Unit Bisnis Pesantren di Jabar Penerima Program OPOP Makin Berkembang
Dalam sehari pesantren bisa membuat hingga 20 kg sabun herbal kemasan. Saat ini, penjualan masih dilakukan di antara komunitas pesantren dan sekolah.
JERNIH – Ummi Siti Jubaedah, pemilik Pesantren At Taufiq di Sukawangi, Kabupaten Bakasi memiliki pandangan jauh bagi para santrinya. Menurut Ummi, selain menimba ilmu, santri saat lulus juga harus berdaya dalam mencari penghasilan. Ilmu agama didapat, kehidupan ekonomi juga meningkat.
“Saya ingin santri setelah lulus bagus dalam agama dan memiliki kemampuan dan ilmu lain seperti membuat produk sabun dan herbal,” kata Ummi disela kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bertemu dengan Pengurus Pesantren Wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi penerima manfaat Program OPOP (One Pesantren One Product), di Kabupaten Bekasi, Sabtu (16/4/2022).
Pesantren At Taufiq memiliki lebih dari 100 santri. Ummi sama sekali tidak menarik bayaran kepada para santri alias gratis. Dana pengelolaan selama ini selain berasal dari sumbangan, juga lebih banyak dari kegiatan ekonomi yang berlangsung di dalam pesantren.
Ia bercerita mendapatkan bantuan Program OPOP dari Pemprov Jabar dalam hal ini Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jabar pada 2019. Bantuan yang diperoleh berupa dana Rp 500 juta plus Rp100 juta dari Pemkab. Bekasi.
Sebelum mendapatkan bantuan OPOP, Pesantrennya memiliki usaha pembuatan sabun herbal. Sabun dengan bahan dasar minyak sawit, zaitun, sari herbal dan lain-lain itu diproduksi dengan cara tradisional oleh para santri.
Dengan bantuan modal OPOP, ia kemudian memakainya untuk membeli alat-alat produksi pembuatan sabun herbal agar lebih modern, di antaranya membeli mixer besar, mesin potong, alat pres, alat pembuat kemasan, hingga alat cetak.
Kini sabun herbal Ummi memiliki kemasan yang cantik dan layak dijual, bahkan memenuhi kriteria untuk dijual di supermarket. “Saat ini baru dijual sekitar Bekasi saja, apalagi kemarin COVID-19 sangat berdampak. Alhamdulillah sekarang sudah kembali menggeliat,” tuturnya.
Dengan penambahan alat produksi, pembuatan sabun herbal di Pesantren At Taufiq semakin meningkat. Kini dalam sehari pesantren bisa membuat hingga 20 kg sabun herbal kemasan. Saat ini, penjualan masih dilakukan di antara komunitas pesantren dan sekolah. Ia berharap produknya bisa dijual ke supermarket.
Izin BPOM
Ummi berharap ada bantuan lanjut dari pemerintah untuk mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agas bisa masuk pasar ritel. Ia mengaku sanggup meningkatkan produksi karena peralatan sudah modern. Saat ini saja sudah mampu memproduksi sekitar 200 kotak sabun herbal per bulannya.
Selain sabun herbal, Pesantren At Taufiq juga menjual obat herbal. Selama ini di lahan pesantren ditanami lebih dari 130 jenis pohon herbal yang menjadi bahan baku sabun dan sekaligus obat herbal antara lain daun bidara, dan bunga telang.
Inilah yang kini menjadi produk sampingan dari Pesantren At Taufiq, bahkan kini sudah merambah skin care herbal, dan pendidikan pelatihan komputer bagi masyarakat sekitar..
Hal yang sama disampaikan Direktur Produksi dan Pemasaran Sabun Pesantren Pink 03 Kabupaten Bekasi Dedi Yunus, yang memproduksi sabun bermerek King Clink. “Kami mempunyai produk sabun cair, yang selama ini untuk kalangan pesantren. Sebab belum ada izin BPOM, jadi belum bisa dipasarkan lebih luas,” tutur Dedi.
Saat ini pasarnya hanya di sekitar pesantren termasuk santri dan keluarganya. Santri di Pesantren Pink 03 saat ini mencapai 2.700 orang setingkat sekolah dasar hingga SMA.
Dedi berharap kemudahan mendapatkan bahan baku khususnya bahan kimia sebagai bahan pembuatan sabun. Pasalnya sejak pandemi, mereka kesulitan mendapatkan bahan baku tersebut. [*]