Bisingnya Wacana Radikalisme dan Hasil Survei yang Berbeda
JAKARTA – Isu penyebaran radikalisme di masyarakat yang kerap digaungkan oleh pemerintah, rupanya berbeda dengan hasil survei Parameter Politik Indonesia. Lembaga itu menyimpulkan Indonesia baik-baik saja.
Hasil survei itu, sebanyak 81,4 persen menganggap Pancasila sama pentingnya dengan agama. Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menyimpulkan mayoritas masyarakat termasuk golongan moderat.
“81,4 persen masyarakat menganggap Pancasila dan agama sama penting. Sedangkan agama lebih penting dari Pancasila hanya 15,6 persen,” ujarnya di Jakarat bebera waktu lalu.
Menurut Adi, persepsi Pancasila dan agama sama penting merata di semua segmen demografi dan pendukung partai politik. “Jadi, pertentangan antara agama dan negara itu sebetulnya telah selesai,” katanya.
Survei itu dilakukan sejak 5-12 Oktober 2019, menggunakan metode stratified multistage random sampling, melibatkan sebanyak 1.000 responden. Dengan metode face to face interview memakai kuisioner. Sementara margin of error yakni ± 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pasca bom bunuh diri di Mapolrestabe Medan pada Rabu (13/11/2019), Wakil Presiden Ma’ruf Amin memangil sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait, di antaranya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius, Wakapolri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Hal itu untuk menanggapi isu penyebaran radikalisme-terorisme, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), hingga perguruan tinggi.
Hasil pertemuan itu, Ma’ruf mengambil alih penanganan radikalisme-terorisme yang dulunya di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Penanganan di bawah Kemenko Polhukam dinilai belum komprehensif, apalagi beberapa lembaga berada di bawah Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudaan, dan Kementerian Agama.
Menurut Ma’ruf, untuk menuntaskan radikalisme-terorisme di Indonesia, maka dilakukan secara menyeluruh mulai dari hulu hingga hilir. Baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
“WNI yang pulang dari kawasan konflik seperti Suriah dan lainnya, kepalanya belum ada komitmen kebangsaan,” katanya.
Karena itu, pencegahan radikalisme harus dimulai dari jenjang PAUD, hingga perguruan tinggi, dan masyarakat. Sebab pihaknya menemukan gejala radikalisme di jenjang pendidikan itu.