Protes Kudeta Militer, Guru dan Dosen Mogok Mengajar
- Guru dan dosen menjadi kelompok berikut yang melakukan pembangkangan sipil.
- Tidak ada cara lain untuk melawan militer, selain pembangkangan.
- Tabuh panci dan tekan klakason tak efektif.
JERNIH –– Guru dan dosen di Myanmar menjadi kelompok terbaru yang melakukan pembangkangan sipil, sebagai protes atas kudeta militer.
“Kami tidak ingin militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih,” kata Nwe Thazin Hlaing, seorang dosen, yang dikelilingi sejumlah staf yang menyampaikan salam hormat tiga jari.
“Kami tidak akan bekerja, kami ingin menggagalkan kudeta,” tambahnya.
Pembangkangan sipil dimulai petugas medis, staf rumah sakit, dan dokter, 2 Februari — satu hari setelah kudeta. Lewat media sosial, semangat gerakan menyebar ke kalangan pelajar, kelompok pemudan, dan pegawai negeri dan swasta.
Mereka yang menyatakan terlibat dalam pembangkangan sipil mengenakan pita merah, dan menyampaikan salam tiga jari saat berpapasan.
Di Universitas Pendidikan Yangon, puluhan dosen dan guru berkumpul untuk memulai pembangkangan sipil. Seorang staf universitas mengatakan antara 200 sampai 246 pegawai universitas bergabung dalam aksi pembangkangan.
“Kami akan menghentikan sistem adminsitrasi. Kami mogok damai,” kata Honey Lwin, seorang dosen lainnya.
Gerakan serupa digelar di Universitas Dagon, Yangon, namun belum ada laporan berapa yang terlibat pembangkangan sipil.
Pembangkangan sipil menjadi satu-satunya cara menekan militer, karena protes pukul kaleng yang diperlihatkan masyarakat tidak efektif.
Menekan klakson mobil di jalan-jalan juga tidak menggugah militer untuk mengakhiri kudeta, dan membebaskan seluruh tahanan.
Di Dawei, kota di tenggara Myanmar, lusinan pengunjuk rasa turun ke jalan. Seorang pengunjuk rasa mengajak orang di jalan-jalan bergabung dalam aksi.