- Kemenangan Adullah Hammoud diyakini akan bergema ke sekujur AS.
- Bahwa komunitas apa pun punya potensi menentukan nasib secara politik.
JERNIH — Ratusan orang di pusat komunitas di Dearborn meledak dalam sorak ketika nama Abdullah Hammoud muncul di layar raksasa dengan tanda centang di sebelahnya, yang mengkonfirmasi kemenangannya untuk menjadi walikota Arab-Amerika pertama di Michigan City, AS.
Setelah itu Hammoud naik atas panggung. Orang-orang bergerak mendekat ke podium dengan ponsel terangkat untuk mendokumentasikan momen yang disebut paling bersejarah.
Hammoud berpidato tentang ‘era baru’ di Dearborn — sebuah kota yang dikenal dengan komunitas Arab dan Muslim yang besar.
“Kepada anak perempuan dan laki-laki muda yang pernah diejek karena keyakinan dan etnis mereka, kepada Anda yang pernah dibuat merasa nama kalian tak disukai, dan kepada orang tua kita dan orang lain yang dipermalukan karena Bahasa Inggris yang buruk namun masih bertahan, hari ini adalah bukti bahwa kalian adalah orang Amerika seperti yang lain,” kata Hammoud.
Hammoud, wakil negara bagian berusia 31 tahun, mengalahkan Gary Woronchack, dengan meraih 55 persen suara pada Selasa 2 November. Ia akan menggantikan John B O’Reilly, yang tidak mencalonkan diri lagi karena didiagnosis menderita penyakit yang dirahasiakan.
Mengutip sejumlah pakar, Al Jazeera menulis kemenangan Hammoud memiliki signifikansi nasional. Kemenangan Hammoud menggambarkan komunitas Arab-Amerika, melalui peningkatan partisipasi politik, dapat secara meyakinkan mempengaruhi hasil pemilu dan memilih wakil mereka sendiri untuk menangani isu-isu penting.
“Kami akhirnya memiliki orang Arab-Amerika yang berbicara untuk diri mereka sendiri, dipilih dan menjabat, mewakili komunitas mereka, mendapatkan pengakuan atas populasi ini, serta mendapatkan suara untuk mereka,” kata Sally Howell, direktur Pusat Studi Arab-Amerika di Universitas Michigan – Dearborn.
Sejarah anti-Arab-Muslim
Menurut Howell, secara lokal kemenangan Hammoud mematahkan warisan panjang politik segregasi ras di Dearborn. Tahun 1942-1978 Dearbon dikendalikan Orville Hubbard, walikota yang secara terbuka menganjurkan agar komunitas etnis tetap di luar kota.
Tahun 1985, kandidat walikota Michael Guido — yang memenangkan pemilihan tahun itu — merilis selebaran kampanye yang membahas apa yang disebut masalah Arab.
Howell, dan para ahli lainnya, mengatakan lebih setengah populasi Dearborn adalah keturunan Arab. Saat ini Dearborn dihuni 110 ribu orang. Padahal, itu tidak tercermin dalam Sensus AS, karena populasi Arab diperhitungkan sebagai kulit putih.
Abdul El-Sayed, pakar kesehatan masyarakat yang mencalonkan diri sebagai gubernur Michigan tahun 2018 dan gagal, mengatakan kemenangan Hammoud akan bergerma ke luar batas kota Dearborn.
“Ini menawarkan validasi pada gagasan bahwa komunitas Arab-Amerika, dan komunitas lainnya, punya kekuatan menentukan nasib sendiri,” kata El-Sayed. “Bahwa orang-orang yang lahir di komunitas ini memiliki ide-ide bagus, pendekatan segar, energi, serta antusiasme untuk menginspirasi keyakinan bahwa mereka bisa menang.”
Kampanye walikota Dearborn dimulai dengan tujuh kandidat, tapi hanya Hammoud dan Woronchack, dua peraih suara terbanyak dalam pemilihan pendahuluan, yang maju ke putaran final.
Selasa 2 November, relawan kampanye — beberapa membungkus diri dengan selimut penahan dingin — duduk sedekat mungkin dengan pintu masuk pemungutan suara untuk membagikan tanda dan selebaran.
Mereka meneriakan calon favorit mereka, mendesak setiap orang yang lewat untuk memilih nama yang mereka sebut.
Ayah Aldarwish, seorang siswa sekolah menengah berusia 17 tahun yang menjadi relawan Hammoud, mengatakan tidak peduli siapa pemenanganya. Yang penting adalah kota harus bersatu menangani masalah mendesak, salah satunya banjir yang merusak ribuan rumah.