Gandeng Indolife, PPAD Laksana Tank Leopard
Ia juga mendukung “prosperity policy” yang dicanangkan Ketum Doni Monardo. Potensi 117 ribu anggota PPAD, sungguh luar biasa. Jika bisa disatukan, akan menjadi satu kekuatan besar yang bisa menggerakkan roda ekonomi.
JERNIH–Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) laksana tank Leopard. Dalam waktu tiga bulan, semua medan berat diterobos. Maju terus pantang mundur, dengan misi tunggal “prosperity policy”.
“Mengapa pertemuan ini saya sebut mendesak, karena kita berkejaran dengan waktu. Kita tidak ingin waktu terbuang dalam wacana. Apa yang kita rancang, langsung kita wujud-nyatakan, dan ikuti dinamikanya,” ujar Ketua Umum PP PPAD, Letjen TNI Purn Dr (HC) Doni Monardo, saat membuka zoom meeting PPAD, Jumat (18/3) pagi.
Zoom meeting dipimpin Sekjen PPAD, Mayjen TNI Purn Komaruddin Simanjuntak. Di markas PPAD, Jalan Matraman Jakarta Pusat, sejumlah pengurus pusat PPAD mengikutinya secara off-line. Sementara itu, Kabid Ekonomi, Mayjen TNI Purn Wiyarto mengawali dengan paparan program-program ekonomi yang sudah dikerjakan, yang sedang dalam tahap penelitian, serta yang masih tahap perencanaan.
Sejumlah mitra PPAD hadir, termasuk mitra terbaru PPAD, yakni Indolife. PT. Indolife Pensiontama merupakan perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun yang memulai bisnisnya tahun 1991.
Doni berharap, kehadiran Indolife menjadi angin segar bagi terlaksananya program-program yang dikembangkan PPAD. “Kehadiran Pak Harianto menjadi angin segar bagi kita semua yang baru saja memulai sebuah program yang berhubungan dengan kesejahteraan bangsa. Saat masih aktif, 90 persen waktu, tenaga, dan pikiran prajurit berkutat pada masalah-masalah yang berhubungan dengan keamanan dan pertahanan negara, setelah purnawirawan saatnya mengalihkan perhatian kepada isu-isu kesejahteraan, masih dalam bingkai besar kebangsaan,” ujar Doni.
Kepada Harianto, Doni menyampaikan besarnya potensi PPAD yang tersebar di seluruh bagian negeri. Mereka masih memiliki energi yang bisa digerakkan menjadi satu kekuatan ekonomi. “Berdasar terminologi pemuda PBB, pemuda itu sampai 65 tahun. Jadi, kami ini umumnya masih pemuda, Pak Harianto,” kata Doni sambil tertawa.
Setelah pensiun, energinya masih sangat besar. Masih banyak yang kuat lari, kuat berenang, bahkan naik gunung. Banyak di antara purnawirawan juga memiliki pengalaman teritori, baik sebagai Dandim, Danrem, atau Pangdam. Belum lagi penugasan-penugasan di luar institusi militer sebagai atasr pertahanan atau bekerja di sejumlah kementerian/lembaga negara lain.
Karenanya, para purnawirawan juga memiliki jaringan yang cukup bagus. Karenanya, banyak purnawirawan terjun di berbagai bidang pengabdian, pasca purna tugas. Ada yang fokus ke usaha, sosial, atau politik. “Nah, PPAD fokus di bisang entrepreneurship. Mereka selama ini jalan masing-masing, coba kami galang menjadi sebuah sinergi besar,”kata Doni, menambahkan.
Negara kita memiliki potensi sumber daya alam (SDA) berlimpah. Jika kita mau mengulik sejarah, betapa VOC dulu menjadi kaya raya karena remah-remah dan SDA Nusantara. Kini, VOC menjelma menjadi raksasa dunia dengan asset 7,9 triliun dollar AS.
Doni menyodorkan bukti lain kejayaan VOC. Di Belanda, dan sejumlah negara Eropa, banyak dijumpai kastil, istana, dan bangunan-bangunan kuno yang menggunakan kayu balok dengan diameter yang sangat besar. Kayu-kayu itu ditengarai bukan dari Eropa, melainkan dari wilayah tropis.
