Desportare

Enam Gelar MotoGP Berturut-turut oleh Marc Márquez

Rekor Valentino Rossi telah ia tinggalkan. Selangkah lagi, Marc Marquez akan setara dengan Giacomo Agostini, meraih juara 1 MotoGP secara berturut sebanyak tujuh kali.

JERNIH –  Di bawah langit Styria yang membentang luas, sirkuit Red Bull Ring menjadi saksi kebangkitan seorang legenda. Pada Grand Prix Austria 2025, Marc Márquez mengukir kemenangan keenamnya secara berturut-turut di ajang MotoGP. Prestasi ini bukan sekadar angka, melainkan sebuah pernyataan: bahwa dominasi Márquez musim ini adalah nyata, tak terbantahkan, dan memesona.

Rangkaian kemenangan ini telah membawanya unggul 142 poin atas pesaing terdekatnya, saudaranya sendiri, Álex Márquez. Dengan usia yang masih muda, Marc telah mencatatkan dirinya sebagai pembalap termuda yang menggenggam enam gelar juara di kelas premier. Hingga akhir musim 2024, ia telah mengoleksi 111 podium dari setiap start di kelas utama, menempatkannya di posisi ketiga terbanyak dalam sejarah, hanya di belakang Valentino Rossi dengan 199 podium dan Jorge Lorenzo dengan 114 podium. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti ketangguhan seorang pejuang di lintasan.

Enam kemenangan beruntun adalah prestasi langka, bahkan di antara para dewa balap. Valentino Rossi, sang The Doctor, pernah meraih lima gelar berturut-turut pada era 2001–2005. Mick Doohan pun demikian, menguasai lintasan pada 1994–1998. Namun, hanya satu nama yang pernah melampaui torehan ini: Giacomo Agostini, legenda Italia yang menorehkan tujuh kemenangan beruntun pada 1966–1972. Kini, Márquez berdiri di ambang sejarah. Jika ia menang lagi di Grand Prix Hungaria pada 24 Agustus 2025, namanya akan sejajar dengan Agostini, mengukir rekor yang tak terlupakan.

Perjalanan Márquez musim ini bagai kisah seorang penutur legenda yang bangkit dari abu. Tahun lalu, ia tersandung berkali-kali, jatuh, dan gagal menyelesaikan balapan. Namun, seperti burung phoenix, ia menemukan kembali apinya setelah bergabung dengan Tim Ducati Lenovo bersama Francesco Bagnaia. Di atas tunggangan Ducati, Márquez bukan lagi sekadar pembalap—ia adalah penjinak lintasan, meninggalkan bayang-bayang cedera yang pernah menghantuinya bersama Honda.

Grand Prix Austria menjadi panggung di mana ambisi Márquez bersinar. Meski start dari pole position yang kurang menguntungkan, ia menunjukkan kelasnya dengan memenangkan sesi sprint pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Di balapan utama, ia melesat, menyalip Álex Márquez dan Marco Bezzecchi dengan kepiawaian di tikungan-tikungan kritis. Setiap manuver adalah tarian presisi, setiap akselerasi adalah puisi keberanian.

Sirkuit Red Bull Ring, dengan karakternya yang pendek namun brutal, adalah ujian sejati bagi para pembalap. Lintasan di pegunungan Styria ini menawarkan tantangan yang tak kenal ampun: perubahan ketinggian yang curam, tikungan kanan yang mendominasi, dan kombinasi teknis antara tikungan lambat dan lurusan panjang yang menuntut kekuatan mesin.

Cuaca yang tak menentu menambah drama, menjadikan sirkuit ini sebagai “surga Ducati” dalam beberapa musim terakhir. Francesco Bagnaia, rekan setim Márquez, pernah menguasai lintasan ini tiga tahun berturut-turut dari 2022 hingga 2024. Namun, di tahun 2025, Márquez mematahkan dominasi Bagnaia, sekaligus mempertahankan supremasi Ducati di Spielberg.

Kemenangan ini tak hanya bicara trofi. Ini adalah kisah tentang keberanian, strategi, dan kebangkitan. Márquez telah menaklukkan Red Bull Ring, lintasan yang menuntut segalanya dari seorang pembalap. Dengan pandangan tertuju pada Hungaria, dunia menahan napas: akankah ia menyamai legenda Agostini? Satu hal yang pasti, nama Marc Márquez telah terukir abadi di kanvas sejarah MotoGP.(*)

BACA JUGA: Produk Pesantren Jabar Ini Laris Manis di Ajang MotoGP Mandalika

Back to top button