Kemelut Hutang dan Korupsi di Tubuh Garuda Indonesia
Ada banyak uang yang tak bisa dirampas negara dan mungkin saja bisa dijadikan sarana pemulihan perusahaan itu.
Tak bisa dirampasnya uang tesebut, menurut dia lantaran dianggap sebagai bisnis yang legal.
JERNIH- Meski kondisinya makin memprihatinkan, Garuda Indonesia masih kukuh menolak bangkrut. Sebab, tak ada niat dari para pemegang saham mempailitkan perusahaan tersebut. Termasuk pihak pemerintah.
Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia mengatakan, pihaknya bakal memperjuangkan nasib perusahaan tersebut di Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Caranya, dengan mengajukan proposal penyelesaian utang dengan para kreditur.
Irfan berharap, para kreditur nanti bakal menyetujui proposal yang ditawarkan.
“Kalau mayoritas setuju kita engga pailit, kalau banyak yang nggak setuju ya kita pailit,” Kata Irfan seperti diberitakan Detik pada Kamis (23/12).
Kemungkinan, nantinya kata Irfan, bakal ada investor baru yang masuk ke dalam Garuda Indonesia. Hanya saja, masih dalam pembicaraan dan baru ditentukan di tingkat pemegang saham. Dia juga bilang, manajemen tak banyak ikut campur dalam keputusan yang akan diambil.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, kalau kondisi keuangan Garuda berada dalam posisi mengenaskan. Misalnya saja, terkait utang yang menyentuh angka 9,75 milyar dolar AS atau setara Rp 138,45 triliyun jika nilai tukar berada di level Rp 14.200.
Jika dilihat dari sisi aset yang dimiliki Garuda, hanya senilai 6,92 milyar. Masih jauh lebih rendah ketimbang total kewajiban yang kudu dibayarkan. Sementara modal, tercatat minus 2,8 milyar dolar AS atau setara Rp 39,7 milyar.
Terkait kondisi yang tengah merundung tersebut, saham PT Garuda Tbk berpotensi didepak dari lantai perdagangan. Soalnya, menurut aturan Bursa Efek Indonesia (BEI) delisting saham dilakukan setelah suspensi saham berlangsung sekurang-kurangnya 24 bulan dari waktu pengumuman suspensi.
Sementara saham Garuda Indonesia, telah disuspensi selama enam bulan terkait penundaan pembayaran kupon sukuk. BEI juga sudah mengeluarkan pengumuman Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021 pada 18 Juni, 2021 lalu tentang Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Dengan dikeluarkannya pengumuman itu, artinya, tenggat waktu bagi Garuda untuk menyelamatkan dirinya tinggal 12 bulan lagi hingga 18 Juni 2023.
Lalu, bagaimana dengan dana investor yang sudah ditanam jika perusahaan ini benar-benar dikeluarkan dari lantai bursa ?
Pilihannya cuma dua. Pertama, investor menjual sahamnya ke pihak lain tapi hanya bisa dilakukan di luar lantai bursa. Namun, hal ini sangat sulit sekali dilakukan. Sekalinya ketemu pembeli, harganya pasti bakal anjlok.
Kedua, jika benar Garuda didepak dari lantai bursa, investor menahan dana tetap berada di dalam perusahaan yang delisting tersebut sambil menunggu didaftarkan kembali. Jika kondisi kembali membaik, bisa saja mendapatkan deviden jika mengalami keuntungan.
Praktek Korup di Tubuh Garuda
Selain persoalan utang yang menggunung, kondisi mengenaskan yang tengah dialami Garuda Indonesia juga lantaran maraknya praktek rasuah di dalam tubuh perusahaan yang berdiri sejak 1 Agustus 1947 lalu ini.
Pada satu kasus dugaan rasuah saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, ada banyak uang yang tak bisa dirampas negara dan mungkin saja bisa dijadikan sarana pemulihan perusahaan itu.
Banyaknya uang yang lenyap begitu saja menurut KPK, dari dugaan korupsi pengadaan unit pesawat dan mesin pesawat.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, duit-duit yang lenyap itu merupakan pembayaran jasa konsultasi pembelian pesawat dan mesinnya yang dikerjakan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo. Tak bisa dirampasnya uang tesebut, menurut dia lantaran dianggap sebagai bisnis yang legal.
Sementara perusahaan yang dikendalikan Soetikno antara lain Intermediary Connaught International Pte Ltd, PT Ardhyaparamita Ayuprakasa, Hollingworth Management International Ltd Hongkong, dan Summerville Pasific Inc.
Empat perusahaan tersebutlah yang mengatur kontrak pembelian unit pesawat dan mesin yang dilakukan antara PT Garuda Indonesia kepada Airbus SAS, Rolls -Royce Plc, Avions de Transport Regional, dan Bombardier Canada.
Dalam narasi kontrak yang dibuat Soetikno, membuat Garuda tak bisa membeli secara langsung barang yang dibutuhkan kepada perusahaan penyedia barang.
“Jadi, Garuda menandatangi kontrak dengan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Soetikno tadi, seolah-olah Garuda enggak bisa membeli langsung dari Airbus atau menjalin kontrak langsung, itu harus lewat perantara seperti tadi,” kata Alex seperti diberitakan Sindonews.
Sistem penggunaan jasa konsultan inilah yang bikin negara harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Catatan KPK menyebutkan, negara kudu mengeluarkan dana sebanyak Ro 390 milyar hanya untuk menggunakan jasa tersebut.
Meski Serious Fraud Office (SFO) atau otoritas pemberantasan korupsi sepakat bahwa penggunaan jasa konsultasi yang dilakukan Soetikno merupakan bagian dari suap dan menjatuhkan denda, sebesar 497,25 juta poundsterling kepada Roll-Royce, hakim di Indonesia malah berpandangan lain.
Keputusan yang diambil SFO, keluar lantaran Roll Royce sudah mengakui adanya pemalsuan akun guna menyembunyikan perantara yang ilega;l, mencoba menghalangi investigasi korupsi dan membayar puluhan juta pound sterling sebagai suap agar memenangkan bisnis di Indonesia, Thailand, Cina dan Rusia.
Namun, Hakim di pengadilan Indonesia berpandangan lain. Dia menilai, pendapatan yang diperoleh Soetikno merupakan hasil bisnis wajar sebab uang yang diterima sebagai intermediari dari tugasnya selaku komersial advisor agreement.
Akhirnya, Soetikno divonis 6 tahun penjara, denda Rp 1 milyar subsider tiga bulan penjara. Dia, terbukti menyuap mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam kasus tersebut.
Meski Jaksa Penuntut Umum menuntut Soetikno membayar uang pengganti sebesar 14,6 juta dolar Singapura plus 11,55 juta euro, namun hakim tak meluluskan tuntutan tersebut.[]