Pengadilan Rusia Denda Google Alphabet Hampir Rp1,4 Triliun
Moskow telah meningkatkan tekanan pada perusahaan teknologi besar yang menurut para kritikus sebagai upaya pihak berwenang Rusia untuk melakukan kontrol yang lebih ketat atas internet.
JERNIH – Pengadilan Moskow, Jumat (24/12/2021) mendenda Google Alphabet sebesar 7,2 miliar rubel atau hampir Rp1,4 triliun akibat kegagalan berulang untuk menghapus konten yang dianggap ilegal oleh Rusia. Penentuan besaran denda ini berbasis pendapatan.
Moskow telah meningkatkan tekanan pada perusahaan teknologi besar yang menurut para kritikus sebagai upaya pihak berwenang Rusia untuk melakukan kontrol yang lebih ketat atas internet. Tindakan ini dinilai mengancam kebebasan individu dan perusahaan.
Google mengatakan dalam emailnya akan mempelajari putusan pengadilan sebelum memutuskan langkah lebih lanjut.
Rusia telah memberlakukan denda kecil pada perusahaan teknologi asing sepanjang tahun ini, tetapi hukuman pada hari Jumat menandai pertama kalinya mereka meminta persentase dari omset tahunan yang berakibat pada besarnya jumlah denda. Angka denda tidak menentukan persentase, meskipun perhitungan Reuters menunjukkan itu setara dengan lebih dari 8 persen.
Rusia telah memerintahkan perusahaan untuk menghapus posting yang mempromosikan penyalahgunaan narkoba dan hiburan berbahaya, informasi tentang senjata dan bahan peledak buatan sendiri, serta yang oleh kelompok yang ditunjuk sebagai ekstremis atau teroris.
Google, yang telah membayar denda lebih dari 32 juta rubel atas pelanggaran konten tahun ini, berselisih dengan Moskow dalam sejumlah masalah. Rusia telah menuntutnya memulihkan akses ke saluran-saluran berbahasa Jerman RT yang didukung negara.
Pekan lalu, seorang pengusaha Rusia yang terkena sanksi mengklaim kemenangan atas Google dalam kasus pengadilan yang bisa membuat raksasa teknologi itu terkena denda berat lainnya.
Moskow juga menuntut agar 13 perusahaan teknologi asing dan sebagian besar AS, yang meliputi Google dan Meta Platform, didirikan di tanah Rusia pada 1 Januari atau menghadapi kemungkinan pembatasan atau larangan langsung. [Reuters/CNA]