POTPOURRI

‘The Contagion’: Film yang Memprediksi Kedatangan Virus Corona Wuhan

“Begitu banyak kesamaan antara plot film dan apa yang terjadi saat ini,” kata seorang penyewa, bercuit di Twitter setelah menyelesaikan film tersebut

JAKARTA—Bukan hanya film-film James Bond 007 yang bisa meramal, dengan memprediksi akan datangnya suatu jenis gadget di masa depan. ‘The Contagion’, sebuah film drama thriller Hollywood yang dirilis 2011 lalu, dengan tepat menggambarkan akan datangnya sebuah penyakit menular hebat di Cina: virus Corona Wuhan saat ini.

Di situs-situs penyewaan film dan video AS saat ini, ‘The Contagion’ termasuk ke dalam daftar film yang diserbu. Bahkan pada beberapa kesempatan ia mengalahkan daftar film yang baru dirilis. Film yang dibintangi Gwyneth Paltrow dari 2011 itu bercerita tentang wabah virus di seluruh dunia, yang mulai menyebar dari Hong Kong.

Marion Cotillard, dalam The Contagion

Film yang skenarionya mengharuskan Paltrow meninggal empat hari setelah tertular, dan membunuh jutaan orang di seluruh dunia itu, bahkan meraih capaian nomor 10 di antara film yang disewa atau dibeli di iTunes.

“Begitu banyak kesamaan antara plot film dan apa yang terjadi saat ini,” kata seorang penyewa, bercuit di Twitter setelah menyelesaikan film tersebut. Pencarian di Google untuk ‘The Contagion’ telah meroket sejak awal 2020, bahkan berita tentang penyebaran coronavirus baru mulai.

Memang ada beberapa kesamaan antara film dengan wabah coronavirus saat ini. Seperti coronavirus novel, sekarang disebut COVID-19, di film virus itu disebutkan menyebar dari hewan ke manusia. Tetapi tetu, tak kurang pula yang berbeda. Dalam The Contagion, penyakit itu membunuh lebih dari 20 persen dari mereka yang terinfeksi; atau sekitar dua persen lebih di atas kematian seiring wabah saat ini.

Scott Burns, penulis skenario ‘The Contagion’, melalui email kepada National Public Radio (NPR) menyatakan, para kru pembuat film itu ingin menceritakan kisah wabah ‘masuk akal’, bukan sesuatu yang berlebihan sesuai gaya Hollywood.

“Kami mencoba untuk menceritakan sebuah kisah yang kredibel dalam batas-batas pemahaman ilmiah, tetapi juga menerangkan bagaimana dunia kita mungkin meresponsnya. Itulah sebabnya, dalam poster kami katakan, ”Tidak ada yang menyebar sebagaimana ketakutan”.

Meskipun film ini bukan film dokumenter– ditunjukkan oleh pernyataan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit ketika dirilis, film ini memang memiliki konten ilmiah–terkadang akurat, kadang tidak, tentang wabah virus. Untuk itu NPR sampai melibatkan para ahli kesehatan untuk menilai film tersebut.

Lahirnya wabah

Film ini dimulai dari dua menit pertama, saat gambar memperlihatkan buldoser meruntuhkan pohon tempat komunitas kelelawar hidup bergantung, untuk membuat kandang babi. Begitu babi tinggal, seekor kelelawar terbang, menjatuhkan sepotong pisang, yang dengan lahap dimakan laiknya babi.

Virus yang dibawa kelelawar itu bercampur dengan virus babi dan bermutasi. Seorang koki menyiapkan babi yang mungkin terinfeksi, memasukkan jari-jari tangannya ke dalam mulut, membersihkan bumbu di babi panggang, kemudian tanpa mencucinya terus berjabat tangan dengan peran yang dimainkan Paltrow, mentransfer virus kepadanya.

Para ahli kami berpikir itu adalah cerita yang realistis–sangat realistis, sehingga Rebecca Katz, direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan Keamanan Kesehatan Global di Universitas Georgetown, mengatakan ia sering menunjukkan itu kepada siswa di kelasnya tentang penyakit menular yang baru muncul.

