Crispy

Preview Avatar 3 – Fire and Ash

Ini akan menjadikannya rilis film liburan yang dinanti-nanti, melanjutkan tradisi Avatar dan The Way of Water yang juga tayang perdana pada bulan Desember.

JERNIH –  Bersiaplah untuk kembali ke planet Pandora! James Cameron, sang sutradara visioner, akan membawa kita lebih dalam ke dunia Na’vi yang memukau melalui sekuel ketiganya, Avatar 3, yang dijadwalkan rilis pada 19 Desember 2025. Dikenal memiliki durasi film epik yang panjang, Fire and Ash dikonfirmasi akan menjadi yang terpanjang dari ketiganya, yaitu sekitar 3 jam 15 menit.

Setiap film Avatar berjanji untuk menjelajahi lingkungan baru di Pandora, dan Avatar 3 membawa perubahan signifikan yang lebih gelap dan menantang.

Setelah suku hutan Omaticaya (film pertama) dan klan laut Metkayina (film kedua), Fire and Ash akan memperkenalkan klan Na’vi yang sama sekali baru, yakni The Ash People (atau Klan Abu, juga dikenal sebagai Mangkwan Clan).

Mereka adalah klan yang tinggal di wilayah gunung berapi yang tandus dan keras, menjadikannya klan yang berasosiasi dengan elemen api dan abu.

Kemarahan

James Cameron menyebut klan ini akan menampilkan sisi antagonis dan sisi kelam dari bangsa Na’vi. Mereka diceritakan memiliki pandangan yang berbeda terhadap dewa mereka, Eywa, karena lingkungan mereka yang telah hancur.

Tema “Api dan Abu” ini melambangkan kemarahan, kekerasan, dan kehancuran yang akan membawa nuansa film menjadi lebih kelam dan emosional dibandingkan film-film sebelumnya.

Fokus narasi dikabarkan akan bergeser dari Jake Sully ke putranya, Lo’ak (diperankan oleh Britain Dalton), yang muncul sebagai tokoh sentral di The Way of Water. Keluarga Sully akan menghadapi kesedihan dan trauma akibat kehilangan Neteyam, yang akan meningkatkan taruhan emosional dan konflik batin di antara para karakter.

Sutradara James Cameron telah mengisyaratkan bahwa film ini akan mengambil risiko besar dengan penulisan cerita dan perkembangan karakter yang lebih dalam. Cameron mengonfirmasi bahwa film ini akan menantang asumsi penonton tentang baik dan jahat di Pandora.

“Saya ingin menunjukkan Na’vi dari sudut lain karena sejauh ini, saya hanya menunjukkan sisi baik mereka. Di film-film awal, ada contoh manusia yang sangat negatif dan contoh Na’vi yang sangat positif. Di Avatar 3, kami akan melakukan sebaliknya. Kami juga akan menjelajahi dunia baru, melanjutkan kisah karakter utama. Saya dapat mengatakan bahwa bagian terakhir dari Avatar 3 akan menjadi yang terbaik,” jelasnya.

Produser Jon Landau juga menyebutkan bahwa Avatar 3 akan mengeksplorasi gagasan bahwa tidak semua manusia itu jahat dan tidak semua Na’vi itu baik, menantang dikotomi moral yang jelas dari dua film pertama.

Daya tarik emosional dari Avatar 3 tidak terlepas dari jajaran pemeran intinya yang kembali memperkuat peran mereka, membawa kembali ikatan keluarga Sully yang telah menjadi jantung cerita.

Britain Dalton

Kita akan menyaksikan kembalinya Sam Worthington sebagai Jake Sully dan Zoe Saldaña sebagai Neytiri, pasangan Na’vi yang kini memimpin suku mereka melalui konflik yang semakin memanas. Di samping mereka, ada Sigourney Weaver yang kembali sebagai Kiri, sosok misterius dengan hubungan mendalam dengan Eywa, dan Britain Dalton sebagai Lo’ak, yang dikabarkan akan mengambil peran narator utama.

Tensi antagonis dipastikan tetap tinggi dengan kehadiran Stephen Lang sebagai Kolonel Miles Quaritch (Recom) yang karismatik namun mematikan, serta Jack Champion sebagai Miles ‘Spider’ Socorro, yang dilema kesetiaannya akan semakin diuji. Selain itu, Kate Winslet akan kembali sebagai Ronal dari klan Metkayina.

