Crispy

Romusha Korea Tolak Kompensasi tanpa Keterlibatan Jepang

  • Tahun 1965, Korea menerima kompensasi untuk Romusha 300 juta dolar, dan pinjaman 500 juta dolar.
  • Uang itu digunakan untuk membangun perusahaan. Kini, perusahaan itu yang harus bayar kompensasi kepada Romusha.

JERNIH — Korea Selatan (Korsel), Senin 6 Maret, mengumumkan pemberikan kompensasi kepada korban kerja paksa, alias Romusha, selama Perang Dunia II. Kompensasi dibayakan perusahaan-perusahaan Korea, tanpa keterlibatan Jepang.

Pengumuman itu segera memicu protes keras. Sejumlah Romusya yang masih hidup menyebut solusi itu adalah kekalahan Seoul atas Tokyo, setelah kedua pihak terlibat perselisihan diplomatik lima tahun.

Jepang menyambut baik pengumuman itu, dan berharap kesepakatan akan membantu pemulihan hubungan kedua negara. Korsel dan Jepang saling membutuhkan untuk menghadapi Korea Utara (Korut) yang unjuk senjata.

AS berharap resolusi itu menyelesaikan konflik diplomatik berkepanjangan kedua negara. Namun bagi Romusha yang dituntut bukan sekedar permintaan maaf tapi permintaan maaf.

Sekitar 780 ribu warga Korsel menjadi korban kerja paksa selama 35 tahun pendudukan Jepang atas Semenanjung Korea. Jumlah itu, menurut data Seoul, tidak termasuk wanita korban budk seks tentara Jepang atau Jugun Ianfu.

Saat pengumuman resolusi, Menlu Korsel Park Jin memberi kompensasi kepada 15 mantan Romusha yang memenangkan tiga tuntutan hukum atas dua perusahaan Jepang; Mitsubishi Heavy Industries dan Nippon Steel tahun 2018.

Mahkamah Agung Korsel memerintahkan kedua perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada korban Romusha, tapi Mitsubishi dan Nippon Steel menolak. Perseteruan kedua negara dimulai.

Tahun 1965 Jepang membayar kompensasi kepada Korsel untuk korban Romusha dalam dua peket. Pertama hibah senilai 300 juta dolar dan pinjaman 500 juta dolar. Dana itu tidak diberikan kepada mantan Romusha, tapi digunakan membangun sejumlah perusahaan. Salah satunya POSCO.

Tokyo merasa telah terbebas dari tanggung jawab membayar kompensasi. Korsel yang harus membayar kompensasi, dengan cara menarik uang dari perusahaan-perusahaan yang dibesarkan uang Romusha.

Mantan Romusha menolak resolusi itu. Menurut mereka, Jepang yang harus membayar kompensasi, bukan perusahaan Korsel. Jelasnya, Jepang harus terlibat.

Semula ada usulan pembayaran dilakukan Japan Business Foundation, kelompok lobi bisnis Jepang. Belakangan pengusahan lebih suka membentuk apa yang disebut Future Youth Fund, yang didanai bersama Federasi Industri Korea.

Jepang kini berlindung di balik resolusi 1998 yang dikeluarkan Presiden Korsel Kim Dae-jung dan PM Keizo Obuchi, dengan menyoroti pentingnya hubungan kedua negara dan berorentasi ke masa depan.

Masalah Romusha Jepang tampaknya masih akan menjadi pengganjal hubungan kedua negara dalam beberapa tahun ke depan. Setidaknya sampai orang terakhir mantan Romusha masuk liang lahat.

Back to top button