Ekonomi Indonesia Disebutkan Stabil, Ekonom Justru Curiga
JAKARTA—Ekonomi Indonesia yang diukur dengan angka Produk Domestik Bruto (PDB) tengah menjadi target teropong para ekonom dunia. Mereka mencurigai angka PDB yang tetap stabil di angka sekitar 5 persen selama beberapa tahun.
Semua bermula dari kebingungan para ekonom, yang selangkah kemudian menjelma menjadi curiga. Kecurigaan ini tumbuh mengingat PDB Indonesia yang disebut-sebut stabil—sebagaimana angka PBD, di tengah terus melemahnya pengeluaran pemerintah, investasi yang melambat, dan impor yang kini tengah mengalami kesulitan. Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pun hampir tidak bergerak selama tiga kuartal, yang menyebabkan beberapa analis ekonomi kemudian meragukan keakuratan data yang dipublikasi pemerintah.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia naik 5,02 persen pada kuartal ketiga dari tahun lalu, sedikit berubah dari 5,05 persen pada kuartal kedua dan 5,07 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini. Pertumbuhan ekonomi telah melayang-layang di sekitar angka lima persen, sejak Presiden Joko Widodo mulai memerintah pada 2014.
“Kami agak curiga pada data resmi PDB Indonesia, yang telah stabil selama beberapa tahun terakhir,” kata Gareth Leather, seorang ekonom di Capital Economics Ltd. di London, sebagaimana dikutip Bloomberg. Leather melihat, capital economics—indicator bulanan perekonomian, menunjukkan “pertumbuhan telah melambat dengan tajam selama setahun terakhir,” kata dia.
Data resmi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) telah sejalan dengan estimasi median lima persen dalam survei ekonom Bloomberg.
Namun BPS punya argumentasi sendiri. Menurut Kepala BPS Suhariyanto, perhitungan PDB dilakukan sesuai dengan pedoman yang ketat dan dipantau secara independen oleh berbagai Lembaga, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF). “Jika saya melakukan sesuatu pada data itu, IMF akan mengetahuinya,” kata Suhariyanto kepada para wartawan di Jakarta. Jika itu terjadi, kata dia, bukan hanya BPS yang akan menanggung malu. “Itu akan menghancurkan kepercayaan pada BPS. Yang saya lindungi bukan hanya kredibilitas BPS, tetapi juga kredibilitas negara,” kata dia, menegaskan.
Seorang ekonom di Natixis SA, Hong Kong, Trinh Nguyen, juga mempertanyakan data PDB Indonesia dalam sebuah unggahannya di Twitter. “Saya tidak tahu bagaimana ekonomi dapat tumbuh pada tingkat yang sama begitu lama, hanya di Indonesia,” kata Trinh kepada Bloomberg. Sementara, “Pengeluaran pemerintah lemah, investasi melambat, dan impor mengalami kesulitan.”
Namun Suhariyanto mengatakan, data terakhir menunjukkan ada perlambatan pertumbuhan yang “tajam” dari kuartal ketiga 2018 ke kuartal ketiga tahun ini. Meski demikian, konsumsi―yang memberikan kontribusi 56 persen terhadap PDB, masih tergolong kuat. “Perang dagang telah merusak pertumbuhan di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia,” kata dia.
Bloomberg melansir angka-angka ekonomi Indonesia. Data untuk kuartal ketiga menunjukkan pertumbuhan ekspor yang hampir stagnan, sementara impor anjlok 8,96 persen dari tahun lalu. Masih dari Bloomberg, angka pengangguran yang dirilis pada Selasa (5/11) lalu menunjukkan tingkat pengangguran telah meningkat menjadi 5,28 persen pada Agustus, dibandingkan 5,01 persen pada Februari―turun dari 5,34 persen di tahun sebelumnya.
Pertumbuhan pengeluaran rumah tangga melemah menjadi 5,01 persen pada kuartal ketiga dari 5,17 persen dalam tiga bulan sebelumnya, sementara belanja pemerintah merosot menjadi 0,98 persen dari 8,23 persen. Pertumbuhan investasi juga melambat menjadi 4,21 persen dari 5,01 persen.
Data PDB “adalah alasan lain untuk berpikir bahwa siklus pelonggaran Bank Indonesia belum berakhir,” kata Krystal Tan, ekonom di Australia & New Zealand Banking Group Ltd. di Singapura. Menurut laporan Bloomberg, perkiraan pertumbuhan resmi telah dikupas kembali beberapa kali tahun ini, di mana pemerintah sekarang memproyeksikan ekonomi akan tumbuh 5,1 persen pada 2019 dibandingkan dengan perkiraan awal 5,3 persen.
IMF memiliki prospek yang sedikit lebih suram. Bulan lalu, IMF memotong proyeksi 2019 untuk Indonesia menjadi 5 persen dari 5,2 persen pada Juli. []
Sumber : Bloomberg, matamatapolitik