DepthVeritas

“Selama 44 Tahun Kelola TMII, Yayasan Harapan Kita tak Pakai Uang Negara”

TMII juga membantah tidak pernah menyetor penghasilan kepada negara. Pada tahun 2018, pengelola TMII membayar pajak tontonan sebesar Rp 9,4 miliar. Tanribali mengatakan ada beberapa bulan di mana pengelola membayar pajak lebih dari Rp 1 miliar, seperti pada Juni 2018 sebesar Rp 1,1 miliar dan bulan Desember 2018 Rp 1,4 miliar. Adapun pada 2019, kata dia, pajak tontonan yang dibayarkan sebesar Rp 9,7 miliar.

JERNIH—Selama 44 tahun mengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Yayasan Harapan Kita (YHK) tidak pernah menggunakan anggaran negara. Bahkan, pembangunan TMII pun seluruhnya berdasarkan hasil gotong royong yang dikelola yayasan, tanpa melibatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Yayasan Harapan Kita Tria Sasangka Putra, dalam jumpa pers yang digelar di TMII, Jakarta Timur, Ahad (11/4). “Pendanaannya dibiayai langsung oleh Yayasan Harapan Kita, tanpa bantuan anggaran dari pemerintah,”kata Tria.

Menurut Tria, selama mengemban tugas mengelola TMII, Yayasan Harapan Kita pun tidak pernah mengajukan kebutuhan anggaran kepada negara. Bahlan Yayasan Harapan Kita, menanggung segala kebutuhan untuk TMII, termasuk kebutuhan gaji kru yang saat ini tidak kurang dari 700 personel.

“Yayasan Harapan Kita sebagai penerima tugas negara,  sesuai amanat Keppres No 51 Tahun 1977, tidak pernah mengajukan atau meminta kebutuhan anggaran pengelolaan TMII kepada negara atau pemerintah. Tentunya tidak selamanya pemasukan yang diperoleh badan pelaksana pengelola TMII dapat mencukupi kebutuhan operasional TMII ini,”kata dia.

Lebih detil Tria menegaskan, perbaikan, pembangunan fasilitas baru, perawatan, hingga pelestarian TMII merupakan kontribusi Yayasan Harapan Kita kepada negara. Semua itu, kata dia, langsung menjadi milik negara, bukan milik Yayasan Harapan Kita.

“Yayasan Harapan Kita selalu memberikan bantuan kepada TMII yang termasuk membiayai secara mandiri peningkatan, pengembangan TMII sesuai dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1977. Sehingga dengan demikian Yayasan Harapan Kita tidak pernah membebani dan merugikan keuangan negara,”ujar Tria.

Selama ini, kata Tria, YHK telah membangun berbagai bangunan dan fasilitas yang terdiri dari 34  anjungan bagi tiap provinsi di seluruh Indonesia (anjungan daerah), 16 (enam belas) museum, 7 (tujuh) tempat peribadahan, 12 (dua belas) unit flora dan fauna, 9 (sembilan) wahana rekreasi dan 17 (tujuh belas) fasilitas berupa hotel  dan resto, art shop & gallery, lease of dan transportasi publik yang diperuntukan bagi wahana pelestarian budaya Indonesia tersebut.  

Tidak hanya itu, Tria juga mengungkapkan bahwa selama ini Yayasan Harapan Kita juga membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) TMII, meskipun berdasarkan peraturan yang ada, barang milik negara tidak diwajibkan membayar pajak tersebut.

“Sebagai pengelola barang milik negara, Yayasan Harapan Kita tetap membayar pajak bumi dan bangunan yang berdasarkan regulasi yang mengatur kewajiban PBB, terhadap barang milik negara sebenarnya dikecualikan untuk membayar PBB,”kata dia.

Sementara itu, Direktur Utama TMII Tanribali Lamo juga membantah sinyalemen bahwa membantah tak pernah menyetorkan penghasilannya kepada negara. Menurut Tanribali, audit BPK yang dilakukan terhadap TMII pada tahun 2018-2020 tidak menemukan kasus yang mengakibatkan kerugian negara.

Tanribali menyampaikan hal itu sambil menunjukkan dokumen hasil pemeriksaan BPK dalam konferensi pers secara daring tersebut. “Pengelola tak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar aturan lantaran diawasi oleh BPK.”

Pasalnya, kata dia, apabila Taman Mini ada yang tidak melaksanakan setoran, bagi hasil, dan sebagainya, manajemen akan ditegur BPK. Sejauh ini BPK menyatakan tidak ada kerugian negara. “Kalau kita simak pernyataan ini maka sebenarnya tidak ada lagi yang tidak pernah disetorkan kepada TMII sepanjang itu menjadi kewajiban TMII.”

Selama ini pemerintah menyatakan, YHK sebagai pengelola TMII dinyatakan tak pernah menyetorkan pendapatan kawasan rekreasi itu kepada negara. Pemerintah mengambil alih pengelolaan TMII melalui ditekennya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Tanribali baru menjabat direktur utama TMII pada 1 Februari 2018. Ia memastikan bahwa pengelola TMII rutin membayar pajak setiap tahunnya. Bahkan ia mengatakan bahwa TMII merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di wilayah Jakarta Timur.

“Pajak terbesar TMII adalah pajak tontonan. Selain pajak lain seperti PPH 21, PPH 25, dan sebagainya,”ujar Tanribali.

Pada tahun 2018, pengelola TMII membayar pajak tontonan sebesar Rp 9,4 miliar. Tanribali mengatakan ada beberapa bulan di mana pengelola membayar pajak lebih dari Rp 1 miliar, seperti pada Juni 2018 sebesar Rp 1,1 miliar dan bulan Desember 2018 Rp 1,4 miliar. Adapun pada 2019, kata dia, pajak tontonan yang dibayarkan sebesar Rp 9,7 miliar.

Besaran pajak yang dibayarkan turun drastis pada tahun 2020, yaitu Rp 2,6 miliar. Tanribali mengatakan hal itu terjadi lantaran kondisi pandemi Covid-19. “Kondisi Covid-19 ini membuat penurunan luar biasa bagi aktivitas di TMII. Sehingga program kerja juga kami ubah,” kata dia. [ ]

Back to top button