The Moscow Times: Mundur dari Pulau Ular, Kekalahan Simbolis Rusia
- Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan penarikan mundur dari Pulau Ular adalah langkah sukarela.
- Rusia tidak menghambat upaya PBB membangun koridor kemanusiaan.
JERNIH — Kolom asap tebal membumbung dari Pulau Ular, atau Snake Island, ketika Rusia mengumumkan mundur dari pos strategis di dekat Delta Danube itu.
The Moscow Times menulis keputusan Rusia mundur dari Pulau Ular kemungkinan hasil serangan Ukraina berulang-ulang, termasuk penembakan senjata yang dipasok Barat.
“Dari sudut pandang militer, keputusan itu benar,” kata Igor Girkin, mantan komandan pasukan separatis di Ukraina Timur di Twitter-nya. “Dari sudut pandang politik, tidak diragukan lagi mundur dari Pulau Ular adalah kekalahan.”
Pulau Ular terletak 48 kilometer dari pantai Ukraina. Wilayah ini direbut Rusia pada hari ketiga perang. Namun, perlawanan Ukraina terus berlangsung dan Pulau Ular menjadi medan tempur.
“KABOOM! Tidak ada lagi pasukan Rusia di Pulau Ular,” tulis Andriy Yerak, kepala kantor kepresidenan Ukraina di Twitter. “Angkatan Bersenjata kami melakukan pekerjaan dengan baik.”
Tekanan Ukraina di pulau itu, yang berukuran satu kilometer persegi, kemungkinan besar terjadi setelah rudal anti-kapal Harpoon dan peluncur roket HIMARS buatan AS tiba.
Sejumlah pakar mengatakan persenjataan baru menempatkan semua peralatan dan pasukan Rusia di Pulau Ular menjadi mudah dijangkau dari daratan Ukraina.
“Ini kemungkinan hasil nyata pengiriman senjata NATO ke Ukraina,” tulis analis militer Rob Lee di Twitter.
Ukraina sebelumnya menyerang posisi Rusia di pulau itu, tetapi kedatangan HIMARS dan Harpoon membuat Rusia tidak bisa bertahan di Pulau Ular. Jika Rusia ngotot bertahan, harga yang harus dibayar akan sangat mahal.
Angkatan Bersenjata Ukraina, Kamis lalu, mengatakan howitzer 2S22 Bohdana 155 juga digunakan untuk menembak sasaran Rusia di pulau itu.
Tidak ingin muncul kesan dipaksa hengkang dari Pulau Ular, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan; “Asat tebal yang membumbung di atas pulau itu bukan akibat serangan Ukraina, tapi penghancuran peralatan sebelum penarikan pasukan.”
Pulau Ular, lanjut Kementerian Pertahanan Rusia, memenuhi perannya mengendalikan wilayah udara. “Mengingat serangan terus menerus oleh Angkatan Bersenjata Ukraina, sumber daya yang signifikan dihabiskan untuk mempertahankan pulau itu,” demikian pernyataan Kementerian Pertahanan di Telegram.
Sam Cranny Evans, analis militer Royal United Services Institute, mengatakan Rusia memindahkan sistem pertahanan udara ke pulau itu tak lama setelah merebutnya untuk memperketat kendali atas Laut Hitam.
Garnisun Rusia di Pulau Ular juga berperan mendukung serangan ke Odesa, yang berjarak 140 kilometer.
Blokade Ekonomi
Alessio Patalano, pakar angkatan laut di King’s College London, mengatakan alasan strategis menguasai Pulau Ular semula hanya mempertahankan kendali Laut Hitam dan memungkinkan pilihan apakah melakukan serangan amfibi terhadap Odesa.
Namun kemungkinan serangan ke Odesa, yang sedemikian tinggi pada hari-hari awal perang, menyusut ketika serangan Rusia di Ukraina selatan terhenti
Rusia juga dituduh menggunakan pasukan AL di Laut Hitam, dan sistem militer di Pulau Ular, untuk menegakan blokade ekonomi terhadap Ukraina.
Kehadiran Rusia berarti kapal kargo tidak dapat mencapai pelabuhan Ukraina. “Blokade laut Rusia memiliki dampak menghancurkan ekonomi Ukraina,” kata Maria Shagina, seorang ahli di Institute Internasional untuk Studi Strategis.
Blokade menghambat ekspor biji-bijian dan baja, komoditas utama yang menghidupi Ukraina.
Pejabat Rusia berusaha menggambarkan penarikan pasukan dari Pulau Ular sebagai langkah sukarela menuju pembukaan pelabuhan Ukraina untuk ekspor biji-bijian dan produk pertanian lainnya.
“Itu niat baik. Angkatan Bersenjata Rusia memenuhi tugas mereka di Pulau Ular dan mundur,” kata Igor Konoashenkov, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia. “Dengan cara ini kami menunjukan kepada komunitas global bahwa Rusia tidak menghalangi PBB mengatur koridor kemanusiaan untuk ekspor pertanian dari wilayah Ukraina.”