NewsPOTPOURRI

Lindsay Sandiford Dipulangkan ke Inggris, Lolos dari Hukuman Mati Indonesia

Berlatar alasan kemanusiaan, narapidana perempuan asal Inggris ini akhirnya kembali ke negaranya. Inggris tak mengenal hukuman mati. Hingga ia pun lolos dari hukuman tersebut.

JERNIH – Lindsay June Sandiford (68), warga negara Inggris yang divonis hukuman mati di Indonesia atas kasus narkotika, akhirnya dipulangkan ke negara asalnya pada Jumat, 7 November 2025, setelah menjalani masa penahanan selama 12 tahun. Pemulangan ini menjadi akhir dari penantian eksekusi mati yang menjadikannya sorotan internasional.

Lindsay Sandiford adalah seorang mantan sekretaris hukum (legal secretary) berkewarganegaraan Inggris. Ia lahir pada 25 Juni 1956. Ia menjadi terkenal secara global setelah divonis hukuman mati oleh pengadilan Indonesia pada Januari 2013 karena terbukti menyelundupkan kokain ke Bali.

Lindsay Sandiford didakwa atas kasus penyelundupan narkotika internasional, yaitu kokain. Ia ditangkap pada 19 Mei 2012 di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, setibanya dari Bangkok.

Kala itu petugas Bea dan Cukai menemukan 4,79 kokain senilai sekitar 2,14 juta dolar (sekitar Rp 35,5 miliar) yang disembunyikan di dasar palsu kopernya.

Sandiford mengakui perbuatannya, namun menyatakan bahwa ia terpaksa menjadi kurir karena mendapat ancaman pembunuhan terhadap anaknya dari sindikat narkoba internasional.

Proses pengadilan  berjalan dan pada Januari 2013, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Lindsay Sandiford.

Vonis ini sendiri lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya menuntut hukuman penjara 15 tahun. Permohonan banding dan kasasi yang diajukan oleh Sandiford ditolak, menegaskan vonis hukuman mati. Ia kemudian menjalani masa tunggu eksekusi selama lebih dari satu dekade di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan, Badung, Bali.

Dan, Jumat kemarin ia memperoleh hak yakni dipulangkan ke Inggris bersama dengan narapidana narkoba WN Inggris lainnya, Shahab Shahabadi, melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 7 November 2025. Proses ini terjadi berdasarkan kesepakatan repatriasi dan kerja sama internasional antara pemerintah Indonesia dan Inggris.

Ada dua alasan utama yang menjadi pertimbangan pemulangan ini. Pertama, alasan kemanusiaan dan kesehatan. Sandiford dilaporkan menderita penyakit serius seperti Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi. Shahab juga dipulangkan karena alasan kesehatan (gangguan kepribadian dan penyakit kulit).

Kedua soal kerjasama internasional.  emulangan ini merupakan hasil dari kolaborasi dan kesepakatan yang dibangun atas dasar prinsip saling menghormati, kedaulatan, dan kerja sama internasional, yang disepakati oleh otoritas hukum kedua negara.

Meskipun telah divonis hukuman mati oleh pengadilan Indonesia, Sandiford dipastikan tidak akan dieksekusi mati di Inggris. Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Matthew Downing, menegaskan bahwa Inggris tidak menerapkan hukuman mati.

Setelah tiba di Inggris, Sandiford akan menjalani prosedur hukum sesuai dengan negaranya, yang tidak mengenal hukuman mati, serta akan menjalani pengecekan kesehatan secara menyeluruh, perawatan, dan rehabilitasi. Pemerintah Inggris bertanggung jawab penuh atas keputusan hukum yang akan diberikan di sana, namun tetap memperhatikan keputusan hukum yang telah diberikan di Indonesia.

Pemulangan narapidana warga negara asing (WNA) dari Indonesia, terutama yang divonis hukuman mati atau seumur hidup, sering kali terjadi berdasarkan perjanjian kerja sama internasional (Transfer of Sentenced Persons atau TSP) yang didasari pertimbangan hukum, diplomatik, dan kemanusiaan.

Sebelumnya ada Serge Atlaoui, warga negara Prancis, terlibat dalam kasus narkotika karena kepemilikan pabrik sabu-sabu. Vonis awalnya adalah penjara seumur hidup, namun kemudian diperberat menjadi Hukuman Mati setelah Kasasi.

Ia berhasil dipulangkan ke Prancis pada Februari 2025. Alasan utama pemulangan ini adalah masalah kesehatan (dilaporkan mengidap kanker) dan adanya kesepakatan antar pemerintah Indonesia dan Prancis.

Yang terakhir, Mary Jane Veloso, warga negara Filipina, terlibat kasus narkotika karena membawa 2,6 kg heroin dalam koper dan divonis Hukuman Mati. Ia dipulangkan ke Filipina pada Desember 2024. Pemulangan ini didorong oleh pertimbangan kemanusiaan dan proses diplomatik yang intens antara kedua negara. Eksekusinya sempat ditunda pada tahun 2015, dan repatriasinya dilakukan setelah bertahun-tahun menjalani penahanan di Indonesia. (*)

BACA JUGA: Di Vietnam, Konglomerat Pengemplang Pinjaman Dijatuhi Hukuman Mati

Back to top button