Tatmadaw Serang Delapan Gereja Etnis Karen untuk Lemahkan Perlawanan Lokal
- Semula, militer mengatkan tak sengaja menyerang gereja.
- Kini, Tatmadaw mengatakan gereja digunakan teroris lokal melancarkan serangan.
- Militer tak segan-segan menghujani gereja dengan artileri.
JERNIH — Militer Myanmar menyerang delapan gereja dalam tiga pekan terakhir sebagai upaya menghancurkan perlawanan lokal antirezim militer.
Serangan terjadi sejak pasukan perlawanan lokal, yang mempersenjatai diri dengan senapan berburu dan senjata buatan tangan lainnya, bentrok dengan Tatmadaw — sebutan untuk tentara Myanmar — akhir Mei lalu.
Sejak itu Tatmadaw menembaki gereja di Kotapraja Loikaw dan Demoso, negara bagian Kayah, dan tempat ibadah Katolik lainnya di Kotapraja Moebye dan Pekhon di negara bagian Shan.
Penduduk mengatakan Tatmadaw juga berkemah di kompleks gereja. Tatmadaw melanggar peran rumah ibadah sebagai tempat perlindungan bagi orang-orang yang membutuhkan.
Pemimpin gereja mengimbau Tatmadaw berhenti menembaki gereja tapi tak digubris. “Kami katakan kepada mereka tidak ada pasukan perlawanan di gereja, yang ada adalah orang-orang yang berlindung,” kata seorang imam Katolik yang berbicar dengan komandan Tatmadaw.
Menurut imam Katolik itu militer tahu gereja menampung anak-anak dan orang tua. Jadi, serangan ke arah gereja adalah disengaja.
Mengabaikan Banding
Pastor Celso Ba Shwe, administrator apostolik Katedral Kristus Raja di Lokaw, mengatakan pejabat gereja bertemu perwira militer senior beberapa kali untuk membahas keprihatinan mereka.
“Kami memberi tahu mereka sejak awal. Kami melakukan beberapa pertemuan dengan pusat interogasi di Loikaw dan komandan timur,” kata Pastor Celso. “Karena situasi memburuk, gereja membuat seruan lebih umum.”
Pada 25 Mei, sehari setelah peluru artileri menewaskan empat orang di melukai delapan lainnya di Gereja Hati Kudus di Kayan Tharyar, sebuah desa dekat Lokaw, Uskup Agung Yangon Kardinal Charles Bo mengeluarkan pernyataan yang menyeru kepada junta untuk menahan diri dengan tidak menyerang gereja.
“Mari kita ingat, darah yang tumpah bukan darah musuh. Mereka yang meninggal dan terluka adalah warga negara ini,” kata Kardinal Charles Bo. “Mereka tidak bersenjata. Mereka berada di dalam gereja untuk mellindungi keluarga.”
Tatmadaw membantah sengaja menargetkan gereja. Beberapa yang mengetahui situasi di lapangan percaya insiden penembakan ke gereja tidak disengaja.
“Tidak mungkin mereka menembak gereja-gereja secara sengaja,” seorang imam kepada Myanmar Now. “Kami telah memasang bendera putih di setiap gereja.”
Malam 26 Mei, satu hari setelah Kardinal Bo mengeluarkan permohonan, Tatmadaw menembai Gereja Katolik St Joseph di Demoso, menghancurkan dinding dan jendela gereja.
Warga sipil yang berlindung di dalam gereja terpaksa pindah. “Ada seribu orang di dalam gereja, sebaian besar sangat tua, wanita dan anak-anak,” kata seorang imam yang tak mau disebut nama. “Beberapa orang menderita karena kesehatan yang buruk. Ada juga wanita hamil. Mereka datang ke gereja karena tak bisa berlari menjauh.”
Menurut pejuang perlawanan setempat gereja itu kini digunakan militer sebagai pangkalan.
Tiga hari kemudian Gereja Katolik St Petrus di bangsal Narnataw Loikaw diserang. Seorang pria usia 50 tahun tewas seketika, ketika pasukan junta menyerbu gereja yang menampung 1.300 orang terlantar.
Menurut pejabat gereja, tentara mencuri dua juta kyat (Rp 30 juta) tunai yang dikumpulkan untuk kegiatan amal.
Masih Berlangsung
Militer terus menyangkal, tapi serangan terhadap gereja terus berlanjut ketika Tatmadaw bergerak berupaya mengendalikan zona konflik.
Pada malam tanggal 3 Juni, setelah bentrok dengan pasukan perlawanan di San Pya 6 Mile — sebuah kota di Kotapraja Demoso — militer mengambilalih Gereja Our Lady of Lourdes di desa itu.
Hari berikutnya, Tatmadaw masuk ke gereja di bangsal tiga Pwe Kone Kotrapraja Moebye dan menculik tiga pria plua seorang anak laki-laki usia 17 tahun yang sedang bertugas di gereja.
Keempatnya digunakan sebagai perisai hidup ketika pertempuran pecah hari itu. Bocah itu juga dipaksa membawa bom.
“Kini, tidak ada yang pergi mendekat ke gereja karena takut diculik atau ditembak,” kata seorang warga Moebye.
Pada 6 Juni, dua gereja; Our Lady of Lourdes di Pekhon dan Our Lady Queen of Peace di Bangsal Dawngankhar Demoso rusak parah dihantam peluru artileri.
Sejak itu Tatmadaw tidak bisa lagi mengatakan serangan tidak disengaja. Tatmadaw mencoba membenarkan serangan itu dengan mengatakan teroris lokal menggunakan gereja untuk melancarkans rangan terhadap pasukan pemerintah.
Pejuangan perlawanan menolak tuduhan itu, dan mengatakan klaim Tatmadaw terlalu konyol. “Kami tidak akan pernah menggunakan gereja untuk berlindung,” kata seorang pejuang. “Kami menghargai bangunan keagamaan, dan tidak akan menggunakannya untuk membunuh orang.”