Sayang, bangsa kita terbiasa dengan menjual barang mentah, belum berpikir nilai tambah. Itu terjadi pada bahan baku parfum yang sangat mahal, yakni minyak atsiri. Demikian pula kakau, kopi, dan lain-lain. “Ini pentingnya kita meeting dengan Indolife, yang barangkali bisa memberikan solusi,” ujar Doni.
Ke depan, perlu dilakukan kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk dengan akademisi. Kita perlu memiliki banyak riset dan penelitian untuk memberi nilai tambah pada potensi-potensi SDA Indonesia.
“Ada obsesi saya dan teman-teman. Setelah purnatugas, melihat ada ruang kosong. Sumber daya alam yang begitu besar di satu sisi, serta sumber daya manusia dalam hal ini purnawirawan yang potensial, di sisi yang lain. Nilai-nilai dasar militer yang disiplin, semangat pantang menyerah, serta pengetahuan dan jaringan, tentu masih sangat berguna untuk turut menggerakkan perekonomian bangsa dan negara,” kata Doni.
Doni tidak menafikan kesepakatan WTO mengenai perdagangan bebas. Tapi toh ia merasa sulit jika harus menerima kenyataan bangsa kita menjadi pasar empuk franchise-franchise kelas dunia yang malang-melintang di Tanah Air, sementara masih sangat sedikit usawahan Indonesia yang malang melintang di belahan dunia lain.
Doni Monardo juga menyinggung soal perkayuan. Menyitir statemen Presiden Joko Widodo, bahwa sudah seharusnya industri kayu Indonesia dikembangkan. Sebab, potensinya sangat besar. Jangan sampai kita terlena seperti era kejayaan minyak tahun 70-an – 80-an. Ketika itu, produksi minyak kita hampir 2 juta barrel per hari. Tapi saat ini, rata-rata hanya 600 ribu barrel per hari. Dulu ekspor, sekarang impor.
Minyak adalah energi fosil. Cepat atau lambat akan habis. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan yang bisa everlasting, jika dikelola dengan baik. Memang, industri kayu sempat disentuh di era Presiden Soeharto tahun 70-an, hingga mendapatkan dana tak kurang dari Rp 40 triliun, dan didedikasikan untuk membangun IPTN (Industri Pesata Terbang Nurtanio) pada tahun 1976.
“Di sini hadir pak Wisnu dari Rumah Kayu, juga dari Sampoerna Kayoe. Mari kita sama-sama kembalikan kejayaan kayu Indonesia,” ajak Doni Monardo seraya menambahkan, “dulu kita punya Ligna, sekarang digusur IKEA.”
Doni menyodorkan ide produksi rumah kayu knock down untuk daerah-daerah yang berada di daerah ring of fire, area cincin api yang rawan gempa. Daerah-daerah itu, di negara mana pun, memerlukan rumah yang tahan gempa. “Selain itu juga bisa memproduksi rumah kayu kualitas premium untuk sarana akomodasi di tempat pariwisata alam,”kata dia.
Potensi perdagangan kayu dunia juga sangat menjanjikan. Industri perdagangan kayu menjadi yang kedua terbesar di dunia, setelah karet. Volume perdagangan karet dunia mencapai 192 miliar dollar AS, sementara kayu, sekitar 100 miliar dollar AS lebih. “Ini potensi yang sangat besar,” tegas Doni.
Di bidang peternakan, PPAD juga sudah bekerjasama dengan PT Berdikari (Persero). Produksi daging di Tanah Air masih sangat rendah. Karenanya, Indonesia masih mengimpor daging. PT Berdikari mengetahui persis usaha daging dikaitkan dengan volume kebutuhan.
Hal lain, PPAD juga sudah mendapatkan komitmen kerja sama pengelolaan lahan Perhutani di Jawa Barat dan Banten.
Khusus kepada Harianto dari Indolife, Doni juga menyampaikan kehadiran Andy Santoso dari Price Water House Coopers dalam zoom meeting pagi itu. Santoso bersama lembaganya, telah memetakan potensi PPAD. Termasuk potensi dan peluang usaha PPAD.
Doni teringat peristiwa tahun 1991, sepulang dari penugasan operasi seroja Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ketika itu, ia mendengarkan ceramah dari Presiden Korea Selatan, Roh Tae-woo. Salah satu yang disampaikan dalam ceramahnya adalah, bahwa pahlawan saat ini dan ke depan adalah yang bisa menciptakan lapangan kerja. “Pangkat saya waktu masih letnan satu. Tapi itu membekas sampai sekarang,” ujarnya.
