Kalau Petani Sejahtera, Pupuk Subsidi Langka Bukan Masalah
Seandainya, kesejahteraan petani betul-betul meningkat, ketika langkanya pupuk subsidi, para pencangkul sawah dan ladang bisa saja menggunakan yang non subsidi. Ini jika keuntungan dari pertanian bisa maksimal, sehingga ketergantungan terhadap pupuk subsidi bisa berkurang dengan sendirinya.
JERNIH-Sebagai negara agraris, Indonesia punya ironi tersendiri. Bagaimana tidak, negeri ini tercatat sebagai salah satu produsen terbesar minyak sawit di dunia, tapi minyak goreng justru langka di dalam negeri. Pemerintah pun, dibuat tak berkutik menghadapi situasi tersebut Dan terbaru, meski merupakan cerita lama yang terus diulang, petani dikabarkan kesulitan mendapat pupuk subsidi dan tak pernah mengecap manisnya untung dalam profesi tersebut.
Pengamat ekonomi Surya Vandiantara menilai, persoalan sebenarnya adalah jumlah pupuk yang terbatas. Menurut dia, masalah pupuk subsidi harus dilihat secara menyeluruh baik dari hulu sampai hilirnya, juga termasuk pasar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani.
Sebab, jika diamati dengan teliti, tak adanya pupuk subsidi tak bisa juga dikatakan sebagai kelangkaan. Lebih tepat jika disebut keterbatasan jumlah. Karena menurut Surya seperti diulas Viva, perlu dipahami permasalahan tersebut secara holistik.
“Kata kuncinya adalah efisiensi, solusi dan inovasi,” kata Surya.
Dia bilang, seharusnya Pemerintah memperlakukan pupuk subsidi sebagai stimulus agar tak ada ketergantungan. Namun masalah yang selama ini terus berulang, mayoritas petani justru tak pernah menikmati buah dari produksi pertanian mereka.
Seandainya, kesejahteraan petani betul-betul meningkat, ketika langkanya pupuk subsidi, para pencangkul sawah dan ladang bisa saja menggunakan yang non subsidi. Ini jika keuntungan dari pertanian bisa maksimal, sehingga ketergantungan terhadap pupuk subsidi bisa berkurang dengan sendirinya.
Tapi yang terjadi selama ini malah sebaliknya. Justru yang paling sering meraup keuntungan adalah pemegang jalur distribusi produk pangan mulai dari pengepul dan seterusnya. Sebab di bagian inilah permainan harga langsung dipraktekkan dengan membeli murah dari petani, dan dijual malah ke konsumen.
Belum lagi di musim panen raya, impor produk pangan malah diperbolehkan masuk dengan alasan memenuhi kebutuhan stok dalam negeri. Dan sudah barang tentu justru merusak harga jual petani hingga bertambah parah.
Kementerian Pertanian memang sudah mengembangkan sistem pendisitribusian pupuk secara elektronik. Dan ini, Surya bilang tak ada yang salah karena akan lebih serampangan lagi jika pengumpulan data distribusi pupuk tidak memadai. Namun sekali lagi, perlu juga melihat secara utuh persoalan pupuk subsidi ini.
Maksud melihat secara utuh, bukan cuma sekedar jumlah pupuk. Namun lebih penting lagi, menurut Surya, bagaimana caranya membuat petani sejahtera. Dari situ, Pemerintah punya tuntutan baru yakni menghadirkan sistem pasar rama bagi petani agar bisa menjual langsung produknya ke masyarakat pengguna tanpa melalui pengepul atau penguasa mata rantai distribusi yang sudah mapan.
“Selain itu perlu diperhatikan kembali adalah inovasi dibidang pertanian dan membuat pertanian ke arah industrialisasi agar keuntungan petani meningkat,” kata Surya menilai.[]