Crispy

SMSI Dukung Putusan Dewan Pers, Menunda Pembahasan RUU KUHP

JAKARTA – Pemerintah sebaiknya memperhatikan keberatan Dewan Pers yang mewakili unsur pers dalam berdemokrasi. Hal itu guna menunda pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dalam rapat kerja di tengah penyebaran pandemi virus Corona (Covid-19).

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Firdaus di Jakarta, Sabtu (18/4/2020).

SMSI merupakan salah satu organisasi perusahaan media dengan beranggotakan sekitar 600 media online yang tersebar di tanah air.

“Sikap SMSI jelas mendukung apa yang disampaikan Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh yang berorientasi pada kemerdekaan pers,” ujarnya.

Komisi III DPR RI bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM),Yasonna Laoly, sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dalam rapat kerja. Tidak hanya itu, pemerintah juga mengirimkan draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ke DPR RI.

Oleh karena itu, menyikapi hal tersebut, Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh mendesak DPR dan pemerintah menunda pembahasan berbagai rancangan perundangan, termasuk RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja. Hingga kondisi bangsa dari Covid-19 kondusif.

Dewan Pers tetap mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam upaya menanggulangi pandemi global Covid-19. Oleh karenanya, mendesak agar perhatian semua pihak termasuk DPR RI dicurahkan kepada upaya kolektif menangani pandemi dan dampak-dampaknya pada seluruh sektor dan aspek kehidupan masyarakat.

“Pemerintah dan DPR harus dapat menjadi tauladan bagi publik dalam hal upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak di masyarakat,” ujar Nuh dalam rilisnya.

Dewan Pers juga menolak pembahasan RUU KUHP terkait dengan pasal-pasal yang dapat mempengaruhi kemerdekaan pers. Di antaranya Pasal 217-220 (Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 240 dan 241 (penghinaan terhadap Pemerintah), Pasal 262 dan 263 (penyiaran berita bohong).

“Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan), Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama), Pasal 353-354 (Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara), Pasal 440 (pencemaran nama baik), dan Pasal 446 (pencemaran terhadao orang mati) serta pasal-pasal lainnya (draft RUU KUHP 15 September 2019),” katanya.

Sementara, Ketua Umum SMSI, Firdaus meminta pemerintah dan DPR agar dapat menahan diri, agar bisa bersama-sama fokus dalam melawan Covid-19.

“Karena tidak ada ahli yang dapat menjamin bahwa covid-19 hanya akan menyerang dalam satu gelombang serangan. Mungkin dapat 2, 3 gelombang atau bahkan lebih,” ujar Firdaus.

Firdaus mengajak berpikir ulang apakah strategi pemerintah dalam memerangi covid-19 ini sudah tepat? Jangan-jangan pemerintah ragu dengan kebijakannya tersebut. [Fan]

Back to top button