Lebih terngiang lagi statemen Roh Tae-woo demi mengetahui ada lebih 2 juta jiwa warga negara Indonesia yang kehilangan pekerjaan karena pandemi Covid-19. Itu dampaknya bisa lebih besar terhadap setiap jiwa yang menjadi tanggungannya. Mereka tak bisa lagi mengakses kesehatan dengan baik, tidak bisa mendapatkan gizi yang baik, bahkan terancam menjadi beban sosial.
Itu artinya, manakala ada yang bisa membuka dan memberikan lapangan pekerjaan, serta dapat memulihkan masa depan mereka, memang pahlawan sejati. “Karena itu, wirausaha adalah solusi yang bisa memberikan lapangan kerja bagi yang membutuhkan. Jadi mindset kami sekarang wirausaha. Makanya kami banyak bergaulg dengan bisnisman. Ibarat pengusaha magnet, kami besinya. Kalau ditempel terus kan lama-lama besi juga bisa jadi magnet,” ujar Doni beranalogi sambil tertawa.
Doni juga menyebut nama Mohammad Rasyid Djazuli yang mengikuti zoom meeting dari Inggris. Mohammad adalah mahasiswa doktoral bidang kebijakan publik University College London.
Mohammad baru-baru ini membuat sebuah artikel analisis mengenai kolaborasi pasca pensiun. Bagaimana memanfaatkan energi berlimpah dari para purnawirawan untuk kepentingan bangsa. Konteksnya tidak lagi dalam hal pertahanan dan keamanan, tetapi ekonomi.
Saat dunia menghadapi persaingan global, dibutuhkan effort lebih besar dari rakyatnya untuk sama-sama meningkatkan perekonmian negara. Idealnya, 20 persen dari populasi penduduk, bergerak di sektor wirausaha. Di Indonesia, persentasenya baru 3,5 persen. “Padahal, semakin kuat ekonomi suatu negara, semakin kuat pula sistem pertahanannya. Dengan kekayaan, kita bisa memperbarui dan menambah alutsista. Prajurit juga lebih sejahtera,” papar Doni.
PPAD pun tidak ingin sejahtera sendiri, tapi juga memberi dampak kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Untuk itu PPAD harus berkolaborasi dengan banyak pihak. “Semangat ini harus ada di mindset kawan-kawan di PPAD. Setiap saat harus berpikir bagaimana caranya mempercepat proses ini,” tegas Doni.
Prosperity policy
Harianto Solichin menyimak dengan sangat baik semua paparan tim PPAD. “Sangat luar biasa. Hanya dalam waktu tiga bulan, sudah begitu banyak yang dikerjakan PPAD. Bahkan secara kongkrit sudah melakukan penandatangan kerja sama dengan berbagai pihak,” puji Harianto.
Ia juga mendukung “prosperity policy” yang dicanangkan Ketum Doni Monardo. Potensi 117 ribu anggota PPAD, sungguh luar biasa. Jika bisa disatukan, akan menjadi satu kekuatan besar yang bisa menggerakkan roda ekonomi.
“Sebelumnya saya perkenalkan diri saya dulu, bahwa sejak tahun 1985 saya bergerak di bidang risiko. Saya seorang aktuaris,” ujar Harianto.
Aktuaris adalah seorang ahli yang bekerja di bidang pengukuran dan manajemen risiko serta ketidakpastian dalam usaha. Bidang ilmu yang ditekuninya disebut ilmu aktuaria. Secara tradisional, bidang tersebut dibagi dua, yaitu aktuaria jiwa dan aktuaria umum.
Dari paparan Doni Monardo, Haryanto menyimpulkan adanya benang merah yang ia sebut sebagai titik temu. Ia mencatat semua potensi yang ada di depan mata. Tinggal bagaimana ditentukan skala prioritas. “Muaranya ada dua, yang pertama mencari profit dan kedua job creation, agar menjadi pahlawan seperti yang disampaikan Pak Ketum, mengutip Presiden Korsel Roh Tae-woo tadi,” katanya.