“Saya menunjukkan beberapa menit terakhir ‘The Contagion’ kepada siswa-siswa kelas saya, untuk menunjukkan keterkaitan antara hewan, lingkungan dan manusia,” kata Katz.

“Jika Anda menebang pohon, itu mengubah perilaku kelelawar. Kelelawar berinteraksi dengan babi,  yang memang dipelihara untuk konsumsi. Manusia kemudian berinteraksi dengan babi yang terinfeksi sebagai bagian dari persiapan makanan. Ini hanyalah salah satu contoh bagaimana suatu penyakit menular yang muncul dapat melompat antarspesies ke manusia.”

Glenn Wortmann, kepala penyakit menular di MedStar Washington Hospital Center di Washington, D.C., setuju dengan hal itu. “Film ini menyajikan serangkaian peristiwa yang masuk akal, berdasarkan apa yang kita ketahui tentang bagaimana virus dapat berpindah dari hewan ke manusia,” kata Wortmann.

Ketika wabah mulai merebak, film menggambarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengirim para personel terlatih dari Epidemic Intelligence Service (EIS) ke daerah-daerah wabah. Mencoba mengidentifikasi  dan membendung Wabah. EIS adalah organisasi nyata, dan penggambaran di film ini mendapatkan pujian atas akurasi yang ada.

Pejabat kesehatan masyarakat dalam film mengidentifikasi kasus potensial dan kelompok orang dengan gejala yang sama, melacak di mana orang-orang telah melakukan perjalanan, melacak orang dalam kontak dengan orang-orang yang terinfeksi dan mengisolasi mereka yang sakit dan terpapar.

“Ini sangat konsisten dengan prinsip dan praktik epidemiologi standar,” kata Theresa Madaline, ahli epidemiologi perawatan kesehatan di Sistem Kesehatan Montefiore di New York City.  

“Yang akurat adalah profesionalisme dan pengabdian staf dalam EIS di CDC,” kata William Hanage, associate professor of epidemiology di Harvard T.H. Public School Chan. “Orang-orang ini tak kenal lelah, dan saya benar-benar merasa terhormat bahwa beberapa mantan muridku bekerja untuk melayani publik di EIS,” kata Hanage. “Itu juga bukan pekerjaan yang penuh glamor, dan acting Kate Winslet tepat sekali.”

Winslet dalam film itu bekerja untuk EIS, kemudan terpapar di lapangan dan sakit. Belakangan, karena ia dirawat di rumah sakit umum, di mana jumlah pasien telah melebihi sumber daya yang ada, wabah pun meruyak.

Bagaimana penyebaran virus baru?

‘Fomite’ tentu saja bukan kosa kata yang sering terdengar, tetapi kata itu diucapkan dalam film. Ini adalah istilah kritis dalam epidemiologi,  ketika mereka menilai potensi penyebaran wabah begitu besar.  Istilah ini mengacu pada objek yang, jika disentuh oleh orang yang terinfeksi, dapat menampung patogen yang mereka bawa dan meneruskannya ke individu baru. “Film ini dengan baik menjelaskan apa itu fomite,” kata Wortmann.

“Saya pikir film ini menyoroti berbagai ‘titik sentuh’ yang dapat berfungsi sebagai alat fomite,”kata dia. Misalnya layar sentuh untuk pemesanan di restoran, yang disentuh Paltrow, juga dan pintu sekolah dasar yang disentuh putra Paltrow.

“Semua permukaan itu mengandung virus, yang kemudian dapat diteruskan ke siapa pun yang menyentuh permukaan itu,” kata Wortmann. “Itulah perlunya mencuci tangan.”

Tetapi epidemiologis Madaline mencatat, kecepatan penularan dan beberapa jalur yang ditunjukkan tidak sepenuhnya akurat. Sebagai contoh, film ini mengisyaratkan bahwa pada hari Paltrow tertular virus, ia mengunjungi kasino, meniup dadu dan menyentuh semangkuk kacang, yang menjadi “fomites” penyebar virus kepada orang lain.

