DepthPoliteia

Lika-Liku Kasus Perkosaan Mahasiswi ULM Banjarmasin

VDPS sebagai korban, mengunggah curahan hatinya di Instagram pribadi miliknya lantaran tak tahan ketika mengetahui Majelis Hakim sudah menjatuhkan vonis terhadap Bayu Tamtomo.

Dia sempat bertanya kepada Alfa Fauzan terkait kapan jadwal sidang berikutnya, namun dijawab ‘sudah putusan‘.

Putusan yang dijatuhkan pada 11 Januari 2022, ternyata baru diketahui korban 12 hari kemudian.

“Korban sangat terkejut, lebih terkejut lagi bahwa putusannya hanya 2 tahun 6 bulan, dari situlah kami mengetahui kasus ini. Itu pun dari mahasiswa lain yang membaca status korban dan (kemudian) menyampaikan kepada kami,” kata Erlina menuturkan.

JERNIH-Pencopotan atau pemecatan terhadap Bripka BT, pelaku tindak asusila terhadap seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), ditandai dengan pelepasan baju seragam dinas dalam upacara pemberhentian dengan tidak hormat yang dipimpin Kapolresta Banjarmasin, Kombes Pol Sabana A Martosumito.

“Yang bersangkutan mulai hari ini resmi tak lagi menyandang status anggota Polri dan menjadi warga sipil biasa,” kata Sabana kepada wartawan usai upacara.

Sabana menyebutkan, sejak peristiwa asusila terjadi pelaku langsung diproses secara internal di Bidan Propam Polda Kalimantan Selatan hingga menjalani sidang etik Polri pada 2 Desember 2021, dengan rekomendasi pemberhentian dengan tidak hormat. Setelah itu, BT langsung mengajukan banding dan hasilnya, permohonan tersebut langsung ditolak hingga menguatkan pemberhentian tersebut, sampai diterbitkan keputusan Kapolda Kalsel nomor Kep/23/I/2022 tanggal 28 Januari 2022.

“Perbuatan pelaku sangat kami kutuk dan tidak bisa ditolerir karena tidak sejalan dengan sosok Polri yang Presisi sebagaimana program Kapolri,” ujar Sabana.

Selain pemecatan, BT juga divonis dua tahun enam bulan penjara pada 11 Januari lalu oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin, sesuai pasal 286 KUHP tentang perbuatan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahui perempuan itu pingsan tak berdaya.

Pencopotan tersebut, juga dihadiri perwal]kilan mahasiswa dari BEM Fakultas Hukum (FH) ULM yang sebelumnya menggelar aksi solidaritasi di depan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, pada Kamis 27 Januari lalu.

Kejanggalan Kasus

Sebelumnya, pada 23 Januari lalu, Pimpinan FH ULM, mendapati laporan bahwa salah satu mahasiswinya yakni VDPS, diduga menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oknum anggota Satres Narkoba Polresta Banjarmasin, Bripka BT. Kabar ini, didapat dari postingan korban di akun Instagram pribadi miliknya yang menceritakan kasus perkosaan tersebut.

Pihak kampus pun, segera menghubungi korban dan membentuk Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS guna memberi pendampingan hukum. Kemudian, pada 24 Januari, tim bersama Wakil Rektor 3 ULM, Dekan FH ULM dan pimpinan lainnya beraudiensi dengan pihak Kejati Kalimantan Selatan, Polresta Banjarmasin dan Bidang Propam Polda Kalsel.

Sebab, tim advokasi menemukan beberapa fakta yang akhirnya dianggap sebagai sebuah kejanggalan.

Korban, diketahui menjalani program magang resmi dari FH ULM selama satu bulan di Satres Narkoba Polresta Banjarmasin, mulai tanggal 5 Juli hingga 4 Agustus 2021. Di sana, dia berkenalan dengan Bripka BT atau Bayu Tamtomo yang juga merupakan personel satuan tersebut.

Dalam keterangan tertulis yang disampaikan Abdul Halim Barkatullah, Dekan FH ULM pada Selasa (25/1), BT berulang kali mengajak korban jalan-jalan tapi selalu ditolak. Kemudian, pada 18 Agustus 2021, pelaku kembali mengajak VDPS bepergian dan akhirnya terpaksa dituruti.

BT menjemput korban menggunakan mobil yang kemudian di dalam perjalanan, pelaku mengajak VDPS ke hotel.

Korban tak mau diajak ke hotel, kemudian BT memberikan minuman energi yang dicampur anggur merah. Akibatnya, VDPS lemas dan pelaku segera membawanya ke hotel di KM 6 Banjarmasin, menggunakan kursi roda. Di kamar itulah, dduga korban dua kali diperkosa Bayu Tamtomo.

BT, kemudian didakwa melangar pasal 286 dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun penjara atau pasal 290 ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara. Abdul Halim menilai, seharusnya lebih tepat diterapkan pasal 285 KUHP yang acaman pidananya paling lama 12 tahun.

Di dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Seliya Yustika Sari menuntut pelaku dengan pasal 286 KUHP dengan tuntutan pidana penjara yang diajukan paling lama 3 tahun 6 bulan, atau hanya separuh dari ancaman maksimum. Majelis Hakim, kemudian menjatuhkan vonis terhadap BT 2 tahun 6 bulan kurungan penjara seperti dalam Putusan PN Banjarmasin nomor 892/Pid.B/2021/PN BJM.

