POTPOURRI

2 Februari 1818, Pasukan Belanda Kocar-kacir oleh Pasukan Bagus Jabin dan Nairem

CIREBON – Siapakah Bagus Jabin? Tijdschrift voor Neerland’s Indie jrg 23 menuliskan tentang sosok ini : Wat hiervan aldus zij, bagoes Djabien is van een geslacht der eerste muitelingen; zijn vader bagoes Sanda had zijn neef bagoes Rangin, die in 1814 omgebragt is, in muiterij opgevolgd; terwijl zekere bagoes Oerang, hun voorvader, reeds vijftig jaren geleden als een hoofd der opstandelingen is bekend geweest.

Bij de muitelingen was ook niet bagoes Djabien de eenige zijner familie; bagoes Wangsa, bagoes Asidien, bagoes Bratha, Tjandra Widjadja en Tallok, allen broeders en halve broeders van gemelden bagoes Djabien, gelijk mede bagoes Boeloen en anderen bloedverwanten van hem, waren ook zoo wel muitelingen als hij zelf.

Dua paragrap di atas menuliskan bahwa Bagus Jabin adalah keturunan dari generasi pemberontakan pertama. Ayahnya bernama Bagus Sanda adalah sepupu Bagus Rangin. Bagus Sanda menggantikan Bagus Rangin yang terbunuh tahun 1814 setelah memimpin gerakan pemberontakan dalam skala luas. Sedangkan leluhur mereka yaitu, Bagus Urang sudah dikenal sebagai kepala pemberiontak 50 tahun yang lalu.

Diantara keluarga ‘kebagusan’, Selain Bagus Jabin terdapat kerabat-kerabat lainnya yang juga memberontak, diantaranya : Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Bratha, Tjandra Widjaja, dan Bagus Boeloen. Demikian pula Bagus Serit yang kelak mendampingi Bagus Jabin adalah adik Bagus Rangin.

Ada beberapa pendapat soal tahun kematian Bagus Rangin, tulisan Nina Lubis menyebutkan tahun 1812. Sedangkan dalam Tijdschrift voor Neerland’s Indie tertera tahun 1814. Filolog R Achmad Opan Safari Hasyim dalam makalahnya menyebutkan setidaknya sampai 1818 Bagus Rangin tidak dikabarkan tewas. Bahkan dalam versi tradisional, Bagus Rangin diceritakan tidak ditangkap serdadu Belanda, Ia menghilang dan dianggap moksa.

Kembali ke Bagus Jabin. Nairem yang mendampingi gerakan perlawanan Bagus Jabin di tahun 1818 adalah seorang lurah. Ia adalah tokoh senior yang memimpin gerakan perlawanan di wilayah Baruang Kulon di bawah komando Bagus Rangin tahun 1806, bersama tandemnya yaitu Samun.

Bagus Jabin dijadikan figur perlawanan karena sejak usia 16 tahun dikenal sakti. Pada masa itu, soal kesaktian dalam kultur budaya di masyarakat merupakan hal yang lumrah dibicarakan. Orang yang dianggap memiliki kesaktian lebih mudah mengumpulkan pengikut.

Dalam wacana tradisional, terutama dalam naskah-naskah klasik, bertebaran kisah-kisah tentang kesaktian yang disandang tokoh-tokoh besar yang berpengaruh dalam sejarah. Sampai kinipun orang yang mengaku sakti mudah untuk mengibuli orang. Sekelas cendekiawan Marwah Daud pun terkibuli oleh Kanjeng Dimas.

Maka dengan memunculkan Bagus Jabin yang sakti ditahun 1816 merupakan salah satu strategi perlawanan untuk mengumpulkan pasukan. Hal tersebut juga didukung oleh garis silsilah Bagus Jabin sebagai anggota keluarga yang berdarah perlawanan.

Baca juga : 1 Februari 1818, Titik Tolak Serangan Umum Belanda kepada Bagus Jabin

Berdasarkan Tijdschrift voor Neerland’s Indie jrg 23 (terbitan 1861), tokoh yang membangkitkan perlawanan di tahun 1816 adalah Bagus Bulun, paman Bagus Jabin. Bagus Bulunlah yang mengangkat Bagus Jabin saat itu sebagai panglima perang yang terlatih.

Tanggal 1 Februari 1818, Pasukan Kolonial Belanda mulai bergerak menuju Jamblang untuk melancarkan serangan umum ke markas pusat kaum perlawanan rakyat di Kedongdong. Sebelumnya, pasukan Belanda dalam jumlah besar dan persenjataan lengkap telah terkonsentrasi di 3 tempat, yaitu yaitu Cirebon, Karangsambung dan Indramayu.

Tanggal 2 Februari 1818 adalah intruksi Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk menggempur kekuatan Bagus Jabin. Namun rencana yang sudah disusun matang tiba-tiba menjadi berantakan ketika penyerangan mulai berlangsung. Hal itu disebabkan komandan oprasi dari Letkol Richemont yang ditunjuk oleh Gubernur Jendrall diganti oleh Letkol Hoorn yang diangkat oleh Panglima Pasukan Belanda.

Adanya pergantian komandan oprasi disaat pertempuran berlangsung berdampak luas bagi serdadu Belanda. Buku Sejarah Tatar Sunda Jilid 1 (Nina Lubis dkk) mengisahkan bahwa akibat dari pergantian komandan oprasi membuat mental para serdadu merosot. Bahkan beberapa pimpinan kelompok pasukan. Kapten Mulder, Letan Van Steenis, Kapten Van Gent yang bertugas mengepung dan menyerang Kedongdong meninggalkan medan tempur. Akhirnya serangan tersebut mengalami kegagalan.

Pasukan Bagus Jabin dan Nairem mampu membalikan keadaan dan membuat kocar kacir pasukan Belanda sampai akhirnya mundur ke Palimanan dan terus dikejar pasukan Bagus Jabin. Dalam peristiwa tersebut tiga orang pemimpin pasukan belanda menjadi korban, meraka adalah Letkol Van Hoorn, Letnan Wessel dan Kapten Kalberg. (Pd)

Back to top button