Para ahli kami mengatakan, Paltrow tidak akan selalu dapat menularkan virus dengan cepat setelah terinfeksi. “Butuh beberapa waktu, setidaknya beberapa hari, untuk melepaskan virus dari saluran pernapasan atau air liurnya,” kata Madaline.

Sebelum penularan dapat terjadi, kata Amesh Adalja, akademisi senior di Johns Hopkins Center for Health Security dan seorang juru bicara suka rela untuk Infectious Diseases Society of America, sebuah virus yang telah memasuki sel-sel dalam tubuh perlu membuat begitu banyak salinan dari dirinya sendiri sehingga mencapai ambang yang mengaktifkan sistem kekebalan untuk mulai batuk dan bersin.

“Untuk coronavirus baru di Cina,” kata Adalja, “periode waktu sebelum penularan mungkin lima hingga enam hari.”

Madaline mencatat, dalam beberapa adegan para pekerja perawatan kesehatan dalam film mengenakan alat pelindung diri (APD). “Itu biasa kami lakukan ketika merawat pasien yang memiliki penyakit yang berpotensi menular,” kata dia. Tetapi dalam kasus lain, seorang biarawati yang merawat pasien di rumah sakit bandara hanya memakai sarung tangan dan topeng sebagai pakaian pelindung. Itu juga yang dipakai epidemiologis Winslet dalam film, untuk melindungi dirinya sejak dini.

Pemakaman

Film ini memperlihatkan beberapa korban virus yang terkubur di kuburan massal. Madaline mengatakan, kuburan seperti itu dapat digunakan dalam pengaturan wabah ketika kemampuan untuk segera menguburkan orang yang meninggal melebihi kemampuan kamar mayat dan rumah duka, atau ketika pemakaman itu sendiri adalah kegiatan berisiko tinggi untuk penularan penyakit.  Memang, selama wabah Ebola 2014-2015 di Afrika Barat dan wabah saat ini di Kongo, praktik pemakaman telah berubah karena tubuh seseorang yang meninggal karena Ebola terbukti sangat menular.

Pengembangan vaksin

Cara pengembangan vaksin digambarkan dalam film itu tidak terlalu realistis, kata Madaline. Ilmuwan yang menguji kandidat vaksin pada primata dalam film tersebut melakukan inokulasi sendiri untuk membuktikan kerja vaksin. Ia mengatakan, Dr. Barry Marshall menyuntik dirinya dengan Helicobacter pylori untuk membuktikan bahwa itu adalah penyebab tukak lambung, hingga memenangkan Hadiah Nobel untuk karyanya itu pada tahun 2005.

Meskipun ini berlaku untuk Marshall, menurut Madaline, “…tindakan yang sama untuk pengembangan vaksin tidak akan efektif atau tidak aman.”  Kemanjuran dan keamanan vaksin harus ditetapkan pada banyak orang, bukan hanya satu orang.

Tingkat infeksi

Pada beberapa poin dalam The Contagion, ahli epidemiologi dalam film tersebut membahas apa itu virus ‘R0’. R0 mengacu pada jumlah rata-rata orang yang terinfeksi oleh satu orang yang sakit, dan R0 dalam The Contagion terus naik.

Fakta bahwa naskah film menyebutkan faktor R0, bagi para spesialis itu adalah  nilai tambah. “Wabah saat ini diharapkan membantu orang memahami konsep R0 sedikit lebih baik, “ kata Hanage. “Orang-orang harus dapat memahami bahwa jika orang mulai mencoba mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari penularan. Terbukti, tindakan itu membuat manusia bisa mengalahkan SARS.

Hanage mengatakan kebersihan tangan—dengan setidaknya mencucinya, menimbulkan kesadaran yang lebih besar tentang risiko infeksi, seraya memastikan orang mengambil langkah-langkah untuk menghindari penularan kepada orang lain. [NPR]

Back to top button