POTPOURRI

Hari Marmut

Film ini kayaknya nyindir kehidupan banyak orang, termasuk saya. Hidup day to day yang begitu-begitu saja; berulang-ulang; dari bangun tidur hingga bangun lagi; terjebak dalam siklus.

Oleh :Agus Kurniawan

JERNIH—“Groundhog Day” adalah film komedi terlaris tahun 1993. Dapat rating sangat tinggi di IMDB, 8/10, menuai berbagai penghargaan.

Film ini kayaknya nyindir kehidupan banyak orang, termasuk saya. Hidup day to day yang begitu-begitu saja; berulang-ulang; dari bangun tidur hingga bangun lagi; terjebak dalam siklus.

Ki Agus Kurniawan

Temanya memang filosofis. Apa yang terjadi jika seseorang setiap bangun pagi selalu kembali pada kejadian hari yang sama — tanggal 2 Februari, saat perayaan Hari Marmut? Anehnya, orang lain nggak merasa begitu, seolah hidup normal. Yang tahu bahwa itu siklus hanyalah dia doang.

Mengalami itu, Phil Connors (Bill Muray) awalnya merasa syok. Bingung, sementara tak ada orang lain yang bisa membantu. Phil malah dianggap mengalami gangguan jiwa dan dianjurkan konsultasi ke psikiater, bahkan oleh teman terbaiknya.

Ya sudahlah, periode berikutnya Phil memanfaatkan waktunya untuk berbuat jahat. Karena hafal situasi, dia bisa mencuri uang tanpa ketahuan; bercinta dengan perempuan tercantik di kota; dan seterusnya.

Lama-lama itu membosankan juga. Hidup looping begitu membuatnya frustrasi. Dia bunuh diri. Anehnya, dia tetap bangun pagi lagi, tepat hari yang sama. Bunuh diri lagi, bangun lagi. Betapa mati pun tidak bisa mengakhiri siklus. Sampai-sampai dia menduga dirinya Tuhan. “Aku tahu persis kejadian semua orang. Aku mungkin Tuhan,” kata Phill pada Rita, sejawatnya.

Tapi film kan ada durasinya. Cerita harus ada akhirnya. Dan seperti lazimnya film Hollywood, film ini diakhiri secara manis — dengan cinta. Berbuat baik, menolong banyak orang, mencintai dengan tulus, adalah cara mengakhiri siklus itu.

Sebagai pesan moral, penutup model begitu memang lazim dan disukai. Tapi sebagai tontonan, ending itu nggak greget blas. Jika sutradaranya Quentin Tarantino, mungkin hasilnya lebih menohok. Btw, film itu memang hampir tidak selesai karena pertentangan antara sutradara (Harold Ramis) dan aktor utama (Bill Muray). Ramis ingin ceritanya encer. Muray ingin lebih filosofis.[ ]

(goeska@gmail.com)

Back to top button