Politeia

IPW Minta Kapolri Baru Hapus Diskriminasi di Internal Polri

IPW berharap Kapolri Sigit Listyo mampu menjadi ikonnya anti diskriminasi di tubuh Polri

JERNIH-Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri. Dengan jabatan tersebut, Sigit resmi menjadi Kapolri sekaligus resmi menjadi Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Pelantikan Kapolri digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2021) dengan jumlah undangan terbatas serta menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Indonesia Police Watch (IPW) mempunyai harapaan besar terhadap mantan Kabareskrim untuk dapat menghapus Diskriminasi dalam tubuh Polri.

Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane berharap, dengan dilantiknya Sigit Listyo menjadi Kapolri, akan membawa paradigma anti diskriminasi di tubuh Polri, dan Sigit mampu menjadi ikonnya.

Sigit akan menjadi tonggak baru anti diskriminasi dalam tubuh Polri, sebab selama ini sulit sekali bagi Pati non Muslim untuk memegang jabatan tertentu di Polri. IPW mencatat, selama Polri berdiri, baru dua kali Kapolri dijabat Pati non Muslim, yakni Widodo Budidarmo kerabat Ibu Tien dan Listyo Sigit mantan ajudan Jokowi.

Neta mencatat ada tiga diskriminasi di tubuh Polri yang harus segera dihilangkan Kapolri Sigit sebagai wujud Anti Diskriminasi di Polri. Berikut catatan Neta terkait diskriminasi dalam tubuh Polri, yakni;

Pertama, segera cabut Surat Keputusan Kapolri No: Kep/407/IV/2016 tgl 20 April 2016 yang menyebutkan syarat menjadi Kapolda/Wakapolda harus berpendidikan Sespimti/Lemhanas/Sesko TNI. Sementara pendidikan Diklatpim TK I tidak diakui dan hanya syarat untuk Irwasda ke bawah.

“Ini jelas sangat diskriminatif dan Polri berpotensi diboikot LAN sebagai lembaga yang membuat Diklatpim untuk seluruh ASN”.

Kedua, Pati Polwan Polri selama ini terdiskriminasi dan sangat sulit bagi mereka untuk menjadi Kapolda. Dalam sejarah Polri baru satu perempuan menjadi Kapolda, yakni Brigjen Rumiyah di Banten.

“Sementara jumlah penduduk perempuan di Indonesia saat ini lebih dari 55 persen”.

Ketiga, perwira lulusan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) saat ini tidak bisa mengikuti Sespimma, Sespimmen dan Sespimti. Para lulusan SIPSS diarahkan ke pendidikan Diklatpim I, II, dan III.

Kebijakan diskriminatif itu dikeluarkan melalui Pengumuman Kapolri, Nomor: PENG/4/I/DIK.2.2/2021 tanggal 8 Januari 2021 tentang penyelenggaraan pendidikan SESPIMMA Angkatan ke-65 dan 66 T.A. 2021.

Salah satu isi Poin nomor 3b, yaitu persyaratannya hanya untuk Perwira Lulusan Akpol dan SIP. Tentunya pengumuman ini sangat merugikan dan sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS.

“Tentunya pengumuman ini sangat merugikan dan sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS,” kata Neta.

Selanjutnya jika melihat dari ST Kapolri Nomor: ST/299/I/DIK.2.5./2020 Tanggal 29 Januari 2020, pendidikan Diklatpim Tingkat I, terdapat syarat ketentuan usia anggota Polri minimal 47 tahun.

Hal ini sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS, karena untuk di level AKP, rata-rata usia lulusan Personel Polri dari SIPSS berada pada usia 32 tahun. Artinya jenjang kariernya akan tertunda sangat lama, sampai usia 47 tahun.

IPW berharap Sigit sebagai Kapolri baru, yang baru lolos dari lubang jarum diskriminasi di tubuh Polri, bisa melihat berbagai kebijakan yang bersifat diskriminatif di tubuh kepolisian.

Setidaknya bisa melihat, kenapa perwira SIPSS tidak diperbolehkan ikut Dikbangum Polri, padahal mereka juga personel Polri yang sama dengan lainnya.

Jika di internalnya saja, Polri sudah penuh dengan sikap sikap diskriminasi bagaimana anggotanya yang bertugas di lapang bisa bersikap Persisi dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. (tvl)

Back to top button