DepthVeritas

Iran Dilanda Protes Akibat Kekeringan dan Kelangkaan Air

Pada 23 Juli lalu, seorang demonstran berusia 20 tahun tewas di Kota Aligudarz, di Provinsi Lorestan. Menurut Amnesty International, pada tanggal tersebut pasukan keamanan yang menggunakan peluru tajam telah menewaskan sedikitnya delapan orang di tujuh kota di Iran.

JERNIH—Protes warga Iran yang dipicu kelangkaan air, tampaknya membuat pemerintah terkejut. Slogan-slogan yang diteriakkan sudah bernada keras, misalnya: “Mati untuk Diktator!” dan sejenis itu.

Sejatinya, pengelolaan sumber daya air di negara tersebut bisa dikatakan buruk dan telah lama menjadi masalah yang lazim diperbincangkan masyarakat. Saat ini warga di Provinsi Khuzestan, barat daya Iran, tengah dilanda putus asa. Mereka menderita kekeringan dan kekurangan air sejak Maret lalu, dan turun ke jalan dalam beberapa minggu terakhir untuk mengekspresikan kemarahan kepada pemerintah atas pengelolaan sumber daya air yang buruk. Menurut sumber resmi, setidaknya empat pria, termasuk satu polisi, tewas dalam aksi protes tersebut. Pihak berwenang mengklaim mereka ditembak oleh “perusuh tak dikenal” untuk memicu masalah.

Pemerintah Iran sangat khawatir protes akan meluas. Oleh karenanya pemerintah mencoba mengganggu komunikasi pengunjuk rasa dengan cara pemblokiran internet berulang kali, guna mencegah foto dan video bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan tersebar luas.

Tapi aksi protes telah menyebar ke provinsi lain. Pada 23 Juli lalu, seorang demonstran berusia 20 tahun tewas di Kota Aligudarz, di Provinsi Lorestan. Menurut Amnesty International, pada tanggal tersebut pasukan keamanan yang menggunakan peluru tajam telah menewaskan sedikitnya delapan orang di tujuh kota di Iran.

Pembangunan bendungan

“Kami telah mengetahui tentang masalah kelangkaan air dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap keamanan nasional selama lebih dari 30 tahun,” kata pakar lingkungan, Nik Kowsar. Bermarkas di Washington, D.C., Kowsar telah meneliti dan menulis artikel kritis tentang pengelolaan air Iran sejak tahun 1990-an, termasuk rencana pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan bendungan.

Menurut data resmi, Iran sekarang memiliki 192 bendungan–sekitar 10 kali lipat dari 40 tahun yang lalu. “Pemerintah sedang mencari solusi cepat yang menjanjikan keberhasilan jangka pendek. Suara-suara kritis tidak diterima, dan diabaikan,” kata Kowsar. “Seperti, misalnya, ketika Anda menunjukkan bahwa pada prinsipnya Anda tidak boleh membangun bendungan besar di negara kering seperti Iran, karena terlalu banyak air yang menguap dari waduk.”

Kepala layanan meteorologi Iran mengatakan dari Oktober 2020 hingga pertengahan Juni 2021 merupakan masa terkering dalam 53 tahun terakhir, dan bahwa suhu rata-rata di negara itu telah meningkat 2 derajat celsius sejak akhir 1960-an.  Sementara itu, curah hujan telah menurun sebanyak 20 persen dalam dua dekade terakhir. Padahal pada periode itu, kementerian energi Iran telah membangun empat bendungan baru di Sungai Karun saja.

Karun, yang mengalir melalui Khuzestan, adalah sungai terbesar dan satu-satunya di Iran yang dapat dilayari. Sekarang sudah mengering. Saat ini, jembatannya membentang di sungai selebar 500 meter di Kota Ahvaz, yang berpenduduk sekitar 1,3 juta orang. Jembatan itu menjadi lalu lintas yang diselimuti debu yang tertiup angin. Ribuan tahun yang lalu, provinsi sekitarnya adalah sumber budaya Persia karena kelimpahan airnya. Sekarang sungai di seluruh provinsi kering.

Kantor berita ISNA, mengutip komite energi parlemen, melaporkan pekan lalu bahwa fasilitas tambahan dari dua bendungan besar di Sungai Karkheh dan Dez telah dibuka untuk mengatasi kekurangan air yang akut di Khuzestan. Tujuannya adalah untuk menaikkan permukaan air di sungai-sungai provinsi itu bagi para petani dan ternak mereka, yang telah menderita kekeringan selama berminggu-minggu dan suhunya mencapai  hingga 50 derajat celsius.

Lahapnya konsumsi air sector pertanian

Para ahli lingkungan mengatakan kekurangan air saat ini juga merupakan konsekuensi dari pemahaman yang salah tentang pembangunan dan kemajuan pertanian. Pemerintah terus fokus memaksimalkan swasembada, tak terkecuali sebagai respons terhadap sanksi dan tekanan dari luar negeri.

Pertanian dan penggalian sumur yang dalam, yang telah menghabiskan sumber daya air yang tersedia. Tanaman tradisional di Khuzestan adalah padi dan tebu, yang keduanya membutuhkan banyak air. Sekitar 90 persen dari total konsumsi air Iran digunakan oleh pertanian.

“Tidak ada rencana untuk pembangunan sistematis yang akan meningkatkan sumber daya air negara sekaligus mengatur dan mengoptimalkan konsumsinya,” kata Ali Nazemi, asisten profesor teknik lingkungan di Universitas Concordia di Montreal. “Ini terlepas dari fakta bahwa masalahnya telah diketahui selama hampir 30 tahun.”

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada akhir April di situs majalah Nature, Nazemi dan rekan-rekannya menunjukkan betapa tajamnya penurunan cadangan air tanah Iran selama 14 tahun terakhir. Makalah ini menunjukkan bahwa 76 persen dari luas permukaan Iran menderita eksploitasi berlebihan, terutama oleh sektor pertanian.

Selama bertahun-tahun, para ahli telah memperingatkan bahwa beberapa daerah di selatan dan timur Iran yang dianggap gersang atau sangat gersang berada dalam bahaya dan tidak dapat dihuni secara permanen. Jika ini terjadi, jutaan orang Iran terpaksa  pindah dan memulai hidup dari awal lagi di tempat lain. [AP/ISNA]

Back to top button