Namun, hal yang paling menarik adalah penambahan darah baru yang signifikan, dipimpin oleh Oona Chaplin sebagai Varang, pemimpin “The Ash People” (Klan Abu), yang siap menampilkan sisi Na’vi yang penuh api dan agresi, bersama dengan David Thewlis yang akan memperkenalkan karakter Peylak, kepala suku dari Wind Traders, menjanjikan perluasan dunia Pandora yang lebih kompleks dan beragam.

Produksi Avatar selalu identik dengan revolusi teknologi. Untuk Avatar 3, James Cameron dan timnya tidak hanya melanjutkan, tetapi juga menyempurnakan inovasi yang telah mereka bangun.

Sama seperti sekuel sebelumnya, Avatar 3 difilmkan menggunakan kamera 3D stereoskopik khusus. Cameron sangat menentang konversi 2D ke 3D pasca-produksi, memastikan setiap adegan direkam secara native dalam 3D untuk kedalaman dan realisme visual maksimal.

Teknologi ini dikembangkan secara ekstensif untuk The Way of Water dan disempurnakan untuk Avatar 3. Para aktor harus belajar menahan napas selama ber menit-menit sambil berakting di dalam tangki air raksasa (sekitar 3,5 juta liter air), di mana mereka mengenakan perlengkapan mo-cap (motion capture) yang harus bekerja secara akurat di bawah air, sebuah prestasi teknik yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Sistem kamera virtual (virtual camera) memungkinkan Cameron bergerak melalui dunia digital Pandora secara real-time saat para aktor berakting di lokasi volume mo-cap. Ini sangat krusial karena hampir semua lingkungan dan karakter Na’vi adalah aset digital, memungkinkan sutradara membuat keputusan sinematik yang kompleks di lokasi syuting.

Lebih Murah

Karena syuting dilakukan bersamaan untuk Avatar 2 dan 3, proses penyuntingan dimulai hampir segera setelah adegan direkam. Editor bekerja secara sinkron dengan pengambilan gambar mo-cap dan efek visual awal (pre-visualization).

Bagian tersulit dari Avatar 3 adalah fase pascaproduksi. Setelah syuting selesai, tim VFX dari Wētā FX memiliki waktu hampir empat tahun untuk membuat lebih dari 3.000 bidikan efek visual. Proses ini melibatkan penyelesaian rendering kulit Na’vi, rambut, air, api, dan lingkungan gunung berapi yang kompleks, yang membutuhkan daya komputasi dan tenaga manusia yang sangat besar.

Syuting untuk Avatar 2 dan 3 dilakukan secara blok dari tahun 2017 hingga 2020. Mengelola kontinuitas cerita, kinerja aktor, dan evolusi teknologi selama periode yang begitu lama merupakan tantangan logistik dan kreatif yang masif.

Para aktor, terutama yang terlibat dalam adegan bawah air, menghadapi tuntutan fisik yang luar biasa. Mereka dilatih oleh instruktur free-diving untuk mencapai kemampuan menahan napas yang luar biasa (Kate Winslet bahkan mencetak rekor 7 menit 14 detik), sambil harus tetap mempertahankan kinerja emosional karakter saat berada di bawah air dalam waktu lama.

Karena film ini memperkenalkan “The Ash People” (Klan Abu) dan lingkungan gunung berapi berapi. Menciptakan efek visual untuk api dan abu dalam resolusi tinggi 3D stereoskopik yang realistis, terutama saat berinteraksi dengan air dan karakter, menghadirkan tantangan teknis yang berbeda dan lebih besar daripada efek hutan atau lautan sebelumnya.

Semua kesulitan ini dijalani demi mencapai visi Cameron yang dikenal perfectionist untuk menciptakan pengalaman imersif 3D yang tiada duanya.

Biaya produksi untuk film Avatar 3: Fire and Ash diperkirakan berada dalam kisaran antara Rp3,75 triliun hingga Rp4,5 triliun. Angka fantastis ini sekali lagi menjadikan Avatar 3 salah satu film termahal yang pernah dibuat, meskipun diperkirakan sedikit lebih rendah daripada biaya produksi Avatar: The Way of Water yang kabarnya mencapai antara Rp5,25 triliun hingga Rp6,9 triliun.(*)

BACA JUGA: Film “Now You See Me: Now You Don’t”, Ilusi yang Mencetak Triliunan

Back to top button