Polisi Tangkap Terduga Teroris Terkait Al-Qaidah
![](https://jernih.co/wp-content/uploads/Azahari.jpg)
Di bawah arahan Para Wijayanto, perkebunan kelapa sawit JI menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memungkinkan kelompok tersebut membayar “petugas” mereka dengan gaji bulanan Rp 10 hingga Rp 15 juta, sebagaimana keterangan polisi.
JERNIH— Pemimpin Jamaah Islamiyah (JI), kelompok militant yang diyakini terkait dengan Al-Qaidah dan berada di belakang pemboman Bali pada 2001, telah ditangkap bersama salah seorang ahli pembuatan bom di kelompok itu. Kabar itu diperoleh This Week in Asia dari sumber keamanan senior Indonesia, Kamis (10/12) lalu.
JI diyakini berada di balik semua serangan teror paling mematikan di Indonesia dari tahun 1998 hingga 2010, sebelum dilemahkan bagian kontraterorisme dari Kepolisian. Polisi telah menangkap ratusan anggotanya selama periode tersebut, termasuk beberapa pemimpin mereka. Namun jaringan tersebut kembali bangkit belakangan ini, mengakumulasi beberapa bisnis perkebunan kelapa sawit serta industri pertambangan untuk menggerakkan aktivitasnya.
Sumber keamanan mengidentifikasi pemimpin itu sebagai Ustad Arif, dan mengatakan dia telah ditangkap polisi sekitar dua bulan lalu. “Arif, 54, berasal dari Klaten, Jawa Tengah, dan memiliki pengetahuan Islam yang dalam,”kata sumber tersebut.
“Dia pandai mengelola jaringan JI yang luas dan sangat dihormati oleh semua anggota JI,” kata sumber tersebut, yang menolak menyebutkan nama karena dia tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Arif memimpin JI hanya delapan bulan sebelum dia ditangkap, kata sumber itu. Dia adalah pemimpin JI kedua yang ditangkap dalam dua tahun terakhir.
Sumber keamanan, mengatakan JI akan “membutuhkan waktu untuk menemukan sosok” untuk mengambil alih kepemimpinan kelompok tersebut. “Untuk sementara JI akan terus beroperasi. Ini sangat kuat tetapi masih perlu melakukan konsolidasi karena banyak pemimpin mereka telah ditangkap,”kata sumber.
Dia mengatakan pasukan kontraterorisme Polri, Detasemen 88, tidak pernah berhenti memantau atau melakukan operasi terhadap JI selama ini, meskipun kini dengan profil yang lebih rendah.
Muhamad Taufiqurrohman, peneliti senior di Pusat Studi Radikalisme dan Deradikalisasi yang berbasis di Jakarta, mengatakan, dia berharap JI sekarang akan bersembunyi sampai memilih pemimpin baru.
Pendahulu Arif, Para Wijayanto, ditangkap Juli tahun lalu dan dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun oleh pengadilan atas tuduhan terorisme serta pengiriman anggota JI ke Suriah untuk berperang bersama oposisi di sana.
Setelah penangkapan Para, polisi menemukan bahwa ia telah merestrukturisasi dan membangun kembali JI menjadi organisasi yang beralih dari sumbangan dan perampokan sebagai sumber pendapatan utamanya, menjadi organisasi dengan pengelolaan bisnis di perkebunan kelapa sawit dan sektor komersial lainnya.
Di bawah arahan Wijayanto, perkebunan kelapa sawit JI menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memungkinkan kelompok tersebut membayar “petugas” mereka dengan gaji bulanan Rp 10 hingga Rp 15 juta, sebagaimana versi polisi.
Polisi Indonesia juga menangkap ahli pembuat bom JI, Upik Lawanga, dua pekan lalu, kata sumber itu. Lawanga telah berada di daftar paling dicari selama 14 tahun terakhir. Upik alias ‘Profesor’ ditangkap dengan pistol rakitan yang dibuatnya. Sumber mengatakan, dia adalah murid langsung Dr Azahari Hussein.
Azahari, warga Malaysia, membuat bom untuk serangan Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 11 warga Hong Kong. Ia tewas dalam baku tembak dengan polisi di Jawa Timur pada tahun 2005. Ia dikenal sebagai salah satu pembuat bom paling mematikan di Asia Tenggara, dan polisi telah lama khawatir bahwa ia akan mewariskan keahlian itu kepada murid-muridnya.
Termasuk di antara keterampilan itu adalah kemampuan untuk merakit alat peledak improvisasi, kata Ayob Khan Mydin Pitchay, mantan kepala kontraterorisme cabang khusus Malaysia, Badan Intelijen Kepolisian Malaysia. “Sementara banyak anggota JI dilatih untuk merakit alat peledak, proses terakhir, termasuk papan sirkuit, diproduksi oleh Dr Azahari sendiri,” kata Ayob, yang saat ini menjabat sebagai kepala polisi Negara Bagian Johor Malaysia.
Azahari dikenal sangat teliti, mengamati target dan lokasinya sebelum berangkat merakit bom dan memastikan bisa menimbulkan “kehancuran besar-besaran”, kata Ayob. “Dia jenius-idealis dalam membuat bom yang bisa meledak dengan kekuatan maksimal.”
Menurut sumber tersebut, Upik juga seorang pembuat bom yang terampil merakit banyak bom yang diledakkan di Poso, Sulawesi Tengah, dari tahun 2005 hingga 2007. Di antara serangan teror yang terkait dengan Upik adalah ledakan kembar tahun 2005 di Pasar Tentena di Sulawesi Tengah yang menewaskan 22 orang. Upik diduga yang membuat kedua bom tersebut, kata sumber itu.
Setelah 2007, Upik tetap bersikap low profile agar tidak menarik perhatian polisi, karena JI ingin mempertahankannya untuk jangka panjang. “JI telah menyembunyikan Upik dengan cermat dan melindunginya karena dia adalah aset yang sangat berharga,” kata sumber itu. [South China Morning Post]