Dum Sumus

Perlawanan Cockpit Menyiasati Covid via Konser Virtual

JERNIH – Tahun 80-an, remaja Malang lebih doyan genjrang-genjreng lagu-lagu Genesis ketimbang tembang Iwan Fals. Bahkan, cerita Donny Hardono, pemilik DSS Music, di salah sebuah SMA, siswanya gemar membawa kaset Genesis yang diputar melalui Walkman daripada bawa buku.

Sebegitu “gilanya” pada musik Genesis, ketika Cockpit konser di GOR Pulosari Malang (kini gelanggang tersebut sudah jadi supermarket) hebohnya luar biasa. Tiket ludes. Dan konser ini dikenang hingga sampai saat ini.

Suasana itu terbangun kembali ketika Cockpit konser pada 12 Juni silam melalui format virtual dan menggunakan kanal YouTube. Karena sukses dan menggalang donasi jutaan rupiah, mereka pun tampil kembali pada Sabtu (25 Juli) di konser berpayung Konser 7 Ruang yang digelar DSS Music.

Cockpit, band cover version-nya Genesis yang malang-melintang di panggung era -80an. Siapa anak Gen X yang tak kenal Freddy Tamaela, sang vokalis yang kerap disapa Phil Collins Indonesia. Ada pula Oding Nasution (gitar), Yaya Moektio (drum), Harry Minggoes (bass) dan Roni Harahap (kibor). Ini adalah formasi pertama, yang merupakan jelmaan dari Batara Band.

Cockpit era baru hanya menyisakan Yaya Muktio. Kendati sudah 68 tahun tetapi gebukannya masih segahar dulu. Masih kuat dan seolah menjadi representasi Chester Thompson, pemukul bedug Genesis selama hampir 20 tahun. Ia ditemani Raidy Noor (bass), Nada Noor (gitar), Krisna Prameswara (kibor) serta tiga vokalis (Judy Colours, Arry Syaff dan Denni Chaplin).

Dalam ruang digital streaming video ini, suguhan konser terasa berbeda. Tidak terlihat para personel band beraksi dalam sebuah stage. Melainkan frame-frame tiap personel, yang seolah menunjukkan bahwa mereka sangat peduli dengan protokol kesehatan menjaga jarak.

Soal audio bisa sangat berbeda kualitas bagi masing-masing viewers. Hal ini tergantung mutu speaker perangkat yang Anda gunakan. Anda bisa rasakan benar kualitasnya yang prima dengan menggunakan headphone.  Berbeda sekali dengan jika Anda berada di ruang konser. Via digital, streaming audio tak kalah memukaunya. Headphone amat membantu mengakomodir “menelanjangi” setiap gebukan Yaya, betotan bass Raidy di frekuensi rendah. Begitupun raungan gitar Nada yang beberapa kali penonton menjulukinya Nada Hacket. Steve Hacketadalah gitaris rock progresif yang sempat bertahan enam tahun di Genesis. Atau ia bisa menjelmakan sayatan gitar Daryl Stuermer, gitaris band-nya Phil Collins di tembang Easy Lover contohnya.

Nada Noor, sayatan gitarnya plek Steve Hacket

Jangan lupa lewat audio setingan DSS itu pula Anda bisa mentakjubi permainan jemari Krisna di atas tuts sebanyak lima kibor. Harmoninya mengingatkan kecepatan Tony Banks. Umpamanya di tembang I Know What I Like. Ia bahkan bisa mengkonversikan suara trumpet Harry Kim cs lewat tuts kibor.

Konser digital  macam ini juga melahirkan kebiasaan baru. Salah satunya adalah interaksi antarpersonel, pendukung konser (teknisi) hingga viewers. Mereka bebas saja berbincang, seperti sedang cangkrukan. Mengomentari celotehan alias chat ribuan viewers. Sementara di chatbot, orang bebas pula bercuap, atau saling ledek, sesekali jadi ajang reuni yang jangan-jangan baru terjadi di konser virtual Cockpit ini.

Suasananya egaliter. Pebisnis, pemusik, pejabat, juga orang-orang biasa menyatu di situ. Ada Triawan Munaf (mantan Ketua Bekraf), Ririek Adriansyah (Dirut Telkom yang mantan Dirut Telkomsel), Jelly Tobing (drummer senior), Tika Bisono (psikolog), Vina Panduwinata (penyanyi senior) dan banyak lagi membaur. Indah, bukan?

Namanya pula konser gratis, jadi penonton tak layak komplain. Walaupun sebenarnya kalau mau DSS Music bisa saja memilih bergabung dengan aplikasi seperti Loket.com. Buat konser macam ini tentu layak dikomersialkan. Namun DSS dan Cockpit cuek saja seolah tak memikirkan profit.  

Kecuali para penonton berpartisipasi sukarela mendonasikan setidaknya untuk ongkos produksi, latihan, dan sebagainya. Sawerannya bebas, dari puluhan ribu sampai jutaan perak. Bahkan ada pula donasi dalam dolar dan euro.

Yaya Moektio, satu-satunya personel yang masih bertahan

DSS Music menjalin kerjasama dengan berbagai moda payment. Ada BCA, PayPal, hingga SociaBuzz. Lantas pembayaran ala milenial diwakili oleh GoPay, OVO, Dana dan LinkAja ikut nimbrung memberikan kemudahan bagi donatur.

Sekitar 20 tembang Genesis bercampur lagu-lagu solo Phil Collins mengumandang selama nyaris lima jam. Para pemusik yang sebagian besar bukan lagi anak milenial itu masih fit saja.

Tengah malam  mengalun Take Me Home. Tembang milik Phil Collins dari album No Jacket Required (1985) dibawakan apik bahkan melibatkan tiga vokalis. Pertanda konser ini hendak berakhir. Persis seperti set list konser Phil Collins bertajuk Both Side World Tour pada 1995 di Ancol.

Donasi terkumpul Rp 100 juta. Konser 7 Ruang performing Genesis feat, Phil Collins adalah hiburan era new normal, bagi siapa yang rindu akan aksi panggung Cockpit. Yang kangen tembang Genesis dan Phil Colins secara live.

Donny Hardono bilang, “Jangan-jangan malah mereka yang menonton kita.” Menonton Cockpit via YouTube.(*)

Back to top button