Keran Ekspor Batu Bara RI Kembali Dibuka Mulai 12 Januari 2022
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa saat ini pasokan batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri mencapai 15 hari operasi menuju 25 hari operasi.
JERNIH – Setelah melarang sementara ekspor batu bara sejak 1 Januari 2022, Pemerintah memastikan kebijakan ekspor komoditas itu bakal kembali dibuka bertahap mulai Rabu 12 Januari 2022. Proses pengapalan mulai dilakukan oleh sejumlah perusahaan tambang sejak Senin (10/1/2022) malam.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa saat ini pasokan batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri mencapai 15 hari operasi menuju 25 hari operasi. “Sudah ada beberapa belas kapal yang sudah diisi batu bara telah diverifikasi malam ini, besok akan dilepas. Kapan mau dibuka ekspor, secara bertahap kita lihat Rabu,” katanya Senin (10/1/2022).
Luhut memaparkan, pemerintah akan menyelesaikan masalah pasokan untuk PLN dan IPP (Independent Power Producer). Salah satunya dengan meniadakan skema penjualan free on board (FOB) melainkan dengan skema cost in insurance and freight (CIF). “PLN tidak ada lagi FOB. Semua CIF. Tidak ada lagi PLN trading dengan trader. Jadi semua harus beli dari perusahaan,” terangnya.
Pengumuman ini sekaligus menyelesaikan larangan ekspor batu bara. Semula Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa ekspor batu bara akan diterapkan 1–31 Januari 2022. Kebijakan ini diambil pemerintah seiring dengan menipisnya pasokan batu bara pada 17 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baik milik PLN maupun IPP.
Larangan Indonesia sebagai eksportir batubara termal terbesar dunia tersebut mendorong harga batu bara di China dan Australia lebih tinggi minggu lalu. Sementara sejumlah kapal yang dijadwalkan untuk membawa batu bara ke pembeli utama seperti Jepang, Cina, Korea Selatan dan India berada dalam kondisi limbo di Kalimantan, rumah bagi pelabuhan batu bara utama Indonesia.
Sejumlah negara seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura hingga Filipina sempat melayangkan desakan agar pemerintah Indonesia membuka kembali keran ekspor komoditas tersebut ke negara mereka. [*]