Terkait putusan tersebut, tim advokasi bentukan FH ULM menemukan kejanggalan antara lain, kasus berlangsung sejak Agustus 2021 tapi tak ada satu pun pemberitahuan dari pihak berwenang kepada pihak kampus atau fakultas sebagai penyelenggara program magang lantaran antara pelaku dan korban berada dalam tempat kerja yang sama.

Kejanggalan kedua, proses hukum tak dikawal secara optimal. Artinya, tak ada pendampingan hukum terhadap korban, hanya pendamingan psikologis saja dari dinas terkait. Berikutnya, persidangan berlangsung sangat cepat yang dimulai pada 30 November 2021, dan vonis dijatuhkan pada 11 Januari 2022, atau 31 hari kerja.

Hal yang dinilai janggal berikutnya, JPU mencantumkan pasal 286 KUHP sementara tim advokasi berpendapat seharusnya dicantumkan pasal 285 KUHP tentang perkosaan dengan ancaman yang lebih berat. Sedangkan penyidik dan Jaksa tidak menggunakan ketentuan pasal 89 KUHP yang merupakan perluasan makna ‘kekerasan’ dalam pasal 285 KUHP.

Berikutnya, ketika putusan dibacakan, korban tak dihadirkan dalam persidangan dan Jaksa langsung menyatakan menerima dan menolak saat tim advokasi meminta upaya banding yang berakhir pada 25 Januari tahun ini.

Kejanggalan terakhir, Hakim menjatuhkan hukuman sangat ringan yaitu, pidana penjara 2 tahun 6 bulan atau 27,7 persen saja dari ancaman hukuman maksimum yakni 7 tahun penjara berdasar pasal 286 KUHP.

Informasi Aneh

Mengutip hasil penelusuran Tirto, sistem informasi penelusuran perkara PN Banjarmasin, pada Selasa (25/1) menyebutkan kasus asusila tersebut bernomor perkara 892/Pid.B/2021/PN Bjm dengan JPU Seliya Yustika Sari dan terdakwa Bayu Tamtomo, dan tanggal resitrasi perkara yaitu 17 November 2021, berklasifikasi ‘Kejahatan’.

Ketika situs serupa diakses pada Rabu (26/1) pukul 08:00 WIB, terjadi perubahan yang hanya tertulis nama Seliya Yustika Sari selaku JPU, sementara nama terdakwa disamarkan. Berikutnya, ketika diakses kolom data umum, nama Seliya dan Bayu serta dakwaan disamarkan, dan kasus itu tidak dipublikasikan.

Pada kolom Putusan tertulis tanggal putusan 11 Januari 2022 dengan isi :

  1. Menyatakan terdakwa Bayu Tamtomo bin Sumardi bersalah melakukan tindak pidana “bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya sedang diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya”
  2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bayu Tamtomo bin Sumardi dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan
  3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan.
  4. Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) lembar baju kaos kuning berkerah merk IEBE GIRL, satu lembar celana jeans warna hitam size 3o merk Marlacth, satu buah BH warna hitam size 36/80, satu buah celana dalam warna hitam LYDYLY size L
  5. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500,-

Tim advokasi bentukan FH ULM, menyebutkan bahwa ada informasi yang menyebutkan kalau Seliya Yustika Sari sebagai JPU mengajukan permohonan banding kasus tersebut, ke PN Banjarmasin yang diperkuat Akta Pernyataan Banding Nomor 02/Akta.Pid.B/PN Bjm.

Seliya menghadap kepada Panitera PN Banjarmasin Iyus Yusuf. Dalam dokumen tersebut, ditulis bahwa JPU mengajukan upaya hukum banding telah melewati tengang waktu yang telah ditentukan Undang-Undang.

“Padahal, Senin, 24 Januari, kami berkunjung ke Kejaksaan Tinggi dan bertemu Jaksa Penuntut Umum (Jaksa I Alfa Fauzan, namanya tidak muncul di situs Pengadilan Negeri dan di berkas) yang bersangkutan menyatakan bahwa kasusnya sudah inkrah karena jaksa menyatakan menerima putusan hakim,” kata Erlina, Ketua Tim Advokasi sekaligus Wakil Dekan 3 Fakultas Hukum Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lambung Mangkurat, seperti diberitakan Tirto.

VDPS sebagai korban, mengunggah curahan hatinya di Instagram pribadi miliknya lantaran tak tahan ketika mengetahui Majelis Hakim sudah menjatuhkan vonis terhadap Bayu Tamtomo.

Dia sempat bertanya kepada Alfa Fauzan terkait kapan jadwal sidang berikutnya, namun dijawab ‘sudah putusan.

Putusan yang dijatuhkan pada 11 Januari 2022, ternyata baru diketahui korban 12 hari kemudian.

“Korban sangat terkejut, lebih terkejut lagi bahwa putusannya hanya 2 tahun 6 bulan, dari situlah kami mengetahui kasus ini. Itu pun dari mahasiswa lain yang membaca status korban dan (kemudian) menyampaikan kepada kami,” kata Erlina menuturkan.[]

Back to top button