indonesia juga melakukan kekerasan, dengan korban 6.000 orang.

JERNIH — Perdana Menteri (PM) Mark Rutte meminta maaf kepada Indonesia setelah penelitian menemukan tentara Belanda menggunakan ‘kekerasan sistematis dan ekstrem’ sebagai upaya sia-sia berkuasan kembali di tanah jajahan usai Perang Dunia II.

“Kami harus menerima fakta yang memalukan ini,” kata Rutte dalam konferensi peras, Kamis 17 Februari, setelah temuan itu dipublikasikan. “Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini, atas nama pemerintah Belanda.”

Sebelumnya, peneliti mempresentasikan temuan penelitian mereka. Penelitian dimulai 2017 dan didanai pemerintah Belanda sebagai bagian perhitungan lebih luas dengan masa lalu kolonial yang brutal di Indonesia.

Sejarawan Ben Schoemaker dari Institut Sejarah Militer Belanda mengatakan; “Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk tindakan penyiksaan yang sekarang dianggap sebagai kejahatan perang, sering dan meluas.”

Schoemaker adalah satu dari 24 akademisi yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Mereka membuka arsip Perang Dekolonisasi, demikian Belanda menyebut perang di Hindia Belanda antara 1945-1949, dan mengkonfirmasinya.

Tentara Belanda membakar desa-desa dan melakukan penahanan massal, penyiksaan dan eksekusi selama konflik 1945-1949. Seringkali semua itu dilakukan dengan dukungan diam-diam pemerintah Belanda.

“Para politisi yang bertanggung jawab menutup matas terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil, dan hukum,” kata Schoemaker. “Mereka justru membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menjatuhkan sedikit hukuman, atau tidak sama sekali.”

Mengingat Masa Lalu

Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tak lama setelah bom atom jatuh di Hirosihima dan Nagasaki dan Jepang menyerah kepada sekutu.

Belanda ingin berkuasa kembali di tanah jajahan, dengan mengirim 120 ribu tentara dan memobilisasi KNIL — tentara Hindia-Belanda yang kocar-kacir saat Jepang datang tahun 1942. Sekitar 100 ribu orang tewas sebagai akibat langsung perang.

Frank van Vree, profesor sejarah Universitas Amsterdam, mengatakan kejahatan Belanda termasuk penahanan massal, penyiksaan, pembakaran kampung, eksekusi dan pembunuhan warga sipil.

Pengadilan Belanda memutuskan bahwa pemerintah Belanda harus memberi kompensasi kepada janda dan anak-anak pejuang Indonesia yang dieksekusi pasukan kolonial. UU Pembatasan tidak berlaku dalam kasus perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Maret 2000, dalam kunjungannya ke Indonesia, juga meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan Belanda.

Studi itu juga mencatat selama perang dekolonisasi, pemerintah dan militer mendapat dukungan masyarakat yang setuju, serta media yang tidak kritis dan bermental kolonial. Anne-Lot Hoek, dalam buku De strijd om Bali, mengungkap hal ini dengan sangat menarik.

“Jelas bahwa di setiap tingkat, Belanda tanpa ragu menerapkan standar berbeda untuk mata pelajaran kolonial,” demikian ringkasan penelitian itu.

Veteran Kecewa

Tidak semua orang Belanda menyambut positif hasil penelitian ini dan sikap PM Rutte. Sebagian, terutama veteran perang dekolonisasi, mengkritik keras hasil penelitian ini.

“Ini membangkitkan perasaan tidak nyaman,” kata Paul Hoefsloot, direktur Institut Veteran Belanda, dalam pernyataan tertulisnya. “Kami yang bertugas di Hindia-Belanda secara kolektif ditempatkan di dok tersangka berkat kesimpulan yang tidak berdasar.”

Meski penelitian itu fokus pada tindakan Belanda, Hoefsloot mencatat pasukan Indonesia juga menggunakan kekerasan intens dan menewaskan sekitar 6.000 orang pada fase awal konflik. Korban kekerasan tentara Indonesia adalah orang Eurasia, Maluku, dan kelompok minoritas etnis lainnya.

Back to top button