Harianto merasa senang, karena banyak hal yang digarap PPAD dan disampaikan Ketum Doni Monardo, sebagian besar pernah ditanganinya. Yang perlu dipertebal ke depan adalah menciptakan link and match. “Terutama dalam kaitan tatanan ekonom baru. Harus adaptif dengan e-commerce, start-up. Di sisi lain, tetap harus memprioritaskan penciptaan lapangan kerja baru,” ujarnya.
Cucu Latuharhary
Zoom meeting pagi itu juga menghadirkan Bara Muskita, seorang pengusaha udang. Ia adalah keturunan langsung Gubernur Maluku yang pertama, sekaligus tokoh perintis kemerdekaan, Johannes Latuharhary.
Mr. Johannes Latuharhary (6 Juli 1900 – 8 November 1959) adalah politikus dan perintis kemerdekaan Indonesia. Ia menjabat gubernur Maluku yang pertama antara tahun 1950 dan 1955, dan memperjuangkan masuknya Maluku ke dalam NKRI.
Latuharhary lahir di Saparua. Sebagai remaja ia pindah ke Batavia untuk pendidikan lanjut. Belakangan, ia memperoleh beasiswa belajar ilmu hukum di Universitas Leiden. Sepulangnya ke tanah air, ia menjadi hakim di Jawa Timur dan mulai turut serta dalam pergerakan kebangkitan nasional Indonesia melalui organisasi pemuda Sarekat Ambon.
“Terinspirasi oleh kakek, maka saya pun tergerak untuk bergerak di bidang usaha menyejahterakan masyarakat. Tapi sesungguhnya, saya belajar mengenai usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari Pak Doni Monardo, semasa beliau menjabat Pangdam Pattimura, 2015 – 2017. Saya belajar bagaimana Pak Doni menciptakan kedamaian di Maluku tidak dengan pendekatan keamanan, melainkan dengan pendekatan kesejahteraan, dan itu berhasil,” kata dia, memaparkan.
Saat ini, usahanya berbasis di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Melalui kerja sama dengan PPAD, ia optimis bisa mengembangkan budidaya udang vename ke berbagai pelosok Tanah Air yang memiliki bentang pantai tak terhingga. “Di Parigi kami baru melakukan budidaya di lahan seluas 300 hektare. Sekali panen bisa menghasilkan 50 ton per haktare,” katanya.
Budidaya udang vanema terbukti menyerap tenaga kerja. Satu keluarga bisa mengirimkan tak kurang dari 10 orang. Mereka merasakan betul dampak positif kehadiran tambak udang tadi. “Kalau kita tambah, efek sosialnya juga akan lebih besar,” kata Bara.
Usaha udang, kata kuncinya hanya satu: disiplin. Sementara, kata Steve, disiplin adalah nafas sehari-hari prajurit. Dengan begitu, kerja sama pengembangan dengan PPAD menjadi sangat prospektif. “Nature bisnis udang itu pendek, lima bulan panen. Jadi efeknya bisa langsung kelihatan,” ujarnya.
Jangan ganggu Mangrove
Doni menanggapi paparan Bara dan Steve dengan antusias. Ia menyebutkan potensi pantai di Maluku yang masih bisa dimanfaatkan untuk budidaya udang. “Satu saja pesan saya, jangan sampai mengganggu habitat mangrove. Itu saja,” ujarnya.
Selain Harianto Solichin dari Indolife serta Bara dan Steve dari PT Parigi Akuakultura, juga hadir banyak narasumber dan mitra PPAD yang lain. Di antarnaya Riko Setyabudhy (CEO Sampoerna Kayoe), Asep Dedy Mulyadi (Corporate Secretary Perhutani), Halim (CEO PT Galih Jaya) yang bergerak di bidang sagu olahan, serta Fidrianto Abo (CEO PT Bangka Asindo Agri) yang juga bergerak di bidang pengolahan sagu.
Selain nama-nama itu, tampak hadir Chandra Kamal (CEO PT Mitra Ayu), dr Bobby Chrisenta (Himpunan Peternak Domba-Kambing Indonesia), Santoso (PwC), Kevin Margonoto (CEO Kapal Api), Setyo Wisnu Broto (CEO Buana Indonesia Sejahtera), As Hasbi al Islahi (Corporate Strategic Berdikari), Fajar (CEO Fish On), dan banyak narasumber serta mitra PPAD yang lain. [TRPPAD]