CrispyVeritas

Ratusan Koin Emas 1.100 Tahun Lalu Ditemukan Seorang Remaja Israel

Penemuan ini menegaskan bukti interaksi antara Kekhalifahan Abbasiyah dan Kekaisaran Bizantium, dua kekuatan yang bersaing saat itu.

Oleh  : Marc Santora

JERNIH– Harta itu memang perlu diamankan. Bukan disimpan di bank, yang mungmin saat itu pun belum ada, tidak juga dibawah kasur yang gampang ditemukan. Akhirnya, ke-425 koin emas dalam kendi tanah liat itu tutupnya diamankan dengan paku, dan dikubur di pasir, di tempat yang kini termasuk wilayah Israel tengah.

Harta itu tertimbun tak terganggu selama lebih dari 1.100 tahun. Sampai pekan lalu, ketika dua anak berusia 18 tahun yang ikut serta dalam penggalian arkeologi di lereng bukit di Yavneh itu melihat sesuatu yang tidak biasa.

“Saya menggali tanah, dan saat itu melihat apa yang tampak seperti daun yang sangat tipis,” kata Oz Cohen, salah satu dari dua remaja tersebut. “Ketika saya mencermatinya, saya melihat ini adalah koin emas. Sungguh menyenangkan menemukan harta karun yang begitu istimewa dan kuno.”

Para remaja tersebut adalah sukarelawan dalam proyek besar terkait dengan pembangunan komunitas di Yavneh, wilayah di selatan Tel Aviv. Program itu menawarkan janji untuk menghubungkan para anak muda dengan sejarah, dan, meskipun dimaksudkan untuk memberi penghargaan secara budaya, tidak sering seseorang mendapatkan emas  secara harfiah.

Temuan 425 keping koin emas dari zaman Abbasiyah

Faktanya, Robert Kool, seorang ahli koin di Israel Antiquities Authority, mengatakan bahwa temuan tersebut adalah “harta karun langka” yang dapat membantu para arkeolog mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang apa yang terjadi di wilayah tersebut pada saat itu.

Koin-koin itu, yang beratnya kurang dari dua pon dan terbuat dari emas murni itu berasal dari abad kesembilan, ketika Kekhalifahan Abbasiyah memerintah sebuah kerajaan besar yang membentang dari Persia di timur hingga Afrika Utara di barat.

“Timbunan itu terdiri dari dinar emas penuh, tetapi juga–yang tidak biasa– berisi sekitar 270 potongan emas kecil, potongan dinar emas yang dipotong untuk dijadikan uang receh,” kata Kool dalam sebuah pernyataan resmi.

“Pemotongan koin emas dan perak adalah hal yang biasa dilakukan pada sistem moneter di negara-negara Islam setelah tahun 850-an, dengan hilangnya koin perunggu dan tembaga secara tiba-tiba,” kata Kool.

Salah satu potongan yang digali pekan lalu, yang menurut Kool belum pernah ditemukan dalam penggalian di Israel itu termasuk pecahan koin solidus emas dari kaisar Bizantium Theophilos, yang memerintah dari 829 hingga 842.

Para sejarawan menyatakan, kemunculannya dalam penimbunan koin Islam menawarkan bukti hubungan berkelanjutan antara dua kerajaan yang bersaingan selama periode tersebut. Melalui perang atau perdagangan, uang memang terus mengalir.

Dalam sebuah wawancara, Kool mengatakan, era tersebut adalah salah satu yang paling tidak dipahami di Israel dan tak ada petunjuk apa pun berguna. Penemuan koin itu secara khusus memberi tahu hal tersebut.

“Anda bisa membaca nama khalifah di Baghdad,” katanya tentang koin dari masa itu. “Nama gubernur yang memerintah atas namanya di Mesir sering kali dimasukkan.”

Mungkin juga ada nama sub-penguasa lain, pembuat koin tempat koin diproduksi dan, yang terpenting, tanggal produksi.

Liat Nadav-Ziv dan Elie Haddad, arkeolog di Israel Antiquities Authority, yang bertanggung jawab atas situs penggalian yang luas tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan, temuan tersebut mungkin “menunjukkan bahwa perdagangan internasional terjadi antara penduduk di daerah itu dan daerah terpencil.”

Situs penggalian arkeologis tersebut

Mereka juga mengatakan jelas bahwa uang itu sengaja disembunyikan. “Orang yang mengubur harta karun ini 1.100 tahun yang lalu pasti berharap untuk mendapatkannya kembali, dan bahkan mengamankannya dengan paku agar tidak bergerak,” kata pernyataan itu. “Kami hanya bisa menebak apa yang mencegahnya kembali untuk mengumpulkan harta karun ini.”

“Dengan uang itu, ” kata Kool, “Seseorang dapat membeli rumah mewah di salah satu lingkungan terbaik di Fustat, ibu kota Mesir yang sangat kaya pada masa itu.” [The New York Times]

Back to top button