Seorang Tukang Sepatu dan Dua warga Tewas Ditembak Polisi Kenya
NAIROBI — Di Kenya, ancaman kematian tidak saja datang dari Covid 19 namun juga dari polisi. Tiga penduduk di Lessos, sebuah kota kecil di Rift Valley Kenya, tewas ditembak polisi karena persoalan masker wajah.
Dailymail melaporkan seorang saksi bernama Kenneth Kaunda meceritakan kejadian bermula pada hari Kamis (25/6/2020) ketika penduduk berusaha mencegah polisi menangkap seorang pengendara ojek yang tidak memakai masker saat ke stasiun.
Kekerasan pecah setelah polisi menangkap pengendara ojek dan menembaki kerumunan penduduk yang marah . Akibatnya seoran g tukang sepatu setempat bernama Lazarus Tirop tewas tertembak.
Pihak kepolisian setempat mengkonfirmasi kematian tersebut tetapi memberikan keterangan berbeda karena ada hal lain yang menyebabkan insiden itu terjadi.
Menurut pernyataan juru bicara kepolisian Kenya Charles Owino insiden terjadi karena polisi dicegah oleh pengendara sepeda motor lainya yang akan menangkap rekannya karena membawa dua penumpang.
Owino menuduh para pengendara ojek mencoba ‘mengambil’ senapan dari petugas yang menangkap, yang mengarah ke penembakan.
“Dia menembak setidaknya lima kali ke kerumunan,” kata Kaunda yang berprofesi sebagai g tukang batu.
Dia menyampaikan bahwa aksi kekerasan polisi yang ringan tangan membunuh orang gara-gara tidak memakai masker telah membuat warga lelah.
Dampak dari kematian Tirop, tukang sepatu itu, rumah kepala polisi setempat dibakar warga dan melempari kantor polisi dengan batu. Saat kekacauan terjadi dua orang ditembak mata.
Untuk mencegah menjalarnya Covid 19, Pemerintah Kenya telah menerapkan aturan kesehatan secara keras. Diantaranya pengendara ojek hanya boleh mengangkut satu penumpang.
Selain itu pemerintah juga mewajibkan warganya memakai masker di muka umum. Dan bila ada yang melanggar akan didenda $ 200. Jumlah uang tersebut dinilai besar bagi warga.
Inspektur Jenderal Polisi Hillary Mutyambai mengatakan kepada Associated Press (AP) bahwa petugas polisi yang menembak tukang sepatu telah diskors dan ditangkap.
Selama berminggu-minggu para aktivis hak azasi manusia (HAM) telah memprotes tindakan kekerasan petugas kepolisian Kenya yang diduga melakukan pembunuhan karena penegakan aturan yang berkaitan dengan pandemi.
Selain itu aktivis HAM juga menuduh petugas menggunakan tindakan tersebut untuk pemerasan dan penyuapan. Hal tersebut dipicu bahwa selama dua dekade ini Kepolisian Kenya merupakan institusi paling korup di negaranya.
Menurut aktivis HAM, Kepolisian Kenya lebih mematikan karena lebih banyak menewaskan orang ketimbang penjahat.
Aksi mematikan Kepolisian Kenya mengakibatkan 15 orang meninggal dalam tiga bulan ini. Termasuk seorang anak lelaki bernama Yassin Hussein Moyo (13) yang tega ditembak polisi akhir Maret lalu di balkon rumahnya gara-gara tidak mau disuruh masuk rumah
Di akhir Juli lalu, Al Jazeera melaporkan, HAM menuduh bahwa sejak April tindakan kekerasan kepolisian Kenya dalam memberlakukan jam malam meningkat.
Tindakan keras polisi dilakukan agar warga tidak berkeliaran di jalan. Polisi tega menendang, mencambuk dan membubarkan warga dengan gas. Dan hal itu umumnya dilakukan di daerah-daerah miskin.
Akibat kekerasan polisi, telah memicu demonstrasi di Nairobi pada Senin (8/6/2020) lalu. Warga menuntut keadilan atas pembunuhan di luar proses hukum yang dilakukan polisi Kenya.
Sampai saat ini pihak aktivis telah mencatatkan angka kematian 21 orang dan sejauh ini belum ada dukungan dari publik luas dari kekerasan polisi di Kenya.
Bahkan saat demontrasi kematian George Floyd oleh kekejaman polisi meluas, gelombangnya belum sampai ke Kenya.
Walaupun demikian, aktivis HAM Al-Amin Kimathi mengatakan meskipun kehilangan nyawa, hal itu mendorong publik untuk tidak lagi bersikap tenang.
“Sedih karena Lessos kehilangan 3 orang karena kekerasan yang disebabkan oleh #PoliceKillings. Tapi sungguh menggembirakan bahwa kali ini, setelah polisi membunuh orang pertama, orang-orang tidak duduk tetapi pergi untuk memprotes polisi.” Tulis Al-Amin Kimathi dalam twitternya.