Virus Korona: Cina Uji Klinis Obat Antimalaria untuk Kurangi Kematian
Guangdong — Cina berjuang sendirian menghasilkan antivirus korona (Covid-19), dan kini mereka menguji Chloroquine Phosphate — obat antimalaria yang digunakan bertahun-tahun.
Global Times melaporkan percobaan in vitro menunjukan Chloroquine Phosphate efetif menghambat infeksi virus korona. Obat serupa kini sedang diuji klinis di lebih sepuluh rumah sakit di Beijing dan Guadong.
Zhang Zinmin, direktur Pusat Pengembangan Bioteknologi Nasional Cina, mengatakan uji klinis juga akan dilakukan di Propinsi Hunan.
Sebelumnya, Cina menguji beberapa obat antivirus. Dua di antaranya Favipiravir dan Remdesivir. Favipiravir, obat antiinfluenza di pasaran, diuji klinis di Shenzhen, Propinsi Guangdong, dengan melibatkan 70 pasien.
Hasil awal uji coba menunjukan obat itu memiliki khasiat relatif jelas, dengan efek samping rendah. Remdesivir, yang dikembangkan untuk melawan infeksi Ebola, juga menunjukan bekerja cukup baik memerangi virus korona.
RS Persabahatan Cina-Jepang dan Institut Materia Medica yang berada di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan MEdis Cina telah diijinkan melakukan uji klinis obat ini di 10 rumah sakit di Wuhan.
“Berikutnya, kami akan membuat rekomendasi tepat waktu pada pengobatan Covid-19, sesuai hasil uji klinis,” kata Zhang.
Menurutnya, peneliti memindai 70 ribu obat atau senyawa melalui simulasi komputer dan menguji aktivitas enzim in vitro. Dari jumlah obat dan senyawa itu, 5.000 dianggap berpotensi efektif.
Setiap obat diuji pada tingkat sel terhadap infeksi virus korona yang umum. Dari 5.000 obat itu, dipilih seratus obat untuk percobaan lanjutan.
“Yang paling mendesak saat ini adalah meningkatkan angka kesembuhan, dan mengurangi kematian,” kata Zhang.
Ia juga emngatakan produk dan teknologi baru telah diadopsi untuk merawat pasien parah dan kritis. Beberapa telah mencapai efek klinis yang baik.
“Penyebab kematian pasien parah dan kritis terinfeksi Covid-19 adalah badai sitokin, yang merupakan reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh,” kata Zhou Qi, akademisi dan Chinese Academy of Sciences (CAS).
Menurut Zhou, penelit juga mencari obat-obatan yang mengekang kemunculan badai sitokin, termasuk obat antirematik. Beberapa obat yang efektif pada tingkat sel telah diuji coba klinis.