Budaya Jabar-Yogyakarta Berpadu Lewat Coletot
Coletot merupakan penggabungan colenak, khas Jabar dan gatot yang merupakan makanan khas Yogyakarta.
JERNIH – Kuliner bisa menjadi ajang perpaduan dua budaya. Seperti makanan coletot, perwujudan perpaduan makanan khas Jawa Barat, colenak, dan makanan khas Yogyakarta, gatot.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menamakan makanan yang dibuat Chef Hardian Eko Nurseto tersebut Coletot. Coletot merupakan penggabungan colenak, khas Jabar dan gatot yang merupakan makanan khas Yogyakarta. Keunikan Coletot tak hanya dari segi rasa yang manis sedikit asam, tetapi juga tekstur yang kenyal.
Usai meresmikan Jabar Motekar: Pameran Ridwan Kamil dan Industri Kreatif Jabar di Jogja Museum Nasional, DI Yogyakarta, Rabu (1/12/2021), Ridwan Kamil dan Ketua DPP PUTRI DI Yogyakarta, G.K.R Bendara mencicipi Coletot.
“Saya kasih nilai 9 untuk makanan ini. Ini hasil kolaborasi dua makanan khas daerah yang dieksekusi dengan baik. Rasa manisnya pas. Coletot ini lahir dari gabungan budaya Jabar dan Jawa. Rasa bintang lima, harga kaki lima,” kata Ridwan Kamil.
G.K.R Bendara pun mengaku puas dengan hasil inovasi makanan bernama Coletot tersebut. Menurutnya, Coletot cocok dengan lidah orang Indonesia. “Saya kasih nilai 9,5 kalau ada porsi tambahan,” ucapnya sambil tertawa.
Kunjungan Kang Emil ke DI Yogyakarta sendiri untuk memenuhi undangan dari Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Sebelumnya Ridwan Kamil dan Sri Sultan Hamengkubuwono X bersama-sama menandatangani kesepakatan kerja sama pengembangan potensi daerah dan pelayanan publik melalui pendekatan budaya.
Sementara itu, Chef Hardian Eko Nurseto menuturkan bahwa ia terinspirasi menggabungkan kebudayaan Jabar-Yogyakarta melalui kuliner. Selain itu, ia pun ingin mengenalkan kembali potensi olahan makanan fermentasi.
“Melalui singkong, nenek moyang kita itu mengembangkan teknologi fermentasi gitu untuk mengolah makanan. Nah, si teknologi fermentasi ini kita bisa lihat tergantung sama kebudayaannya. Di Jabar itu jadinya peyeum, sama-sama singkong difermentasi jadi peyeum. Di Yogya, jadinya gatot,” ucapnya.
“Saya coba blend dua kebudayaan itu. Cita rasa gatot ini kan kenyal ya, sementara peyeum itu dia manis tapi empuk. Saat disatukan, ada tekstur yang menarik gitu. Jadi selain tekstur ada empuk, ada kenyal, ada saya bikin semprong di atasnya itu juga untuk ngasih tekstur lain di hidangan ini,” tambahnya. [*]