Berbagai Jenis ‘Angin’ yang Jarang Diketahui
Naskah Sunda Kuno Sanghyang Hayu yang ditemukan di Kabuyutan Ciburuy Garut mengandung berbagai pengetahuan tentang alam dan manusia dalam hubungannya dengan Sang Pencipta.
Naskah tersebut berbahan nipah dengan model aksara Gunung. Kini tersimpan di perpustakaan Nasional dengan kode kropak: Br.634 (Serat Catur Bumi), Br.636 (Serat Buwana Pitu), Br.637 (Serat Sewaka Darma), dan Br.638 (Serat Dewa Buda).
Empat naskah itu dinamai Sanghyang Hayu karena ke empat kropak itu dimulai dengan kalimat “Ndah SangHyang Hayu ‘(Inilah Pengetahuan Tentang Kebajikan).
Untuk memahampi pengetahuan yang terkandung di dalanya, naskah tersebut telah ditranslate dan diterjemahkan oleh Ayatrohaedi dan Undang A. Darsa. Sedangkan penjabaran mengenai isi naskah tersebut kemudian dilakukan oleh Undang A. Darsa dalam Sang Hyang Hayu; Sebuah Pengetahuan Tentang Kabajikan.
Salah satu uraian Sang Hyang Hayu menyangkut tentang pengetahuan. Bahwa kebodohan merupakan ketidaktahuan. Namun manusia diberi akal dan pikiran untuk belajar mengetahui apapun yang ada di sekelilingnya, termasuk yang ada dalam dirinya untuk menjalani hidup dan kehidupan.
Sehingga berkembanglah kepandaian yang melahirkan berbagai pengetahuan yang harus dicari dengan mempelajari apa yang digerakan oleh akal dan pikiran.
Oleh karena itu Naskah Sanghyang Hayu menyebutkan bahwa kepandaian adalah pangkal pengetahuan. Dan, pengetahuan yang harus dicari itu dinamakan Sang Hyang Ajnyana.
Ajnyana merupakan manifestasi dari tiga pengertian yaitu : A, sebagai simbol bayu (angin), hakikatnya adalah udara sebagai nafas kehidupan. Jnya, sebagai simbol sabda, ucapan dan suara peringatan, dengan sabda semuanya memiliki arti yang bisa dijelaskan.
Na sebagai simbol hedap, yaitu niat dan itikad sanubari yang menjangkau apa saja, menjelajah menembus ruang dan waktu,mencapai semua lapisan kemungkinan yang dapat dijangkau oleh cipta rasa manusia. Hedaplah yang digunakan oleh pancaindra.
‘A’ sebagai simbol bayu, yang secara umum dimaknai sebagai angin dapat diartikan juga sebagai nafas. Namun terdapat beberapa jenis bayu yang terkait dengan manusia dan alamnya.
Bayu yang ada dalam diri manusia dikenal dengan nama Pancabayu (lima bayu) terdiri dari prana, apana, samana, byana dan udana.
Prana (hidup) berada di atas kepala, masuk ke ubun-ubun dan menyebar keseputar wajah, memutar diparu-paru. Apana (nafas) yang keluar dari dubur dan alat kelamin sampai ke lutut dan kemudian bersumber di perut.
Samana (nyawa) yang keluar dari jantungdan hati. Byana (sukma) yang keluar dari bulu roma (pori-pori) disekujur tubuh. Dan Udana (Angin) yang keluar dari ubun-ubun atau siwa dwara mengalir ketenggorokan dan dada.
Selain pancabayu yetdapat pula belasan istilah bayu lainnya yang memiliki makna berbeda. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam kamus istilah yang disebut Dasanama Pariyaya.
Dan ternyata, angin, sebagai istilah yang paling dikenal, hanya salah satu dari nama bayu. Maka di bawah ini adalah nama-nama bayu yang jarang diketahui.
Bayulanggeng ialah bayu yang berada di tempat terdalam. Angin ialah bayu yang berhembus. Riwut ialah bayu yang meniup deras. Bayusedung ialah bayu yang memporakporandakan. Haliyusus ialah bayu yang berputar-putar menyapu segala benda.
Wagyut ialah bayu yang menyertai hujan. Ampuhan ialah bayu yang menyertai gelombang di laut, Maruta ialah bayu yang menerjang hebat. Pawana ialah bayuyang meniupkan wewangian, Ambekan ialah bayu yang keluar masuk hidung.
Dewamasih ialah bayu yang menggetarkan ruh, Hurippurusa ialah bayu yang tinggal diam berkuasa di dalam tubuh, Windupepet ialah bayu.yang digerakan di dalam tubuh.
Mretumbayu sangkreti ialah bayu menebarkan angin kenangan, Windunada ialah bayu yang menyerukan tiga suku kata suci di dunia nyata, biasa dinamakan heubheub atau tempat bernaung.
Windurahasya ialah bayu yang tinggal menjelma dalam indera, Pinggala bayu penghantar kehidupan dan kematian. Susumena adalah bayu yang hadir dan mengganggu dalam tidur sebagai mimpi berkelap-kelip seperti kunang-kunang.
Dari nama bayu diatas ada satu bayu yang menarik yaitu pawana. Nama ini mengingatkan pada tokoh punakawan bernama Semar Kudapawana. Bila julukan Kudapawana diterjemahkan secara harfiah memiliki arti kuda yang mengeluarkan angin yang wangi, atau sakleknya, hitut kuda.
Namun bagi Semar, kentut adalah sebuah ajian yang amat ampuh untuk menetralisir pengaruh jelek. Walau sering dikaitkan dengan aromanya yang ajaib, namun mujarab untuk memunahkan anasir buruk. [*]