Wagub DKI Sepakat dilakukan Standardisasi Rapid Test

Di tengah beragamnya biaya rapit test, Ariza mengingatkan bahwa untuk mendapatkan rapid test maupun tes usap PCR yang dilakukan jajaran Dinas Kesehatan DKI dalam program ‘active case finding’ tidak ditarik biaya alias gratis.
WAKIL Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria atau yang akrab disapa Ariza, menyatakan sepakat jika dilakukan standardisasi prosedur pengenaan rapid test maupun tes usap dengan metode PCR di fasilitas publik semisal untuk transportasi.
Ia menyebut, hingga saat ini di Jakarta tidak ada pelayanan publik yang mewajibkan warga menjalani rapid test terlebih dulu sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi.
Bahkan untuk Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) pun pihaknya hanya meminta surat keterangan sehat dari fasilitas kesehatan.
Ariza juga menyadari bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan standarisasi prosedur pelayanan publik yang meminta hasil rapid test.
“Kita ada kewenangan tapi terbatas. Karena ada RS swasta dan ada RS di bawah pemerintah pusat,” kata Ariza menjelaskan.
Namun Ariza mengingatkan bahwa untuk mendapatkan rapid test maupun tes usap PCR yang dilakukan jajaran Dinas Kesehatan DKI dalam program ‘active case finding’ tidak ditarik biaya alias gratis.
“Kita mendorong memang pemerintah pusat membuat standardisasi rapid test atau tes PCR kalau memang diperlukan nanti seperti apa. Kami pemda sifatnya menunggu,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Ketua Ombudsman RI Lely Pelitasari Soebekty, menyoroti prosedur dan standardisasi pengenaan rapid tes. Lely menanyakan komersialisasi rapid test terutama bagi warga yang hendak berpergian keluar kota menggunakan armada pesawat dan kereta api yang diharuskan melampirkan rapid test agar bisa melakukan perjalanan.
Lely juga mengomentari adanya beberapa maskapai penerbangan yang mengadakan tes cepat berbayar melalui kerja sama dengan pihak ketiga.
Sementara anggota Ombudsman RI lainnya, Laode Ida, mengatakan pihaknya melakukan investigasi terkait harga alat rapid test yakni Rp75.000. Namun masyarakat yang mau bepergian dikenai biaya antara Rp300 ribu sampai Rp1 juta.
Sedangkan menurutnya pemerintah telah menganggarkan dana cukup besar sekitar Rp 677 triliun untuk menangani pandemic Covid-19 ini. Laode menanyakan apakah anggaran itu tidak termasuk biaya rapit test. Ombudsman belum melakukan investigasi terhadap penggunaan uang tersebut, ke mana saja dan siapa saja yang menggunakan.
(tvl)